webnovel

Menganiaya?

Setelah memarahi junior dan memperingatkan ilham agar tak main curang di belakangnya, meri berdiri membersihkan kekacauan itu. Ia kesulitan melipat sikunya karena lukanya terasa tertarik dan mengencang. Bagian tubuh di antara kedua pahanya juga mengalami hal yang sama.

Dengan usaha ekstra, rumah yang tadinya lebih terlihat seperti kapal pecah kini sudah terlihat seperti rumah pada umumnya. Rasa puas dengan pemandangan rapi dan tertata di hadapannya menarik garis melengkung di bibir merah delima itu.

Ilham memperhatikannya dari jauh masih menenangkan junior yang mengeluh terus menerus pada dirinya. Beruntung ilham ingat bahwa junior sudah libur dan mereka akan kembali ke Indonesia.

Di Indonesia akan ada banyak tangan yang dengan suka rela mengeluarkan isi dompetnya untuk anak secerdas junior. Terlebih lagi banyak manusia yang merindukan kehadiran bocah tampan itu.

Langkah meri terhenti saat ilham memeluknya dari belakang.

"junior?" tanya meri khawatir akan ketahuan lagi.

"dia masuk ke kamarnya untuk mandi" jawab ilham tak mau melepaskan pelukannya.

Tangan meri meraih keranjang sayuran di meja serta pisau pemotong namun tangan ilham menghentikannya.

"kita sarapan di luar saja pagi ini" ujar ilham menarik pisau di tangan meri dan mengembalikannya ke tempat semula serta mendorong keranjang sayuran itu ke ujung meja.

"kenapa harus di luar. Ada banyak bahan makanan di rumah" meri membalikkan badannya menghadap ilham yang memeluknya.

"kau pasti kelelahan, jadi jangan masak atau melakukan apapun hari ini"

"hah kau benar, aku kelelahan, sangat lelah hingga lututku bergetar saat berdiri" sindir meri menimpakan semua penyebab hal ini adalah ilham.

"aku tahu. Jadi kita akan makan di luar pagi ini dan memesan makanan untuk makan siang dan malam"

"setuju. Pergilah mandi" meri tak menolak karena ia memang kelelahan dan merasa perlu untuk beristirahat.

Yang terjadi semalam adalah yang pertama kalinya setelah sembilan tahun. Seumuran dengan usia junior di tambah tujuh bulan kehamilannya. Setelah melahirkan junior, andre tidak pernah menyentuhnya bahkan saat mereka tetap tinggal sekamar karena amnesia yang di alami meri.

"Mmm, bisakah sebelum aku mandi kita melakukannya lagi?" ilham memelas dengan mata anak kecil meminta permen.

"kau ini. Masih terlalu pagi, lagipula aku sudah mandi tadi" tolak meri.

"meri" panggil ilham lembut. Ia tidak mengatakan apa-apa tapi dari tatapannya dia benar-benar memohon untuk di kasihani.

"tadi kau bilang tidak ingin aku lelah karena memasak tapi sekarang kau berniat membuatku kelelahan lagi. Tidak konsisten" sungut meri, dia tidak benar-benar menolak, hanya ingin menggoda suaminya.

"baiklah" ilham melepaskan pelukannya karena merasa tidak akan mendapatkan apa yang di inginkannya.

Tangan meri dengan cepat melingkar di leher pria itu kemudian meri melompat membuat tubuhnya tidak rapat di lantai, jika refleks ilham tidak berjalan baik sudah di pastikan tulang ekor istrinya akan cidera menghantam lantai.

"refleksmu masih bagus seperti dulu" bisik meri yang sudah berada di gendongan ilham. "aku tidak berbohong saat mengatakan aku kelelahan, tapi aku juga tidak bisa menolak untuk melayanimu. Jadi lakukan dengan baik"

Perasaan yang tadinya berada di dasar kini melayang ke awan mendengar meri menerima ajakannya. Masih dengan tubuh meri yang berada di gendongannya, ilham melangkah menuju kamarnya. Tangan meri memutar gagang pintu dan menguncinya karena takut junior akan masuk seperti waktu itu.

"apa aku berat?" tanya meri saat ilham sudah membaringkannya di kasur.

"aku tidak mau menjawab, khawatir rencanaku sekarang akan batal" jawab ilham yang mulai membuka satu per satu kain yang menutupi tubuh istrinya.

"ilham, apa kau baru saja mengakui aku berat secara tidak langsung?"

