webnovel

Bertemu Lagi

Tak terasa waktu berlalu begitu saja.

Sudah 6 bulan lebih saat terakhir kali Ibu membicarakan mengenai lamaran Burhan.

Melalui telepon, Ibu bercerita bahwa Burhan sudah menikah lagi dengan seorang janda dari desa yang sama dengannya. Maya merasa lega, karena laki-laki itu menemukan jodohnya sendiri.

Hari ini, kantor disibukkan dengan persiapan event Sales Office Tour.

Berkat kesuksesan salah satu pembalap yang disponsori perusahaan, berhasil mendapatkan juara 3 saat pertandingan di Malaysia beberapa bulan lalu.

Selama 1 tahun kedepan akan ada Sales Office Tour di 135 cabang perusahaan secara bergiliran. Sekaligus memperkenalkan produk terbaru, yakni motor sport yang memiliki spesifikasi mendekati motor yang digunakan di arena balap.

Karena di produksi dalam jumlah terbatas, mengingat spesifikasi dan harganya yang lumayan tinggi, pemesanan hanya dilakukan melalui open booking dengan pembayaran DP sesuai peraturan perusahaan.

Jam menunjukkan pukul 09.00 WIB

Satu persatu tamu undangan mulai berdatangan memenuhi Showroom yang diubah menjadi panggung acara.

“Halo Maya. Rombongan hampir tiba di lokasi.” Kata Pak Hery melalui telepon.

“Baik Pak.... Segera kami sambut.” Jawab Maya pada atasannya tersebut.

Bersama Bu Linda, Pak Beni, Pak Iwan dan Team Leader yang lainnya, Maya segera menuju pintu gerbang Showroom. Tampak sebuah mobil Van diiringi beberapa mobil pribadi masuk ke dalam tempat parkir.

Maya segera menyalami Pak Hery dan beberapa karyawan dari kantor pusat yang menyertainya.

Di belakang mereka seorang laki-laki mengenakan seragam pembalap, melontarkan senyuman padanya dan segera menyodorkan tangan kanannya pada Maya.

Langit.

“Apa kabar Kak Maya?” tanya Langit penuh arti, sejak turun dari mobil yang membawanya, senyuman itu jelas tak pernah hilang dari wajahnya.

“Kabar baik.” Jawab Maya singkat seraya menyambut uluran tangan Langit.

Mereka bersalaman.

“Kalian sudah saling kenal?” Pak Hery bertanya terkejut.

“Kami sempat mengobrol saat di Malaysia kemarin Pak.” Jelas Maya

“Oh ya? Boleh juga kamu, bisa diingat sama Maya.” Kata Pak Hery sambil menepuk bahu Langit.

Langit hanya tersenyum memandangi Maya dan Pak Hery bergantian.

Event berjalan lancar, team pemasaran berhasil mendapatkan Open Booking sebanyak 6 pesanan. Bagian Adm dan Finance tampak sedang melayani proses pembayaran DP.

Jam menunjukkan pukul 4 sore saat Maya selesai mengantarkan Pak Hery dan rombongannya.

Sebenarnya Maya agak heran saat tak menemukan Langit dalam rombongan yang akan meninggalkan Showroom. Namun, Maya hanya memendamnya dalam hati.

Saat memasuki ruangannya, Maya terkejut melihat Langit yang tengah duduk di seberang meja kerjanya.

“Lho... kok masih disini. Kamu ketiduran ya?”

Langit segera berdiri dan melangkah ke arah Maya.

“Tidak kok Kak..... Aku sudah meminta ijin Pak Hery dan team untuk tinggal di sini selama seminggu.”

“Hah....” Maya kaget

“Aku berencana menghabiskan cutiku di kota ini Kak.”

“Kenapa? Kamu punya keluarga disini?” tanya Maya heran

“Gak punya kak.”

“Trus...?”

Bip...bip....bip...

Handphone Maya berkedip menunjukkan nama Pak Hery di layarnya.

