webnovel

Kampung Lima Menit

Hari ini Ratna sedikit was-was karena Najwa jugalah hadir. Sisika yang begitu ahli menyelidiki masalah jugalah belajar dari Najwa. Najwa sendiri dulunya pernah satu bangku dengan Meera pada semester akhir.

Semuanya sudah selesai sarapan. Ratna dan Retno sudah mandi sebelum subuh tadi. Retno dan Ratna pun segera siap-siap, Siska dan Najwa menunggu di meja makan. Lima menit kemudian Retno dan Ratna keluar dari dalam kamar. Semua keluar dari dalam rumah.

"Pintu dan jendela sudah terkunci dengan pasti sayangku?"

"Sudah sayang." sahut Ratna. Retno membukakan pintu depan sebelah kiri dan mempersilakan Ratna masuk. Lalu Retno pun masuk dari pintu sebelah kanan dan menyetir. Najwa dan Siska duduk manis di kursi belakang. Najwa mengeluarkan gadget miliknya diikuti oleh Siska. Perjalanan satu jam pun ditempuh Retno dengan kecepan enam puluh kilo meter perjam.

Tak lama, mereka pun sampai di sebuah desa yang terpencil. Dua puluh menit perjalanan dari jalan raya menuju kampung itu kalau ditempuh dengan mobil. Mereka pun turun dari dalam mobil. Sekeliling padi sedang hijau indah memukau.

Mereka sampai di desa itu pada pukul lima sore. Segera Ratna mengeluarkan gadgetnya dan mengajak suaminya selfie. Setelah mengambil gambar selfie tiga kali kemudian ia menyuruh Siska untuk memotonya dengan suaminya, yang dulu pernah disukai oleh Siska juga, saiber istilah lamanya.

Macam-macam gaya yang ditunjukkan Ratna saat difoto oleh Siska. Ratna minta digendong, minta dipeluk, dan gaya-gaya manis lainnya. Siska pun sedikit kesal, dan ia hanya mengambil dua foto saja selebihnya ia hanya memfoto dirinya sendiri dengan mengganti kamera depan. Lalu ia berika pada Ratna.

Segera Ratna melihat hasilnya. Dia kaget ketika melihat dirinya telah berubah menjadi Siska. Sudah lima gambar ia hapus masih saja ada foto Siska dan gambar keenam dan ketujuh barulah gambarnya dan suaminya. Ia mencubit Siska dan Siska membalas dengan tertawa bergurau.

Setelah foto bersama, mereka pun menanyakan rumah sakit yang mereka maksud.

"Assalamualaikum, Ibuk, di sini ada rumah sakit?" tanya Retno pada salah seorang ibu-ibu yang tengah mencari kutu anaknya di di depan rumahnya yang terbuat dari kayu itu.

"Waalaikum salam, ada, Nak. Silakan jalan ke arah kanan lima menit lagi."

Berjalanlah mereka ke rumah sakit itu dengan segera. Mobil Retno parkir kan di depan rumah ibu-ibu yang tadi. Begitu sampai di rumah sakit. Mereka menemui pak satpam yang sedang duduk, di pos satpam itu tertulis: Tamu yang tak diundang wajib lapor. Karena Retno merasa ia ada yang mengundang dirinya, ia segera saja menerobos ke dalam.

"Hey, mau ke mana, Tuan?" tanya pak satpam dengan menunjukkan wajah garangnya.

"Mau masuk, Pak."

"Tak bisa baca ya?"

"Alhamdulillah saya lulusan S1, Pak."

"Lalu kenapa menerobos saja?"

"Kan di situ tertulis yang diundang tak wajib lapor, Pak? Gimana sih?"

"Owh, Tuan diundang ya? Tunjukkan surat undangannya!"

"Saya tidak punya, Pak. Tapi di dalam rumah sakit ini ada teman kami yang sakit, Pak." Retno menjelaskan.

"Kalau tak punya surat undangan, berarti Tuan tidak diundang dan yang tidak diundang wajib lapor." Akhirnya mereka pun melapor.

"Kamu sih, sayang. Main nerobos saja!" Ratna mencubit manja tangan Retno.

"Kalian ada perlu apa datang kemari?" tanya pak satpam. Karena Najwa adalah detektif, ia tahu sekali ciri-ciri satpam yang sangat teliti. Ia tahu betul orang yang memiliki jiwa-jiwa detektif. Maka ia tidak membolehkan Retno menjawab pertanyaan pak satpam itu, bisa-bisa mereka akan diusir. Akhirnya Najwa pun menjawabnya.

