webnovel

Detektif Najwa

Pagi ini adalah hari minggu. Jam sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit. Mentari sudah terbit, ayam sudah lama berhenti berkokok, para petani sudah pergi ke sawah menggendong pacul.

Ibu-ibu petani sedang berjalan di atas aspal dengan membawa ember di atas kepala yang isinya bekal makan siang, para pekerja kantor hari ini semua berlibur dan mereka sedang menuju pantai.

Burung-burung juga sudah pergi mencari makan, anak ayam dan anak bebek yang tadi nangis-nangis karena kelaparan sekarang sudah kenyang karena telah diberi makan oleh pemiliknya. Namun ada yang masih nyenyak tidur, ia adalah baru saja menikah beberapa minggu yang lalu.

Tadi subuh ia sudah mandi dan sudah shalat jama'ah bersama istrinya dan ia lanjut tidur sementara istrinya menyiapkan sarapan. Sekarang sarapan sudah selesai. Satu jam lamanya sang istri menyiapkan sarapan itu. Saatnya sang istri membangunkan pangeran tercinta, belahan jiwa, sehidup sebahagia seperti sang putri dan sang pangeran raja.

"Sayang… Bangun sayangku. Yuk sarapan. Sudah mateng." Ratna membangunkan suaminya Retno sembari mencium manja di hidung Retno. Tadi setelah subuh Retno memang berpesan agar membangunkannya kalau masakannya sudah selesai.

Retno pun bangun dan mencuci muka. Ratna menunggu di meja makan. Tak lama menunggu, Retno keluar dari dalam kamar mandi.

"Silakan baca doa makan kita sayangku." Ratna mempersilakan pangerannya.

"Sayang, aku hanya cuci muka, belum wuduk. Kamu saja yang membacakan doa makan kita sayangku."

"Ih, sayang apaan sih. Kalau baca doa makan tidak mesti wuduk keuleusss!"

"Hehehe, becanda, sayangku."

"Nggak lucu! Buruan ah. Aku udah lapar sayang."

Retno pun membaca doa makan dan sarapan pagi keluarga romantis pun berjalan seperti biasa. Retno menikmati masakan istrinya yang sangat lezat itu. Ada yang belum kalian ketahui dari Ratna. Jangan hanya ketika mendengar nama Ratna, langsung terbayang dengan sifatnya yang ngasal bawa berita burung itu.

Percaya atau tidak, bahwa Ratna adalah guru masak dari teman-teman perempuan angkatannya. Setiap kali Awaamalia mengadakan lomba masak sekampus Awamaalia, setiap kali pula Ratna pemenangnya. Meera dan kawan-kawan lainnya belajar kepada Ratna. Hanya Marwa yang tidak, karena ibunya Marwa jugalah jago memasak masakan enak.

Sempat Ratna dijuluki sebagai, "Resep segala lidah" artinya bahwa masakan Ratna sangat sesuai di lidah siapa pun. Sedang nikmatnya mereka sarapan, bel itu dibunyikan tamunya. Retno sangat heran dengan tamu yang datang sepagi ini. Tidak pernahnya ada tamu sepagi buta begini. Retno heran bukan buatan.

"Biar aku saja yang membukakan pintunya sayangku, kamu duduk saja. Jangan-jangan ada orang jahat yang datang." Retno melarang istrinya untuk membuka pintu. Lalu ia pun bangkit dari duduknya dan membukakan pintu untuk tamunya di pagi buta.

"Wa'alaikum salam…" sahut Retno menarik gagang pintu dan terlihatlah dua orang sahabat angkatannya dan juga salah satu orang yang pernah menyukai dirinya, Siska dan Najwa. Retno kaget sekali. Namun ia segera mengubah sikapnya kemudian mempersilakan kedua tamunya untuk masuk ke dalam.

