Melani mendengus dingin, menatapnya dengan sorot tajam bagaikan percikan api, dan berkata dengan cara yang aneh, "Apa ini menarik ... apa kau tidak tahu?"
Stella tertegun, dan raut mudah tersinggung muncul di antara alisnya, "Nona Melani, aku tidak paham apa maumu. Jika kau tidak punya keperluan apapun lagi denganku, aku akan pergi lebih dulu."
Sepanjang malam, Melani sudah menghabiskan banyak waktunya, dan terus-menerus membuntuti Stella kemanapun dia pergi. Stella benar-benar bosan menghadapinya.
Melani mengulurkan tangannya untuk menghalangi jalan Stella, dan tatapannya tertuju pada cincin di jarinya. Kecemburuan di hatinya langsung membesar, dan dia mencibir dengan nada tidak enak, "Stella, bisa-bisanya Tuan Galang meminjamkanmu cincin itu untuk dipakai olehmu. Sungguh sia-sia. Jika saja kau sadar diri, seharusnya kau mengembalikan cincin itu pada Presiden Galang. "
Dia melihat ke arah Stella dari atas atas hingga bawah dengan tatapan arogan, dan melanjutkan, "Kau kan hanya asisten kecil di daerahmu. Memangnya kualifikasi apa yang kaumiliki sampai kau berhak memakai cincin yang tak ternilai itu? "
Stella memandangi kecemburuan di hati Melani yang tidak bisa disembunyikan di matanya, dan mengutuk Saga di dalam hatinya.
Jika saja Stella bisa merobek dan melepaskan semua ini… Entah mengapa bisa ada begitu banyak masalah yang merepotkan?
Melihat bahwa Stella tidak berbicara sepanjang waktu, Melani berpikir bahwa dia berhasil menusuk sisi kelemahan wanita itu. Oleh karena itu, dia mendongakkan kepalanya dengan penuh kebanggaan, "Berikan cincin itu padaku." Setelah mendengar ini, Stella tercengang, dan menatapnya dengan takjub.
"Berikan cincin itu padaku." Melani mengulangi ucapannya dengan tidak sabar.
Melihatnya bertingkah seolah dia yang paling benar dan sombong, Stella juga dengan tertawa terbahak-bahak, dan mencibir di sudut mulutnya, "Nona Melani, kualifikasi apa yang kaumiliki sampai kau berani meminta cincin itu dariku? Saga yang memberikan cincin ini padaku."
Belum lagi, cincin ini pada dasarnya bukan perhiasan biasa. Stella tidak bisa sembarangan melepasnya. Meski bisa dilepas, cincin itu harus dikembalikan ke Saga, bukan ke Melani.
Melani benar-benar marah ketika dia melihat bahwa Stella mengajukan pertanyaan serupa dan mempermalukannya. Ketika dia akan menyerang balik, ada ide melintas di benaknya, dan pandangan jahat muncul di matanya.
"Siapa yang memberikan cincin itu padamu? Jelas kau sudah mencurinya." Tuduhnya tegas.
Mencuri?
Stella menatapnya dengan heran. Dia terkejut, dan dia mengagumi kemampuan Melani untuk terus berdebat dengannya.
Melani mengangkat dagunya. Pandangan matanya terlihat angkuh, dan mengancam, "Stella, sebaiknya kau kembalikan cincin itu padaku sekarang, dan aku akan berpura-pura kalau tidak ada apapun yang terjadi. Jika tidak … jangan salahkan aku karena bersikap kasar."
Stella langsung menahan tawa. Dia merasa baru saja melihat orang yang tidak tahu malu untuk pertama kalinya.
Melihatnya terdiam, Melani mengira Stella ketakutan dengannya, dan ekspresinya menjadi lebih mengerikan lebih penuh kemenangan. Sorot mata yang menatap cincin itu terlihat rakus, dan sama sekali tidak ditutupi oleh Melani. "Stella, berikan cincin itu padaku."
Dia mengulurkan tangannya langsung ke Stella. Penampilannya yang lugas itu membuat Stella secara tidak sadar merasa sedang dihadapkan dengan ilusi.
Kesannya seolah-olah cincin ini benar-benar milik Melani.
Stella menatapnya dengan tenang selama beberapa detik. Dia mencibir di sudut mulutnya, berbalik dan hendak pergi.
Melihat ini, ekspresi wajah Melani menjadi kaku, dan dia buru-buru meraih pergelangan tangannya, "Kau mau pergi kemana? Berikan cincinnya padaku, atau ... atau aku akan memanggil polisi."
Stella menepis tangannya. Dia memandangnya dengan ekspresi tak acuh, "Nona Melani, jangan sampai Ayahmu kehilangan wajahnya karena sifat keserakahan sementara yang kauperlihatkan ini."
Mendengarkan kata-kata Stella yang mengejeknya, kemarahan Melani seolah naik hingga ke ubun-ubun. Dia menatapnya dengan tidak ramah, dan berteriak dengan kasar. "Stella, kualifikasi apa yang kaumiliki sampai berani menceramahiku? Sebaiknya kau segera memberikan cincin itu padaku!"
