webnovel

Rencana Laluna.

Carlos dan Laluna dalam perjalanan ke rumah sakit, di depan dan belakang mereka terdapat dua mobil yang mengawal mereka dan semua itu telah disiapkan oleh Carlos untuk menjaga Laluna agar tidak bisa melarikan diri darinya.

Sementara itu, Laluna yang mengetahui dirinya yang dijaga ketat oleh pengawal-pengawal Carlos berpikir keras untuk menemukan cara agar bisa melarikan diri. Ia berdoa dalam hati agar Tuhan membantunya kali ini. Ia sudah benar-benar tidak mau menjadi tawanan Carlos yang setiap harinya hanya menyiksa dan memaksakan kehendak kepada dirinya.

Berdandan seperti ini, bergaya seperti itu. Belum lagi jika Carlos menginginkan Laluna memuaskan hasrat bejat Carlos, Laluna harus jungkir balik di atas ranjang demi muaskan keinginan Carlos tersebut karena jika ia tidak melakukan apa yang Carlos minta, maka Carlos akan menyiksa dan memukulinya bahkan pernah terjadi sebelumnya, Carlos mengunci Laluna di gudang yang tanpa pencahayaan. Semalaman Laluna harus meringkuk ketakutan dengan ruangan pengap tanpa cahaya sedikitpun yang meneranginya, belum lagi suara tikus yang semakin membuat suasana semakin mencekam. Alhasil, Laluna harus demam keesokan harinya karena rasa takutnya yang berlebihan itu.

Dan kini Laluna memiliki kesempatan untuk melarikan diri dari Carlos. Laluna berharap kali ini ia bisa lolos dari pengamatan semua pengawal-pengawal Carlos agar dirinya bisa menghirup udara bebas dan menikmati hidupnya di luar sana. Dengan harapan besar ia berdoa untuk kebebasan hidupnya.

Mobil berhenti di depan sebuah gedung rumah sakit. Seringaian kecil terbit samar dari bibir Laluna dengan bulir bening yang mulai terbendung dimatanya.

"Tuhan, bantu aku kali ini," doa Laluna dalam hati.

"Robert, temani Laluna memeriksakan diri, jaga dia dengan baik dan jangan sampai hal kemarin terulang kembali. Jika sampai hal itu terjadi, meski kalian berhasil membawa Laluna kembali ke hadapanku, tapi kalian akan menanggung resikonya!" ancam Carlos pada anak buah kepercayaannya.

"Baik, Tuan!" jawab Pengawal kepercayaan Carlos itu.

Pintu dibuka, Laluna turun dengan dibantu pengawal lainnya. Ia dipersilahkan memimpin jalan, sementara pengawal yang lainnya berpencar untuk menjaga Laluna dari segala arah.

Robert membawa Laluna ke ruangan Kepala Rumah Sakit seperti yang Carlos katakan. Kali ini Laluna akan dirawat langsung oleh Kepala Rumah Sakit dengan ruangan khusus yang hanya ada dirinya, Robert dan Kepala Rumah Sakit itu sendiri.

Laluna kebingungan untuk mencari celah melarikan diri. Setiap sudut dijaga ketat, belum lagi ruangan khusus pengawasan Robert yang tidak bisa diajak kompromi itu. Laluna hampir putus asa memikirkannya, namun tiba-tiba entah keajaiban apa yang datang kepadanya sehingga ia memikirkan untuk kembali bersandiwara.

"Aduhh ...," keluh Laluna yang tiba-tiba menjatuhkan diri ke lantai.

Robert segera membantu Laluna, membopongnya untuk beristirahat sejenak di sebuah bangku di ruang tunggu.

"Kau kenapa, hah?" tanya Robert pada Laluna.

"Kakiku sakit!" jawab Laluna bersandiwara.

"Jangan berpura-pura, aku tahu kau sedang bersandiwara!" tukas Robert dengan tajam.

Laluna menatapnya tajam, Robert memang sangat patuh pada Carlos sehingga ia sendiri berani membentak dan menyakiti Laluna jika Laluna tidak bisa diajak bekerjasama dengannya.

"Benar, aku tidak berbohong!" kata Laluna terus bersandiwara.

Robert menatap tajam Laluna, tak lama ia memeriksa kaki Laluna dengan seksama. Melihat ada bekas biru keunguan di sana, ia sedikit percaya.

"Tunggu di sini, aku akan mencari kursi roda!" ujar Robert pada Laluna.

Laluna mengangguk kecil sambil terus menguatkan aktingnya dengan berpura-pura meringis kesakitan. Namun pada nyatanya, dari sudut matanya ia tengah mengamati Robert yang sedanf sibuk mencari perawat untuk membantunya mencarikan kursi roda untuk Laluna.

"Permisi, Sus."

Robert menghentikan seorang perawat yang sedang lewat. Ia meminta bantuan Sang Perawat agar mau membawakan sebuah kursi roda untuknya, namun sayangnya perawat itu menolak.