"aku tidak mau berbohong" ilham menjawab di sela-sela kegiatannya yang mulai mencumbu tubuh yang masih terdapat bekas kebuasannya semalam.

"kau boleh berbohong untuk menyenangkan hati istrimu"

kalimat meri seperti sebuah pengakuan bagi ilham. Sejak menikah, meri belum pernah mengatakan dia suamiku atau aku istrimu. Tapi mendengar kata itu akhirnya terucap, ia benar-benar merasa menjadi penguasa.

"mmm, aku akan mencari cara lain untuk menyenangkan istriku tanpa harus membohonginya" ilham memandang wajah meri yang mulai merah. Kulitnya yang putih dan sensitif membuat perubahan suasana hatinya akan cepat terlihat di wajahnya. Ia begitu cepat merona di hadapan suaminya.

"seperti apa?" bukan pertanyaan, itu lebih kepada sebuah tantangan.

"seperti ini" ilham mencium lembut bibir meri dan bermain-main dengan lidahnya.

Meri hanya menikmati perbuatan suaminya itu dan desahan sebagai jawaban bahwa cara ini memang menyenangkan.

Setelah melakukan cumbuan dan pemanasan sedemikian rupa di tubuh meri, ilham mulai menyatukan kembali tubuhnya dan memasuki apa yang menjadi haknya sebagai suami.

Mendapat serangan dari suaminya, meri mengerang kemudian berganti desahan penuh kenikmatan.

Ilham mendekatkan mulutnya ke telinga meri dan berbisik "junior tidak tidur, jangan terlalu berisik atau dia bisa kemari dan mengganggu"

Peringatan itu membuat meri salah tingkah dan merasa malu dengan bibirnya yang terus saja keceplosan seperti wanita binal. Meri merapatkan kedua bibirnya agar tidak menimbulkan suara berlebih lagi.

Tahu akan sulit menahan suaranya, ilham menutup bibir itu dengan bibirnya sendiri sambil terus menggerakkan tubuhnya menggali liang kenikmatan itu.

Benar saja meri kesulitan dan mulai meronta meminta agar bibirnya di lepaskan. Ilham berusaha menahan posisinya mempertahankan ciumannya pada bibir meri.

"Mmm. Hh. Mmmmh" meri mendesah semakin kuat meronta tapi tangan suaminya mengunci wajahnya hingga sulit membebaskan bibirnya.

Merasa sudah akan menyemburkan benih cintanya, ilham mempercepat gerakannya namun karena mengingat doa yang harus ia baca, ia melepaskan bibir meri untuk membaca doa bersamaan dengan seprotan air hangat ke dalam rahim meri di sertai desahan panjang meri yang terbebas.

"aaahhhhhh"

Keduanya lemas dengan ilham yang menindih tubuh meri.

"tok tok tok" suara pintu di ketuk.

"ibu, dadi" panggil junior di depan pintu merasa khawatir mendengar suara ibunya seperti meraung.

"iya sayang" teriak meri dan ilham dengan senyuman dan saling melempar pandangan.

"apa ibu baik-baik saja?" teriak junior dari luar.

"Mmm, ibu baik-baik saja" jawab meri.

"dia mendengar desahanmu yang terlalu berisik" bisik ilham memberi tahu meri.

"dadi tadi tidak sengaja menyiram ibu dengan air, jadi ibu terkejut" teriak meri seakan memberi penjelasan pada putranya.

Ilham yang mendengar penjelasan itu tersenyum manis mendaratkan kecupan ringan di bibir meri. "kau pintar membuat alasan" ujar ilham masih dengan suara rendah.

"oh, dadi aku sudah lapar. Apa kita bisa segera pergi sarapan. Dadi mengatakan kalau kita akan sarapan di luar pagi ini"

Ilham tak menjawab malah sibuk menciumi leher putih istrinya yang masih pasrah di bawah tubuhnya.

"junior bertanya padamu" tukas meri menarik wajah suaminya menjauh dari lehernya.

"tunggu sebentar, dadi baru akan mandi. Tadi ada pekerjaan yang harus dadi selesaikan dulu" jawab ilham setengah berteriak.

Kini giliran meri yang tersenyum "kau juga pintar membuat alasan" sindir meri mengembalikan perkataan ilham tadi.

"baiklah, jangan lama-lama. Aku sudah kelaparan" jawab junior dari luar.

