MKC 230
...
Sengaja gue mendelik ke arah Ibrahim. Namun, sepertinya cowok yang jujur harus gue akui cukup keren itu semakin melebarkan senyum kepada gue. Mungkin otak Ibrahim telah terkontaminasi terik matahari menyengat dan saos pedas asin sehingga tidak bisa membaca kode isyarat yang gue tunjukan.
Yang terjadi adalah Ibrahim mengulurkan tangan ke depan meminta untuk saling berjabat tangan. Tentu saja gue tolak dengan mengabaikannya. Sementara kita masih ada di lingkungan Masjid yang tidak memperbolehkan cowok dan cewek saling bersentuhan tanpa alasan jelas.
Jelas-jelas adik kelas cowok bernama Ibrahim ini sudah miring otaknya alias gila!
"Niatnya mau jemput dan antar pulang mbak Anggi. Kebetulan rumah gue searah." Balas Ibrahim masih tersenyum lebar.
"Tahu dari mana alamat rumah gue?" tanya gue yang percuma saja.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com