"Maaf, Tuan. Silahkan anda mengambilnya di sudut ruangan. Saya sedang sibuk," jawab Perawat itu dengan dingin.

Robert ingin membentak Perawat tersebut, namun Perawat itu segera berlari menuju seorang Dokter yang menunggunya. Robert pun dengan terpaksa harus bergerak sendiri mengambilkan kursi roda untuk Laluna.

Kesempatan ini dimanfaatkan Laluna untuk melarikan diri. Laluna memastikan sekali lagi, mengamati sekitarnya dengan seksama sebelum akhirnya ia berdiri dan berlari sekuat yang ia bisa.

Robert menyadari pergerakan dari Laluna, ia berbalik untuk memastikannya dan ketika melihat Laluna berlari keras menuju pintu, Robert segera mengejarnya.

Laluna berusaha sekuat tenaga untuk terus berlari meski kini tenaganya kian lemah. Namun ia terus memaksakan diri untuk bisa berlari sejauh mungkin dari Robert dan kawanannya. Beruntung keadaan rumah sakit yang sedang ramai sehingga memudahkan Laluna untuk menyelinap diantara kerumunan-kerumunan orang-orang yang sedang lewat.

Laluna terjebak, ia memasuki sebuah lorong yang salah yang mengakibatkan dirinya menemui jalan buntu. Ia menoleh kesana-kemari dengan nafas tersengal, mencoba mencari cara agar bisa bersembunyi sementara waktu dari Robert. Tiba-tiba Laluna melihat sebuah toilet pria, tanpa ragu ia segera memasukinya.

Toilet pria itu sepi, tidak ada satu orang pun di sana. Hal ini membuat Laluna merasa aman, hingga akhirnya ia mendengar derap kaki yang cukup keras menghampirinya. Laluna tak punya cara lain selain memasuki kamar-kamar kecil yang ada di toilet itu. Sayangnya ia salah memilih kamar hingga akhirnya ia menemui seorang pria yang sedang duduk di atas closed.

Pria itu berteriak dengan keras, namun Laluna segera membekap mulut pria itu dengan tangannya sambil menempelkan satu jari ke bibirnya.

"Tolong aku, diam dan jangan berteriak. Aku sedang dalam bahaya saat ini," kata Laluna menjelaskan.

Pria itu tak percaya namun ketika Robert dan teman-temannya memasuki toilet itu ia mulai mempercayai Laluna.

"Cari di semua kamar-kamar ini. Jika kita tidak bisa membawa jalang itu, maka kepala kita menjadi taruhannya!" tukas Robert dengan tajam.

Laluna berusaha keras membekap mulutnya sendiri, bersembunyi dibalik pintu yang ternyata bawahnya terdapat celah yang cukup besar.

Pria tersebut menyadarinya di detik-detik terakhir, ia segera menarik Laluna untuk menaiki kedua pahanya, sementara kakinya menghalangi pintu agar tidak terbuka dengan lebar.

Brakk ...

Pintu dibuka paksa. Pria baik yang berniat menolong Laluna itu segera berteriak dengan makiannya.

"Hei, apa kau gila?!" teriaknya dengan keras.

Anak buah Robert pun segera menutup pintu tersebut sebelum bisa memeriksanya. Tak lama terdengar suara kemarahan yang memuncak dari Robert.

"Laluna ...," teriak Robert dengan keras. "Jika aku berhasil mendapatkanmu, maka aku akan menghancurkan wajah cantikmu itu, lihat saja!"

Brakk ..

Kembali terdengar pintu dibanting bersamaan dengan derap langkah yang semakin menjauh. Laluna membuka bekapan mulutnya dan menghela nafas panjang.

"Hei, turun!" kata Pria itu pada Laluna.

Laluna yang tidak menyadari itu segera turun dari kedua paha pria tersebut dan keluar dari kamar kecil tersebut.

Tak lama Pria baik itu keluar dengan celana yang telah dikenakan. Laluna menjadi canggung, begitupun dengan pria tersebut. Namun akhirnya Laluna memberanikan diri untuk membuka suaranya.

"Terima kasih karena sudah membantuku, maaf karena sudah merepotkanmu. Jasamu sangat besar padaku, hanya Tuhan yang bisa membalasnya!" kata Laluna dengan sungguh-sungguh.

Pria itu tertegun untuk sejenak, ia terpana akan kecantikan Laluna, tapi tak lama ia berusaha menyadarkan dirinya dari lamunan fana tersebut.

"Tidak masalah, ini bukan masalah besar," jawab Pria itu dengan sopan.

Laluna menarik diri dari pria baik yang tidak ia ketahui namanya itu. Berjalan dengan mengendap-endap untuk memastikan keadaan di luar. Dan ketika di rasa aman, ia segera berjalan meninggalkan toilet tersebut.