Begitu sudah sampai di ruang tamu, Ratna pun amat gembira sekali dua orang sahabatnya telah hadir di rumahnya, namun kali ini Ratna sedikit was-was karena Siska membawa Najwa. Ada apa dengan Najwa?

"Ye, apa kabar sayangku semuanya." sapa Ratna sangat hangat dan tak lupa pelukan kemudian salam semut, tentunya kalian sudah tahu apa itu salam semut. Yang aku maksud adalah cium pipi kanan dan cium pipi kiri. Emang semut cepika-cepiki ya? Entahlah.

Ratna mempersilakan tamunya untuk duduk dan makan pagi. Tanpa malu-malu, Najwa segera mengambil piring, sendok, nasi dan lauk, diikuti oleh Siska. Mereka memang sudah kompak dari jauh hari menerapkan peraturan kaidah istimewa dari Ratna yang ia kirim lewat group:

"Kalau bertamu ke rumah teman seangkatan, harus anggap seperti rumah ibu kandung sendiri. Kalau tidak maka aka kuusir!" begitu kata Ratna. Teman-temannya yang laki-laki, sebelum ia menikah dengan Retno, banyak sekali yang bertamu ke rumahnya Ratna. Karena selain dia lucu dia jugalah terbuka. Tak jarang ia mengusir teman-temannya, baru saja ia menghidangkan teh hangat dan teman-temannya tidak meminumnya, kalaupun minum hanya sedikit saja dan meninggalkan lebih dari setengah gelas air teh yang masih tersisa.

"Udahlah, pulang saja kalian! Bangun-bangun, pulang sana! Bikin abis gula saja kalian! Lain kali kalau malu-malu mending nggak usah bertamu." Dan itu pasti diceritakan Ratna di dalam group bagi siapa saja yang pernah diusirnya. Ia tidak segan mengusir mereka yang belum menganggap seperti rumah sendiri saat bertamu. Setelah lebih sepuluh kali orang diusirnya, mulailah teman-temannya jera dan mengerti lalu menerapkan.

"Masih ada lauk tambahan nggak, Ratna?' tanya Najwa. Ratna segera mengambil lauk yang masih ada di dapur. Tak lama ia pun kembali dengan membawa dua piring ikan mas sambal balado. Ratna bahagia sekali melihat tamunya yang lahap makan, tidak pernah terdetak di hatinya dengan kata :tamu tak tahu diri. Sungguh ia tidak mengenal kata itu. Rumah ratna banyak sekali debu hasil bara api-artinya ia adalah lapang dada, tangan terbuka, pintu rumahnya terbuka seluas-luasnya untuk tamu, ia banyak tamu. Semakin banyak ia menerima tamu semakin banyak pula rezeki yang ia peroleh.

"Ratna, gimana dengan berita yang kamu sampaikan satu jam yang lalu lewat telepon padaku? Benarkah Marwa telah ditemukan?" Siska mulai membuka pembicaraan sambil makan. Sekarang Retno baru tahu, ternyata kekasihnya telah mengundang dua tamunya pagi-pagi buta begini. Ketika Retno tidur, Ratna mengundang tamunya. Tamu Ratna jugalah tamunya Retno, karena Siska dan Najwa adalah sahabatnya juga.

"Beneran lah. Masa iya aku bohong?, pokoknya kalian makan dulu. Habiskan dulu makanannya. Setalah itu sayangku Retno akan mengantarkan kita ke rumah sakit."

"Ke rumah sakit? Emang Marwa di rumah sakit?"

"Udah deh, kalian makan dulu pokoknya." sahut Ratna. Siska dan Najwa menurut. Ratna pun menyuapi suaminya. Siska sesekali memperhatikan. Najwa meledek seakan berkata: "Lebay banget kalian!". Melihat tatapan Najwa dan Siska, Ratna paham dan segera membalas dengan kata-kata.

"Usah kalian heran, aku sudah biasa menyuapi Retno makan, ya kan sayangku?" Retno hanya mengangguk seperti kibas diterkam harimau. Siska dan Najwa hanya diam dan lanjut makan.