“Halo Pak.” Maya menjawab telepon Pak Hery

“Oh iya Maya, aku lupa bilang kamu, Langit akan disitu selama 1 Minggu. Katanya ingin menghabiskan liburan disana. Tolong kamu bantu dia ya. Dan pastikan minggu depan dia berangkat ke kantor cabang selanjutnya tepat waktu. Jangan sampai salah hari.”

Maya memandang Langit sebelum akhirnya menjawab.

“Baik Pak.” Maya meletakkan handphone nya.

“Jadi kamu menginap dimana sekarang?” tanya Maya seraya melangkah ke arah tempat duduknya.

“Di hotel *o* Kak... aku sudah booking sampai hari Sabtu. Minggu pagi aku cekout.” Jelas Langit.

“Jadi selama disini, Kak Maya yang akan mengurusku kan?” tanya Langit penuh harap.

“Memangnya kamu bayi perlu diurus.”

“....”

“Aku hanya akan sesekali menemani kamu berkeliling kota. Selebihnya ya kamu jalan sendiri. Lagipula aku juga harus bekerja setiap hari.”

“Siap kak... Jangan khawatir. Aku tidak akan mengganggu pekerjaan Kak Maya.” Jawab Langit sumringah

“Jadi sudah bisa pulang sekarang Kak?”

“Kalo kamu mau ke hotel ya boleh.”

“Aku gak ada kendaraan Kak.”

“Kalo begitu tunggu disini sebentar. Aku masih harus breafing sore sebelum menutup kantor.”

“Baik kak.”

Maya melangkah meninggalkan ruangan dan berjalan menuju ruang breafing, disana sudah berkumpul semua karyawannya untuk breafing sore.

Tepat jam 17.00 WIB Maya ditemani Langit keluar dari kantor, mereka menaiki mobil Maya.

“Disini tempat rental motor dimana Kak?” tanya Langit saat duduk di kursi penumpang di samping Maya.

“Kamu mau nyewa motor?”

“Iya Kak... Biar gampang kalo mau kemana-mana.”

“Kayaknya gak perlu deh, kalo kamu tiba-tiba terpancing balapan di jalan raya, bisa dimarahi Pak Hery aku.”

“Memangnya aku anak kecil yang gampang terpancing. Aku ini pembalap profesional Kak.”

“Justru itu.. Kalo kamu sampai kenapa-napa selama disini, kan gawat.”

“Trus gimana dong? Masa aku jalan kaki?”

“....”

Maya diam sejenak memikirkan sesuatu

“Kamu bawa saja mobilku. Nanti biar Pak yadi yang antar jemput kalo aku mau ke kantor.”

“....”

Langit diam berpikir sejenak. Sebelum akhirnya berkata

“Aku bawa mobil Kak Maya, tapi aku juga yang akan antar jemput gimana Kak? Aku janji gak akan telat.” Langit mengangkat dua jarinya untuk menunjukkan keseriusannya.

“Kamu yakin sanggup antar jemput aku setiap hari?”

“Yakin Kak... Kan cuma seminggu doang Kak.”

“Oke lah.”

“Kalo gitu... kasih no HP Kak Maya, biar nanti gampang hubunginya.” Langit mengambil Handphonenya, bersiap mencatat nomor HP Maya.

Sesampainya di depan rumah Maya, Langit segera mengambil alih kemudi.

“Jam 7 nanti aku jemput ya Kak... Temani aku makan malam.” Kata Langit sebelum pergi membawa mobil Maya.

Maya yang belum sempat menjawab, hanya melongo menatap kepergian Langit.

******

Tepat jam 7 malam, Langit tiba di depan rumah Maya.

Mereka menaiki mobil Maya, Langit yang memegang kendali kemudi, membawa mobilnya membelah dinginnya kota malam itu.

Atas rekomendasi Maya, mereka berhenti di sebuah warung pinggir jalan yang terlihat bersih dan tidak terlalu banyak pengunjung.

Mengenakan kemeja lengan panjang yang digulung hingga siku, dipadu dengan celana jeans dan sandal gunung, membuat penampilan Langit sedikit berbeda dari yang pernah Maya lihat.