"Nona Melani, jika kau tidak ingin ada masalah, sebaiknya kau melakukannya sendiri." Setelah berbicara, Stella berbalik dan pergi dari sana.
Bagaimana bisa Melani sampai melewatkan kesempatan yang begitu besar? Dia menggigit bibir bawahnya. Sorot ahaa jahat melintas di matanya, dan dia segera berteriak, "Ayo, tangkap pencuri itu."
Dia tidak takut hal-hal jika sampai membuat kekacauan besar. Meskipun seandainya keadaan di sana menjadi lebih buruk, Tuan Galang tahu bahwa dia juga akan menghormati reputasi Ayahnya dan tidak akan tega untuk memojokkannya, Kemudian Stella tidak akan bisa berdebat lagi, jadi Melani tidak perlu takut.
Orang-orang yang berdiri di sekitar berkumpul perlahan-lahan. Beberapa orang yang mengenal Melani bertanya, "Nona Melani, pencuri apa yang perlu ditangkap? Apa kau kehilangan sesuatu?"
Melani memandang Stella secara provokatif, diam-diam mengancam dan memaksa orang-orang di sana mempercayai ucapannya.
Stella mengerutkan kening dengan kesal. Dia tidak menyangka Melani begitu tidak tahu malu sehingga dia ingin menggunakan opini publik untuk memaksanya menyerahkan cincin itu.
"Melani, apa yang membuatmu kalah?" Sahabat Melani berjalan ke arahnya, tetapi matanya tertuju pada Stella yang berada di seberang mereka.
Semua yang ada di tubuh Stella adalah barang-barang edisi terbatas. Akankah wanita seperti itu mencuri barang-barang Melani?
Mata Melani terlihat berkaca-kaca, dan dia mengeluh, "Apa kau tidak percaya padaku? Dia mencuri cincin berlianku. Dia mengambilnya untuk dirinya sendiri, dan menolak memberikannya padaku."
Cincin berlian?
Mata semua orang melihat cincin biru di jari Stella, dan ada jejak keterkejutan di mata mereka. Meskipun mereka tidak tahu berapa harga cincin itu, tapi mereka yakin kalau cincin berlian itu pasti tidak murah.
Stella memandang Melani yang penuh drama, dan mencibir, "Nona Melani, sayang sekali kau tidak pergi ke showbiz!"
Melani mengepalkan tangannya erat-erat di sampingnya, mata aprikotnya dipenuhi dengan sorot murka. Dengan berlinang air mata, dia memandang Stella dengan nada menuduh, dan berkata dengan sedih, "Stella, kupikir kau adalah asisten Pak Galang, dan aku telah bersabar menghadapimu lagi dan lagi. Tapi kau rupanya malah seperti ini…"
Stella merasakan tatapan menghina orang-orang di sekitarnya, dan berkata dengan tak acuh, "Melani, aku tidak akan memberimu cincin itu. "
Melani sedang menunggu respon itu.
Dia sengaja menangis pelan, dan berkata sambil terisak, "Apa kalian lihat bagaimana sikapnya padaku? Dia terus seperti itu dan tidak pernah menyesali perbuatannya. Jika bukan karena ... Jika bukan karena kebenaran, aku tidak ingin memperburuk keadaan."
Tiba-tiba semua orang melihat ke arah Stella, dan pandangan mata mereka terlihat agak jijik.
Stella memandang Melani dengan dingin. Ekspresinya tidak terlihat panik, dan dia tidak ingin ditangkap karena dikira pencuri.
Semakin dia tenang, semakin banyak rasa cemburu yang muncul di hati Melani.
Melani menggigit bibirnya, menyeka air matanya dengan berpura-pura sedih, dan membuat pandangan yang lebih meyakinkan, "Stella, kau masih terobsesi dengan itu, jadi jangan salahkan aku karena bersikap kasar padamu."
Kata-kata itu akhirnya diucapkan. Dia menunjuk ke orang yang berdiri di sebelahnya. Kedua penjaga keamanan itu memerintahkan, "Kau, tangkap dia dan kirim dia ke kantor polisi."
Setelah mendengar ini, Stella mendengus dari lubuk hatinya. Sebelumnya, dia masih berpikir bahwa Melani dan Saga bisa saja menjadi rekan bisnis. Jika dia dan Melani sampai terlibat konflik, bisa saja bakal berimbas pada hubungan kerja sama mereka.
Karena itu, dia bersabar lagi dan lagi.
Namun, Melani terus menggunakan waktunya untuk mendesaknya. Stella tidak ingin bertahan lebih lama lagi, dan berkata dengan dingin, "Melani, apa kau yakin ingin mengirimku ke kantor polisi?"
Melani mengira dia takut, dan mendongak dengan penuh kebanggaan. Pada awalnya, nadanya sangat bangga, "Kenapa? Apa kau takut? Sebaiknya kau berikan cincin itu padaku sekarang, dan mungkin aku akan bersikap lebih murah hati padamu."