"Bang, main yok."
Doni yang baru duduk di sebelah Noni langsung merespons antusias. "Main apa, Rin?"
"Ini." Arin mengangkat bonekanya dengan semangat, mendapat rengutan dari Doni.
Pasti dia berpikir kenapa dirinya yang lelaki diajak bermain boneka. Baginya tidak masalah bermain dengan anak perempuan, asal mainannya bukan kewanita-wanitaan.
'Kan, nggak lucu Doni yang sudah berumur 8 tahun main boneka dengan Arin?'
Melihat wajah Doni yang masam, aku nyaris tertawa sebelum Tia memecah kegemingan yang terjadi.
"Abang udah gede, Rin, masa diajak main boneka? Ntar Bang Doni malu donk," jelas Tia agar anaknya tidak memaksa Doni menemaninya main. Bibir Arin mengerut.
"Eh, pesan makan donk. Laper nih," cetus Rahmi.
Wah … tumben si ibu bersikap ketus seperti aku dan Noni. Saat kulihat sekitar, pengunjung sudah mulai berdatangan. Aku pun baru ingat bahwa perutku kosong sejak tadi. Artinya, sekarang sudah waktnya brunch. Uh … aku nyaris menepok jidat.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com