***

Najwa Detektif! Begitu julukannya dari teman-teman yang mengenal dirinya. Yang pertama kali memberinya dengan julukan itu adalah Ratna. Gara-gara dulu sempat ia bongkar masalah misterius angin rebut. Angin ribut adalah masalah serius di dalam kelas mereka. Yang mereka maksud dengan angin ribut ialah kentut.

Kenapa mereka mengistilahkannya dengan angin ribut? Karena ketika ada yang kentut saat pelajaran berlangsung, maka semuanya akan ribut dan saling menyalahkan, jadilah mereka menyebutnya dengan sebutan istilah: angin ribut. Bukan sekali-dua kali angin ribut ini terulang, melainkan berkali-kali dan berlebihan. Baunya amat mengganggu.

Kalau tidak ada angin Najwa, maka masalah angin ribut ini tidak akan bisa diketahui baunya dari siapa. Misterius sekali! Maka Najwa yang cukup pintar, ia tahu cara memecahkannya. Biasanya saat makan siang, semuanya makan sendiri-sendiri dan ada juga yang makan bersama. Hari ini Najwa sengaja tidak makan siang, ia ingin melihat secara diam-diam sendiri ke teman-temannya.

Akhirnya ia menemukan: jika ada yang mengeluarkan angin ribut di dalam kelas nantinya, maka ia akan tahu siapa pemilik angin ribut itu. Begitu pelajaran berlangsung, angin ribut kembali beraksi dan kebetulan kali ini Ratna pula yang mengeluarkan angin ribut itu. Semua saling pandang dan Ratna juga pura-pura tidak tahu. Karena Najwa sudah kesal, ia pun langsung meneror Ratna.

"Ratna orangnya!"

"Hai, Najwa, jangan nyari luka kau kawan. Kau anak yang baik tapi kau sembarang nuduh saja!"

"Kau juga anak yang baik Ratna, tapi kau tidak mau mengakui kesalahanmu!"

"Apa buktinya kok bisa-bisanya kau menuduhku duhai, Najwa?"

"Baiklah, akan aku jelaskan," sahut Najwa. Semua mata dan wajah mengarah ke arah Najwa, termasuk ibu dosen.

"Ayo jelaskan pada kami duhai ananda, Najwa." Pinta ibu dosen. Ratna mulai gelisah tak menentu.

"Tadi, waktu aku makan siang. Aku keliling. Putar sana-sini untuk melihat lauk apa yang kalian makan. Aku tahu perbuatanku ini tidaklah baik tapi demi masalah yang belum terpecahkan ini, aku pun memberanikan diri untuk menyelidikinya. Aku melihat semua lauk kalian, hari ini tidak ada yang makan jengkol kecuali Ratna. Kalau tidak percaya silakan dicek di dalam tupper ware yang ada di dalam tas Ratna masih ada sisa satu jengkol bakar lagi yang belom ia habiskan. Sekian dan terima kasih."

"Ratna, sebelum ibunda memeriksa tasmu, ayo ngaku anakku yang cantik dan baik." Ratna menunduk malu dan ia pun angkat tangan sambil berkata.

"Ya Ibunda Guru, aku yang melakukannya. Tapi dengan satu syarat Ibunda Guru harus mengizinkan permintaanku."

"Apa itu anakku, Ratna?"

"Mulai hari ini aku dan teman-teman memberinya nama tambahan dengan julukan: Najwa Detektif." Bu dosen dan teman-teman lainnya terbahak-bahak mendengarnya, sementara Najwa hanya tersenyum bahagia. Mendapatkan nama julukan detektif? Bukankah itu istimewa? Pikirnya. Hari-hari berikutnya tidak ada lagi yang berani mengeluarkan angin ribut di dalam kelas, semenjak adanya detektif baru yang bernama Najwa.

***