Kelima monster itu mulai menghancurkan genteng, lalu menerobos masuk ke dalam. Berlari bagaikan seekor hyena sedang memburu mangsanya. Roki memeluk Angela dengan sangat erat, lalu mendobrak pintu masuk menggunakan tubuhnya. Terpaksa sekali lagi, mereka berdua harus merasakan pahitnya diburu.
Zombie yang tak jauh dari bangunan itu, menyadari keberadaan mereka. Lalu para zombie, berlari ikut memburu mereka berdua. Raut wajah mereka berdua ketakutan, keringat mengucur dengan deras nya, serta jantung mereka berpacu dengan adrenalin.
Dari arah belakang, kelima zombie itu kembali mengepakkan sayapnya di udara. Kedua kakinya mulai terasa sakit, namun dengan kondisi seperti, ini membuat dirinya terpaksa harus berlari. Posisi yang tidak memungkinkan, membuat dirinya tak bisa menembak. Begitu juga dengan Angela, tak bisa membidik lawannya, dalam posisi hadap ke depan. Kecuali Roki berbalik arah, barulah gadis kecil itu bisa menembak. Jika Roki melakukan itu, tentu mereka berdua akan segera di kepung.
Jumlah zombie yang terlalu banyak, membuat mereka berdua tak bisa berbuat banyak, selain melarikan diri. Matahari sudah mulai terbenam, cahaya matahari mulai redup. Sambil berlari, Roki pun mencari tempat yang aman untuk beristirahat. Kejaran dari kelima zombie terbang, membuatnya tak bisa berpikir jernih. Kemudian ia terpikirkan sebuah ide, untuk membunuh kelima zombie terbang. Lalu ia mengutarakan idenya, pada Angela dan Profesor.
"Aku ada ide, untuk membunuh kelima zombie itu!" Kata Roki, berlari dengan penuh tergesah-gesah.
"Cepat katakan!" Perinta Profesor.
"Baiklah yang pertama Angela, aku akan ubah posisimu menjadi hadap belakang. Yang kedua Profesor, anda tunjukkan jalan di depan!"
"Ok! Ayo kita lakukan!" Jawab mereka berdua.
Mereka membentuk sebuah formasi. Yang pertama, kedua paha Angela bertengger diatas kedua pundak Roki. Menghadap belakang, lalu menembaki kelima zombie itu dengan crossbow. Sedangkan Profesor berdiri di atas kepala Angela, dalam bentuk hologram mini berperan sebagai penunjuk jalan. Sementara Roki terus berlari, dengan wajahnya yang tertutup oleh tubuh Angela. Formasi ini membuat Roki sulit bernafas. Aroma keringat tubuh Angela, membuat kepalanya terasa pusing. Ia sempat kehilangan keseimbangan, namun berkat arahan dari Sang Profesor, keseimbagannya kembali terjaga.
Satu persatu, anak panah berhasil di lontarkan. Pergerakkan zombie yang lincah di udara, membuat Angela berhasil melumpuhkan satu zombie. Amunisi silih berganti, dari setiap anak panah yang ia lontarkan, gadis itu hanya berhasil melumpuhkan dua. Kini tinggal dua zombie, yang masih melayang bebas di angkasa.
"Kakak awas, zombie itu mendekat!" Gadis kecil itu menunjuk, pada zombie yang akan mencengkeram mangsa nya.
"Roki menunduk! Lalu lompat ke kiri sekarang!" Perintah Sang Profesor.
Akhirnya mereka berdua terhindar dari kematian. Kini Zombie itu melayang tepat di hadapannya. Pandangan Roki yang tertutup, membuat dirinya tak bisa melihat ke depan. Kemudian kedua zombie terbang itu, akan menerkam mereka berdua dari dua arah yang berlawanan.
"Lompat ke samping!" Perintah Profesor.
Roki pun melompat ke samping, mendobrak sebuah kaca hingga pecah. Mereka berdua pun tersungkur, dengan cepat Roki pun bangkit kembali. Sedangkan kedua zombie itu saling bertabrakan. Kemudian ia langsung menggendong Angela, keluar dari ruangan itu lalu menaiki anak tangga dengan tergesah-gesah. Sekian lama ia menaiki tangga, akhirnya dia sampai di lantai teratas. Angin pun berhembus kencang, langit senja menampakkan pesonanya, sebelum berganti malam. Kedua zombie itu kembali bangkit, lalu kembali mengepakkan sayapnya di angkasa.
Sorot mata kedua monster, menatap tajam kedua mangsanya. Tetesan air liur keluar dari mulut mereka, tak sabar untuk melahap mangsa nya. Sedangkan Roki dan Angela, menatap monster itu dengan raut wajah yang berani. Walaupun rasa takut, sedang menyelimuti jiwa mereka. Amunisi crossbow telah habis, kini Angela hanya bisa bersembunyi di balik punggung Roki, dengan rasa takut.
"Tunggulah disini, biar aku hadapi kedua monster itu." Roki melirik ke arahnya, lalu berjalan sebanyak tiga langkah.