Maya sendiri mengenakan Blus berwarna pink lembut dipadu dengan Deck Pants sebetis dan highheels 3cm, tampak berjalan santai di samping Langit.

Rambut panjangnya yang tergerai, dibiarkan sesekali tertiup angin malam.

Beberapa pasang mata menatap kagum saat Maya dan Langit memasuki warung. Kedatangan keduanya menarik perhatian para pengunjung yang ada disana.

Tak dipungkiri keduanya tampak serasi, tak ada yang akan mengira kalo mereka terpaut usia 6 tahun.

Setelah mendapatkan tempat duduk dan melakukan pemesanan, keduanya mengobrol santai.

“Orangtuamu tidak keberatan kamu menghabiskan liburan disini?” tanya Maya membuka obrolan.

Sebelum menjawab, Langit memandang Maya sekilas.

“Aku ini yatim piatu Kak, orangtuaku meninggal sejak aku masih 10 tahun.” Jawab Langit perlahan.

Maya yang terkejut, segera meminta maaf

“Oh maaf... Aku.. gak tahu.” Katanya merasa bersalah

“Gak papa Kak... itu sudah lama berlalu.” Langit tersenyum tipis

Suasana tiba-tiba hening sejenak.

“Kamu sudah lama mengikuti balapan?” tanya Maya memecahkan keheningan.

“Sejak aku berumur 12 tahun.”

“Wahh... masih anak-anak ya?”

“Begitulah. Sebelum orangtuaku meninggal, Bapak sangat menyukai berkendara menggunakan motor trail. Seminggu sekali Bapak mengajakku berkendara bersama teman-temannya yang sehobi. Saat Bapak meninggal, motor trail miliknya otomatis diwariskan padaku. Akhirnya mau gak mau aku belajar mengendarainya. Dan sejak itu aku juga tinggal bersama keluarga Bibiku, adik dari Bapak.”

Langit berhenti sejenak saat penjual membawakan minuman yang mereka pesan.

“Terima kasih.” Ucap Maya yang disambut anggukan oleh penjual.

Usai menyeruput minumannya, Langit melanjutkan ceritanya.

“Saat umurku 12 tahun, Pak Hendi salah satu pelatih balap motor junior, kebetulan melihatku mengikuti balapan liar di kotaku. Dia menawariku untuk coba mengikuti seleksi balap motor junior, karena menurutnya aku lebih menyukai kecepatan dibanding petualangan mengendarai motor trail.”

“Bibimu mengijinkan?”

“Awalnya sih gak Kak... menurut Bibi aku masih terlalu kecil untuk ikut balapan, dan beliau khawatir kalau aku sampai terluka karena kecelakaan. Tapi Pak Hendi terus meyakinkan Bibi bahwa aku akan mendapatkan pelatihan secara profesional. Tinggal di Asrama dengan makanan dan pendidikan terjamin. Dan beginilah akhirnya.”

Maya mengangguk paham saat Langit mengakhiri ceritanya.

“Berapa usiamu sekarang?” tanya Maya kemudian

“2 bulan lagi aku 23 tahun Kak. Kak Maya sendiri?”

“Tebaklah.”

“.....”

Langit diam tampak berpikir. Matanya menatap Maya intens.

“24.. 25.. mungkin?”

“Hhhmmm....Apakah aku terlihat semuda itu?” Maya tersenyum tipis

“Yaahh.... begitulah. Jadi berapa sebenarnya?”

Maya mengaduk minuman di depannya sebelum menjawab

“3 bulan lagi aku 29 tahun.”

“Oh ya.... serius?” Langit terkejut

“Hhmm..” Maya hanya mengangkat bahunya.

“Tapi sungguh... tidak terlihat seperti itu.” Puji Langit dengan tulus.

Lagi-lagi Maya hanya tersenyum tipis menanggapi.

Pandangannya di arahkan pada bulan sabit jauh di atas sana.

Beberapa menit kemudian keduanya tampak asyik menikmati makan malam bersama.