webnovel

Simpul batinku

Aktivitas canda tawa itu berhenti seketika, ruangan yang tadinya penuh dengan suara tawa dan gurauan kejahilan, kini menjadi sunyi setelah kemunculan sosok wanita dengan suara lantang di depan pintu.

"mengapa junior sampai berteriak?" tanya meri. Ia berlari masih dengan handuk dan rambut yang basah setelah mendengar junior memanggilnya.

"bukan apa-apa" ilham bangkit meninggalkan junior yang terbaring di kasurnya. "ingat kau sudah berjanji pada dadi" ilham mengingatkan junior sebelum melewati meri dan kembali ke kamarnya.

Masih dengan tatapan heran, meri masuk menghampiri junior yang sekarang duduk di ranjangnya.

"kau berjanji apa lagi pada dadi mu?" tanya meri.

"aku berjanji tidak akan mengikuti apa yang ibu dan dadi lakukan tadi" jawab junior polos.

"apa dadi mengatakan semuanya?"

"Mmm, dadi mengaku salah kemudian menjelaskan semuanya" kata junior memanas-manasi ibunya.

Di antara mereka bertiga, hanya ibunya yang mudah untuk di bohongi. Ibunya pintar membaca ekspresi tapi hanya sebatas mimik wajah atau gestur. Ia masih belum bisa memadukan antar mimik wajah, gestur dan nada suara seperti yang biasa ilham dan junior lakukan.

"semuanya?" meri memastikan pemikirannya.

Jika ilham mengatakan semua yang baru saja ia lakukan pada putranya, ia akan benar-benar memukulinya kali ini.

"Mmm, semuanya. Ayah mengakui semua kesalahannya" ujar junior dengan penekanan pada kata 'semuanya'.

"sekarang tidurlah. Ibu akan bersiap ke rumah sakit. Ingat besok sarapan bersama dadi sebelum ke sekolah"

Setelah mengatakan itu meri bergegas keluar kamar dengan langkah panjang dan terburu-buru.

Junior yang melihatnya tersenyum penuh kemenangan "sekarang giliran dadi yang akan di hukum ibu. Hahaha" ia tertawa pelan membayangkan ibunya akan memukul dadi nya itu. Pembalasan dendamnya akan ia dapat melalui tangan ibunya.

Meri membuka pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam. Ilham masih berada di kamar mandi jadi meri menunggunya. Karena tekadnya untuk memukuli suaminya, meri sampai lupa untuk berpakaian terlebih dahulu.

Beberapa menit menunggu, ilham akhirnya keluar dengan handuk yang melilit tubuh bagian bawahnya sementara bagian atas terbuka.

Merasa tudak sabar, meri langsung menghambur dan melayangkan pukulan ke lengan atas ilham. Kulit putih yang masih basah itu kini berubah merah karena pukulan keras itu.

"ada apa lagi ini?" ilham melihat emosi di mata meri saat ia berhasil menahan tangan meri yang berayun hendak memukulnya lagi.

"kau, mengatakan mengatakan hal seperti itu kepada junior?" meri mengayunkan tangannya yang terbebas untuk memukul ilham.

Alhasil, cap lima jari membekas di dada bidang yang hampir tak pernah terjamah oleh tangan manapun. Meri terus memukuli ilham, hingga handuk yang ia kenakan hampir terlepas.

Melihat hal itu, fokus ilham bukan pada menahan pukulan istrinya tapi bagaiman menahan handuk itu agar tak terjun bebas.

Dengan cepat, ilham menarik meri dalam pelukannya. Meri masih meronta memukulinya.

"apa kau tidak bisa menggunakan penjelasan lain untuk masalah tadi. Dia anak kecil dan sekarang sudah tahu semuanya" kata meri penuh emosi.

"junior mengatakan apa padamu?"

"lepaskan pelukanmu dulu" ujar meri. Dia merasa sesak karena ilham menekan dadanya dengan kuat hingga untuk memukulnya meri kesulitan.

"tidak akan. Kau akan malu jika aku melepasmu" jawab ilham dengan senyum di bibirnya sambil membayangkan ekspresi meri saat handuknya jatuh ke lantai.

"kau yang tidak tahu malu mengatakan hubungan intim pada anak kecil. Lepaskan aku"

Ilham sekarang sadar kalau putra jeniusnya itu saat ini mengerjai ibunya untuk bisa membalas candaannya tadi. Senyumnya semakin merekah mengingat kecerdasan anaknya itu.

"anak nakal" desis ilham.

"apa?" meri masih memukuli punggung ilham dengan tangannya yang lolos ke belakang tubuh pria itu.

"berhentilah memukulku. Junior mengerjai kita saat ini"

Mendengar ia di kerjai, meri menghentikan pukulannya dan menarik tubuhnya sedikit untuk melihat wajah suaminya.

"meri, aku masih punya otak. Mana mungkin aku mengatakan hal yang vulgar pada anak kecil. Aku hanya mengatakan permintaan maafku dan memintanya berjanji agar tak mencontoh apa yang ia lihat. Putra kita itu terlalu cerdas, tentu saja ia tahu apa yang akan suami istri lakukan di kamar berduaan. Apa dia mengatakan kalau aku memberitahunya bahwa aku menciummu?"