Mendengar hal itu, Angela pun menundukkan kepala. Lalu memeluk crossbow milik Roki, layaknya sebuah boneka. Di lubuk hati kecilnya, Angela ingin membantu Roki. Namun rasa takut membuat dirinya mengurungkan niatnya. Seketika dia teringat almarhum kakaknya, ketika berada di pekarangan rumahnya. Pekarangan rumah miliknya, memiliki tanah yang subur, serta dipenuhi oleh arena tembak. Waktu itu dia sangat takut sekali, dengan seekor ulat bulu. Gadis kecil itu berlari, lalu memeluk kakaknya dengan erat. Sang kakak mengelus kepala nya dengan lembut, lalu ia pun berkata.
"Jangan takut hadapilah, jika kau sedikit melawan ketakutanmu. Maka ketakutanmu, akan berubah menjadi sebuah keberanian. Cobalah ambil ulat itu, dengan sebuah kertas." Kakaknya memberi semangat, lalu memerintahkannya mengambil ulat itu.
Angela mengambil ulat itu, dari bawah dengan sebuah kertas. Kemudian membuang ulat itu ke dalam tong sampah. Raut wajah gadis kecil itu berubah menjadi riang, lalu dia memeluk kakaknya sambil memuji dirinya sendiri. Sang kakak pun membenarkan apa yang ia katakan sebelumnya. Setelah mengingat hal itu, raut wajah takut mulai menghilang. Lalu ia pun berjalan dan berdiri di samping Roki dengan rasa berani.
"Kakak! Aku juga ingin membunuh monster itu!" Ujar gadis itu dengan rasa semangat.
"Nice! Gunakan ini, sudah waktunya kita berburu kelelawar." Roki memberikan PM100, pada Angela lalu ia pun tersenyum menatap kedua monster itu.
Belum sempat unjuk gigi, Angela langsung menembaknya hingga mati. Setiap tembakkan, yang gadis itu lakukan mengenai, tepat di bagian kepala dan perutnya. Roki pun melongo melihat kehebatannya dalam menembak. Kemudian gadis kecil itu tersenyum manis kepada dirinya. Seketika jantungnya berhenti berdetak, ketika melihat parasnya yang imut tersenyum manis pada dirinya, lalu menatap gadis itu dengan penuh pesona. Sebagai pujian, Roki pun membalas senyumannya, sambil mengacungkan jempolnya.
Perjalanan pun dilanjutkan. Roki menggendong Angela, sambil melompati gedung satu ke gedung yang lain. Terkadang mereka harus menuruni gedung dan berlari di atas aspal. Para zombie berlalu lalang mencari mangsa nya. Sekian lama mencari, akhirnya mereka berdua menemukan sebuah gedung. Gedung itu memiliki tiga lantai, serta memiliki gerbang besi dan beton menjulang tinggi. Roki pun melompat dan turun disana. Ia memandang kesana kemari, khawatir akan adanya zombie. Setelah suasana cukup aman, mereka berdua mengikat gerbang itu dengan sebuah rantai dan besi.
Selesai menutup gerbang, mereka berdua berlari masuk ke dalam. Setelah itu menutup pintu rapat-rapat, lalu meletakkan berbagai jenis barang di depan pintu, dengan apapun yang mereka temui. Agar pergerakan para zombie terhambat. Kemudian mereka berjalan, pada sebuah lorong yang sangat besar. Di Sebelah kanan dan kiri, terdapat ruangan kosong.
Ada juga berbagai barang seperti baju, box, serta potongan besi yang sudah berkarat. Di depan mereka melihat lima eskalator, lalu memakannya secara perlahan. Tiba-tiba eskalator yang ia pijak, ambruk. Spontan Roki langsung membopong gadis itu, lalu melompat ke atas.
"Berbahaya sekali, sebaiknya kita hati-hati."
"Iyah kak."
"Jadi Roki, dimana kita akan bermalam? Apa kita akan bermalam disini?" Tanya Profesor.
"Entahlah, kita harus menelusuri tempat ini. Meskipun tidak ada pilihan lain, setidaknya kita harus mencari satu tempat atau disini, yang benar-benar aman. Sekalian mencari sesuatu, sebagai penerangan. Sebab hari sudah semakin gelap." Ujar Roki.
Penelusuran pun kembali dilanjutkan. Mereka berjalan sambil melihat sekitar. Kemudian Roki melihat sebuah ruangan, berisi berbagai macam keperluan rumah tangga, seperti panci, spatula, dan lain-lain. Sayangnya seluruh barang yang ada disini, sudah berkarat. Kecuali sebuah panci besar di dalam box, yang ia temukan di sebuah ruangan yang sangat kecil. Karena panci itu tidak terlalu berguna, akhirnya dia tidak mengambilnya.
Ketika ia menelusuri, sebuah jalan diantara etalase kaca pada sebuah ruangan. Roki menemukan sebuah benda aneh. Benda itu berbentuk seperti stik, memiliki sebuah tombol merah, serta memiliki corong. Angela pun memberitahu Roki, bahwa itu adalah sebuah korek api digital. Cukup tekan sekali, api itu akan keluar dari corong. Ia pun langsung mengambilnya, lalu memasukkannya ke dalam saku mantel hijau dongker miliknya.
Selamat pagi, siang dan malam semuanya. Jangan lupa collection, respon and komentarnya. Terimakasih :)