webnovel

Jodoh dan Takdir

menikahi kekasih sodara kembar, tentu bukan pilihan. Namun apa daya saat tuhan malah menakdirkan Adila menikah dengan kekasih sodara kembarku sendiri. Adila saat itu benar-benar terjebak dengan permintaan terakhir kakanya sendiri, begitu juga Fadhil. Alhasil Adila dan Fadhil menikah tepat di hadapan Aira di detik-detik terakhirnya menghembuskan napas terakhir. Akankah pernikahan mereka berakhir bahagia, ataukah hanya pernikahan yang bersifat sementara.

Ayyana_Haoren · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
25 Chs

bab 6. kesepakatan

"Apa yang kau lakukan, jangan macam-macam atau aku akan berteriak," seketika ucapan adila terhenti karna karna tiba-tiba saja Adila terjatuh ke atas ranjang besarnya, dengan posisi terlentang, membuat Adila semakin takut dengan tindakan Fadhil yang sedikit arogan menurutnya saat ini, karna terus saja melangkah ke arah Adila.

Namun Fahdil terus saja melangkah, dan kini langkahnya semakin mendekat dengan Adila.  Lalu Fadhil mencoba menundukan tubuhnya sejajar dengan adila dengan sedikit jarak.

Seketika Adilapun mendorong kencang fadhil, namun dorongannya tak merubah posisi fadhil. Kini wajah fadhil semakin mendekat,  dan terus mendekat dengan wajah Adila yang sudah berubah menjadi memerah.

"Aku akan menceraikanmu dengan syarat,"Ucap Fadhil perlahan.

Seketika Adila tercengang mendengar ucapan Fadhil, membuatnya tak berkutik.

"Aku ulangi lagi, aku akan menyetujui permintaanmu untuk bercerai dengan syarat,"ujar Fadhil kembali mengulang perkataanya. Setelah itu Fadhil kembali berdiri dan merapihkan bajunya yang sedikit kusut.

Tanpa membuang-buang waktu Adilapun langsung duduk kembali.

"Apa syaratnya,"tanya Adila dengan tatapan tajam.

"Beri waktu untuk kita saling mengenal selama 3 bulan, jika kita tidak bisa saling jatuh cinta, aku akan mundur.

Dan satu lagi, sebelum aku mundur aku harus memastikan kekasihmu itu berpindah keyakinan."ucap Fadhil tegas.

"Apa tiga bulan? Apa kamu bodoh,  Mana mungkin aku harus tinggal satu atap lebih lama dengamu lagi, aku tidak mau," ujar adila dengan tegasnya.

"Oke kalo tidak mau 3 bulan, berarti 5 bulan. Tanpa pengecualian," ucap Fadhil.

"Hey, kamu gila, apa kamu ingin menyiksaku lebih lama, satu bulan. Yah aku ingin satu bulan." Tegas Adila.

"Lima bulan, kamu yang sudah membuat perubahan." Ucap fadhil kembali menegaskan.

"Sial,"ucap adila kesal seraya menggertakan giginya.

"Kamu tidak perlu menjawab pertanyaanku  sekarang. Tapi kalo kamu tidak segera memberi jawaban secepatnya, aku tidak akan pernah mengucapkan kata perpisahan,"ucap Fadil menegaskan.

Mendengar ucapan Fadhil adila makin geram di buatnya, adila benar-benar tidak punya pilihan selain memikirkan matang-matang ucapan fadhil.

Tak lama ada ketuka pintu dari balik pintu.

Tok, Tok, Tok,

"Adila,"panggil rosali dari balik pintu.

"Iya mom,"teriak adila langsung menghampiri dan membukanya.

"Kalian belum makan, turunlah terlebih dahulu,"ucap rosali pada adila.

"Iya mam, udah laper banget ni. Mamah udah makan?"ujar Fadil menyela ucapan adila dan bertanya pada Rosalli.

"Akh, Mam sudah makan sayang, tinggal kalian yang belum makan.

"Iya mom, aku akan turun ke bawah untuk makan,"ujar adila.

Adila tidak berani membantah ibunya, apalagi tau tentang masal dirinya dengan Fadhil.

"Oh iya dila, mamah pengen bicara denganmu nanti, kalo sudah makan temui mamah yah sayang,"ucap rosali.

"Oh iya mam,"saut Adila.

Kini Rosalipun beranjak meninggalkan mereka, dengan disusul Radhil dan Adila.

"Mam, apa daddy belum pulang?"tanya Adila sembari berjalan menuruni anak tangga bersama ibunya.

"Daddy sepertinya sibuk hari ini, mungkin dia sedikit terlambat pulangnya."saut adila.

Kini Adila dan Fadhil pun menghampiri meja makan, seperti hari-hari sebelumnya mereka makan dalam keadaan hening tanpa berbicara sedikitpun.  Jarang sekali untuk Adila dan Fadil makan dalam satu meja, itupun karna suruhan ibunya. Kalo tidak di suruh mereka pasti makan masing-masing. Sedangkan Fadil lebih sering makan di luar, untuk menghindari perdebatan mereka.

.

.

.

.

.

.

.Bersambung.