"Kami kemari mengunjungi teman kami Marwa Binti Zamzuri. Dia orangnya cantik sekali, setinggi saya. Matanya biru, suaranya indah dan pandai mengaji serta hafal pula kalam ilahi. Kalau bapak pernah nonton film India yang diperankan Katrina Kaif dan Kareena Kapoor pastilah bapak langsung mengenal dan mengingatnya dan akan jatuh cinta padanya. Tapi sayang sekali dia sudah menikah, kuharap bapak segera mengubur rasa cinta bapak itu sebelum bapak menanggung akibatnya karena tertuduh telah merebut hati dan perasaan istri orang.

Katanya berbulan madu ke kampung Firdaus namun beberapa hari yang lalu kami mendengar ia telah meninggal dan nyatanya berita itu adalah berita burung. Lalu ada juga yang mengatakan ia ada di desa ini dan di dalam rumah sakit ini. Pernahkan bapak jatuh cinta pada teman saya yang saya sebutkan tadi, Pak? Benarkah ia ada di sini?" Pak satpam hanya diam memperhatikan, teman-temannya tercengang mendengarkan pemaparannya.

Pak satpam pun langsung mengerti bahwa Najwa adalah berjiwa detektif. "Benar, Nak. Dia ada di rumah kepala lurah sini. Silakan belok kanan dan jalan lima menit lagi." Segera mereka menuju rumah Pak Lurah. Sudah lima menit jalan kaki, rumah Pak Lurah belum juga ditemukan. Mereka pun bertanya pada orang-orang yang lewat.

"Rumah Pak Lurah di mana, Ibuk?"

"Lima menit lagi ke kanan, Nak." Mereka hanya menurut. Sudah habis lima menit, namun tak kunjung ditemukan. Mereka pun bertanya lagi. Setiap kali bertanya, mereka selalu mendengar jawaban yang sama: Lima Menit lagi.

Retno selaku lelaki, barulah tampak kelelakiannya. Ia marah pada rumput yang bergoyang. "Selalu lima menit lagi, lima menit gundulmu! Sudahlah, pulang saja kita." Ajak Retno. Segera Ratna mencubit Retno. Kalau sudah dicubit Ratna, Retno tidaklah berkutik padahal cubitan Ratna tidaklah sakit, hanya cubitan manja saja.

Lama-lama mereka menemukan jawaban dari pertanyaan: Kenapa kok desa ini diberi nama dengan desa "Lima Menit Lagi", ternyata masyarakatnya sering mengatakan itu. Filososfi atau ruh kata dari kalimat: Lima Menit lagi-ini ialah agar tidak adanya keputusasaan saat melakukan sebuah pekerjaan. Jika lelah bekerja maka katakanlah lima menit lagi, jika lelah membaca katakan lima menit lagi, jika lelah berlari katakanlah lima menit lagi dan jika lelah dalam segala perbuatan baik yang melelahkan maka katakanlah lima menit lagi.

Maka semangat untuk meraihnya akan terus ada. Retno membaca keterangan kata bijak itu di pamplek yang tertulis di depan rumah Pak Lurah. Mereka di sambut Pak Lurah dengan baik. Mereka dihidangkan ayam panggang dua ekor dan jus jeruk satu teko. Mereka pun makan dengan lahap. Setelah makan, mulailah Pak Lurah menanyakan keperluan mereka. Pak Lurah ini amat jago sekali bersajak dan berpantun, segala pertanyaan maupun jawaban ketika berbicara, maka ia akan menjawab dan menanyakannya dengan berpantun.

"Anak muda sedang menikmati ayam

Ayam itu di dalam panggangan jeruji

Hendak masuk mengucapkan salam

Ada gerangan apa datang ke mari?"

Semua senyum-senyum setelah mendengar Pak Lurah berpantun. Ratna menatap wajah suaminya, tak bisa diharapkan berpantun, kemudian wajah Siska dan Najwa juga tak ada harapan untuk membalas. Jadilah Ratna menjawabnya.

"Ayam Pak Lurah enak sekali

Hingga ingin menambah nasi

Kedatangan kami ke mari untuk mencari seorang putri

Namanya Marwa binti Zamzuri."

"Tuan Putri pergi ke kali

Perginya jam empat tadi

Ia membawa pakaian untuk dicuci

Kalau kalian bukan saudara tiri

Bersedialah menunggu di sini

Tuan putri akan datang lima menit lagi."

Mereka pun menunggu sampai Marwa benar-benar datang.

***