Langkah kaki menjauh membuat pasangan itu sedikit lega. Ilham kembali melanjutkan menciumi leher meri membuat wanita itu sedikit kesal.

"ilham, junior sudah menunggu. Dia kelaparan" oceh meri.

"aku juga masih lapar"

PLAKK

Telapak tangan meri mendarat sempurna di punggung ilham yang tadinya menindih meri kini duduk mengusap bagian belakangnya karena merasakan pedas di punggungnya.

"sakit meri" keluh ilham.

"itu agar kau sadar. Kau sudah seperti suami yang kesetanan jin mesum" kata meri berusaha bangun dari tidurnya tapi telapak tangan ilham menekan dadanya hingga tubuh itu kembali terhempas ke kasur.

"aku benar-benar kesetanan sekarang" goda ilham

"aku akan menampar wajahmu kali ini kalau kau masih mau lanjut" meri memasang ekspresi yang mengancam.

Tapi itu sama sekali tidak berpengaruh pada ilham, ia justru mengunci kedua tangan meri dengan menahanya menggunakan satu tangan dan menyimpannya tepat di atas kepala meri. Tangan yang satunya ia gunakan meremas buah dada yang selalu membuatnya ketagihan dengan rasa lembut saat menyentuhnya.

"kau mau berhenti sekarang atau ku buat kau tidur di sofa nanti malam" ancam meri.

Kali ini ilham terpengaruh dan menghentikan kejahilannya.

"menyingkir dari tubuhku" meri bangun dan mendorong ilham menjauh. "aku tidak menduga si muka gunung es ini ternyata berbahaya" sindir meri.

"meri" panggil ilham lembut.

"apa? Kau masih mau? Aku benar-benar akan menamparmu kalau kau berani maju" meri terlihat sangar dan siap melayangkan tangannya.

"ibu, ayah. Aku menunggu terlalu lama. Buka pintunya"

Terkejut, meri memakai pakaiannya dengan asal tanpa mengenakan dalaman lagi. Sementara ilham masuk ke kamar mandi.

"junior, dadi masih mandi. Tunggulah sebentar lagi. Tidak akan lama" ujar meri setelah membuka pintu dan mendapati wajah putranya itu sangat murung.

"baiklah" junior berbalik menuju ruang keluarga dan mulai menyalakan televisi.

Meri mengunci pintu dan menggedor pintu kamar mandi. Ilham membukanya dengan keadaan bugil.

"ada apa?" tanya ilham heran.

Meri menerobos masuk tanpa menjawab dan secepat kilat melepaskan pakaiannya hingga tak ada yang tersisa.

"apa kau mau melakukannya di sini?" goda ilham.

"berhenti membuatku pusing. Kau dan anakmu itu benar-benar merepotkan" meri mulai mengguyur tubuhnya dengan air kemudian melakukan mandi besar.

Biasanya ia akan menghabiskan waktu setidaknya 15 menit tapi untuk pertama kalinya ia hanya butuh lima menit untuk selesai. Ilham bahkan kalah cepat darinya.

Setelah sepuluh menit, meri keluar kamar bersama dengan ilham. Junior masih sibuk dengan tontonannya.

"junior, ayo berangkat" panggil ilham.

"oke. Aku mau makan enak dan banyak karena kalian membuatku menunggu lama" kata junior.

"uang saku mu sedang di potong" balas meri.

"tidak masalah. Anggap ini permintaan maaf dadi dan ibu karena membuatmu menunggu" ilham menengahi.

"bukan ibu. Cuma kau, dadi. Cuma dadi yang meminta maaf karena membuatmu menunggu" ralat meri seakan ilhamlah yang membuatnya tertahan di kamar.

"hei, kau juga menikmatinya" protes ilham.

Bukk

tendangan meri mendarat sempurna di betis ilham. Matanya menatap garang ke arah mulut yang sudah lancang mengatakan hal seperti itu di depan anak kecil.

"Aww" rintih ilham memegangi betisnya.

"ibu, mengapa suka sekali menganiaya dadi?" kini nada bicara junior seakan membela dadi nya dan menyalahkan sikap kasar ibunya.

"menganiaya?" meri terkejut dengan pilihan kata itu. Kata itu hanya pantas jika dia melakukannya dengan sangat kasar dan berulang-ulang. Meri merasa baru kali ini ia menunjukkan kekerasannya pada ilham di hadapan junior. Kata menganiaya terlalu berlebihan.