" tidak, dia hanya mengatakan kau mengatakan semuanya" meri berpikir sejenak "anak itu. Bisa-bisanya dia berpikir mengerjai ibunya"

"dia mau membalasku karena menggelitikinya. Dia tahu kau akan memukuliku seperti ini. Tidak masalah. Aku tidak kecewa dengan kelicikannya. Aku hanya kecewa dengan otakmu yang tidak bisa melihat niat bulus anak jenius kita itu"

"bukan otakku yang mengecewakan tapi otak kalian yang mengerikan. Sekarang lepaskan aku. Kulitmu sangat dingin"

"handukmu hampir jatuh, aku hanya menahannya dengan cara ini. Kalau tadi aku memegangnya dan secara tidak sengaja menyentuh payudara mu padahal kau sedang emosi, wajahku mungkin akan bengkak besok karena tamparan"

Ilham melepaskan pelukannya setelah meri memegangi handuknya. Ia berbalik tidak mengatakan apa-apa lagi karena ucapan ilham ada benarnya. Ia mungkin benar akan melayangkan tamparan jika tadi ilham memilih opsi itu untuk menahan handuknya. Walau niatnya baik dan tubuhnya adalah milik ilham sepenuhnya, di saat emosi seorang wanita bisa kalap dan lupa dengan semua itu.

Setelah kejadian luar biasa itu, meri mengenakan pakaiannya begitu pula dengan ilham. Keduanya kini berjalan ke pintu karena meri harus kembali ke rumah sakit untuk shift malamnya.

"aku tidak bisa mengantarmu karena junior sedang tidur" ilham merasa menyesal tak bisa mengantar istrinya bekerja di malam hari.

"tidak masalah. Aku bisa pergi sendiri" ujar meri menenangkan.

Baru saja ia mengatakan hal itu, motor fuad sudah memasuki pekarangan rumah mereka. Meri sedikit terkejut karena fuad datang padahal jadwalnya malam ini bukanlah jadwal sebenarnya. Ia hanya menggantikan shift jaga temannya yang sudah menggantikannya semalam.

"aku yang menelfonnya. Bukan menyerahkan mu padanya, hanya memintanya mengawasimu di perjalanan ke rumah sakit. Tidak masalahkan? Besok aku akan memanggil pengasuh untuk menjaga junior agar aku bisa mengantarmu bekerja lain kali"

"tidak apa-apa. Tidak perlu pengasuh, kita masih bisa merawatnya bersama. Aku pergi dulu"

Ilham mencium kening meri karena bibir istrinya itu sudah tertutup rapi oleh cadar.

Begitulah kehidupannya berlalu dengan kebahagiaan yang terisi canda tawa ketiganya. Sesekali saling menjahili dan membalas. Dia akan menjaga keutuhan rumah tangganya dengan segala cara dan akan melindungi kedua orang berharga di hidupnya itu.

Hari-hari berlalu sampai pada acara penutupan festival bulan mei di sekolah junior. Meri bersama ilham menghadiri acara itu karena memang di siapkan dua undangan untuk wali murid. Acara di mulai dengan lomba puisi, junior sudah emoat hari menyusun dan berlatih membaca puisi itu.

Anak yang cerdas dengan ekspresi datar itu kini berdiri di panggung untuk membacakan puisi karyanya itu.

Baik ilham maupun meri tak satupun yang di perbolehkan junior untuk melihat puisinya. Ia akan menjadikan puisi itu sebagai kejutan untuk orabg tuanya.

"simpul batin, karya junior lutfizar ilham" junior memulai puisinya dengan menyebutkan judul dan nama pengarangnya dengan suara yang mendayu-dayu.

Ilham yang mendengar itu merasa bangga, ia sudah mengetahui nama lengkap junior sejak lama, tapi mendengar namanya menjadi bagian dari nama putranya membuatnya merasa tersanjung.

Ia tidak tahu akan sebahagia ini memiliki seorang putra dengan nama belakang yang sama dengan namanya. Ia merasa di bandingkan siapapun, ia lebih berhak atas anak itu.

"Dikala gelap tak berbayang

Ku dengar sayup suara merayu

Ibu? Ayah? Kau kah itu?

Aku tak mengingat setiap sentuhanmu

Tapi bagai malam yang kelam tanpa bulan

Begitulah aku tanpa kalian"

Ilham dan meri yang baru mendengar puisi itu hanyut dalam haru. Sebagai ayah yang hanya gelar karena menjadi suami dari ibunya, ilham merasa ayah yang di maksud junior dalam puisinya adalah dirinya.

Puisi itu dengan jelas menggambarkan kehidupan junior saat masih di dalam rahim meri. Dia mungkin tahu bahwa ilham yang menjaganya selama meri mengandung karena itu ia membuat puisi itu untuk mengungkapkan perasaannya.

"bagian kata dalam kalimat

Yang tak bermakna tanpa jarak

Terpisah oleh ruang yang jauh

Tak membuat ikatan itu terputus oleh waktu

Bait puisi itu menceritakan rindu yang di rasakan junior saat ia terpisah dari ilham dengan jarak begitu jauh dan waktu yang lama namun ia justru semakin memahami bahwa ilham sangat berarti baginya dan membuat ikatannya semakin kuat bahkan setelah enam tahun terpisah. Sama halnya ketika ia dipisahkan dari ibunya oleh andre.

"tak ada yang lebih membosankan dari menunggu

Tak ada yang lebih berat dari rindu

Tak ada ikatan kuat dari ikatan darah

Itu ungkapan mereka.

Bagiku,

Menunggu dan merindukanmu adalah bagian hidupku

Ikatan darah itu tak lebih kuat dari dari ikatanku

Ikatan rinduku padamu

Yang ku sebut simpul batinku

Puisi itu di akhiri dengan junior yang menunjuk ke arah kursi ayah dan ibunya yang berada di kursi terdepan karena ia mendapat juara satu dalam cerdas cermat.

"itulah kalian bagiku" tutupnya yang diikuti dengan tepuk tangan dari para wali murid yang mendengar puisi indah menyayat kalbu itu.

Yang mau ketawa silahkan, yang mau mewek juga author bolehkan.

Happy reading

siti_darmawati8creators' thoughts