"berhenti. Ilham, aku harus kerja sekarang" meri bertahan dengan memegang daun pintu agar tidak berakhir dengan ilham di atasnya saat keadaannya tidak memungkinkan.
"hahaha.. Melihatmu kita seperti ini, aku merasa sedang melakukan tindakan pelecehan" ilham tertawa geli melihat tingkah meri dan juga sikapnya yang terus menakut-nakuti istrinya sendiri.
"kau memang sedang melecehkanku. Turunkan aku. Kau bukan maniak seks, aku tahu itu"
Ilham menurunkan meri dari gendongannya tapi tetap mengunci meri di dinding belakang pintu. Pintu itu kini setengah tertutup sehingga fuad tidak bisa melihat apa yang terjadi.
"aku bukan maniak bukan berarti aku tidak menginginkannya ingat ini, tidak ada kata pelecehan pada sikap seorang suami terhadap istrinya. Tidak ada kata mesum di antara pasangan yang sudah sah secara hukum dan agama. Aku hanya berbaik hati, jadi berjanjilah sekarang atau tidak akan memastikan bahwa kau bisa keluar kamar hari ini"
"Mmm, aku berjanji. Apa kau puas sekarang?" meri merengut dengan tatapan mata yang tajam.
"itu lebih baik. Kau harus belajar menghilangkan keras kepala mu itu di hadapanku, karena aku sangat tahu cara mengatasinya. Sekarang lepas cadarmu"
"apa lagi sekarang? Aku sudah berjanji. Kau pasti mau menciumku kan. Jangan bertindak macam-macam, aku benar-benar akan terlambat"
"jangan berpikir buruk pada suamimu sendiri. Aku setidaknya hanya ingin memberikan ciuman pada istriku agar semangat bekerja" ilham akhirnya melepas penghalang itu sendiri tanpa menunggu meri menyetujuinya.
Setelah menyapukan bibirnya dengan lembut di bibir dan kening meri, ilham kembali memasangkan cadar itu pada posisi semula. "bibirmu terasa manis setiap saat" rayuan maut yang pertama setelah pernikahannya yang kedua kalinya.
Wajah meri berubah panas. Matanya mengerling dengan cepat menatap wajah ilham yang terlihat lebih tampan dari biasanya.
"pergilah, fuad sudah terlalu lama menunggu" ujar ilham membuyarkan pikiran meri.
"kau yang membuatnya menunggu lama" meri merapikan pakaian dan cadarnya kemudian berbalik meninggalkan ilham. Sebelum keluar pintu ia berbisik pada dirinya sendiri, "mengapa dia harus merayuku saat aku sedang menstruasi. Menyebalkan"
Ilham mendengar suara kecil itu dengan jelas serta menangkap tatapan kesal di mata indah meri. Dia hanya tersenyum puas berhasil membalas atas apa yang di lakukan meri tadi pagi.
"dia dengan berani merayuku tadi pagi, balasan ini setimpal.sekarang kita sama" ujar ilham sambil menatap kepergian meri bersama fuad.
Sebagai pendatang baru di izmir, ilham tidak memiliki kesibukan yang berarti. Dia hanya akan menunggu waktu junior pulang sekolah untuk menjemputnya.
Dengan seksama ilham mengitari rumah tempat meri menghabiskan waktu berdua dengan junior. Rumah itu jauh dari kesan mewah, hanya kesan klasik dan antik. Penggunaan furniture dari kayu asli di rumah itu membuat kesan klasiknya semakin hidup.
Perapian di ruang keluarga menambah kesan hangat dan antik. Sangat jarang di temukan rumah yang masih memiliki perapian untuk menghangatkan musim dingin. Melihat ventilasi udara rumah ini sangat baik maka sangat wajah meri mempertahankan konsepe perapian di dalam ruangan. Selain untuk kesan hangat, meri juga tidak menyukai musim dingin karena itu perapian adalah solusia terbaik.
Rumah itu hanya satu lantai, tanpa ada kolam renang di bagian belakang rumah. Hanya ada tanaman apotek hidup yang sepertinya sengaja di tanam oleh meri. Tanah tempat rumah itu berdiri sangat luas, hanya saja rumah itu terlalu kecil sehingga banyak ruang kosong di bagian kanan, belakabg dan bagian depan rumah.
Kolam renang tidak akan pernah ada karena baik meri maupun junior sama-sama tidak pintar mengapung. Apalagi harus mengambang ke sana kemari.
Di rumah sakit sebelum memulai pekerjaannya, meri menjelaskan kepada fuad mengenai status dan pernikahannya bersama ilham. Tentu saja ia menyembunyikan fakta bahwa ilham di tahan karena dulu menculiknya. Ia juga tidak memberi tahu mengenai masalah keluarga ilham dan keluarganya. Pada intinya ia hanya menjaga nama baik suaminya di hadapan fuad.
"jika kau benar-benar bahagia bersama suamimu, aku tidak akan mengganggu. Tapi ku harap pertemanan kita masih bisa berjalan seperti biasanya. Tidak perlu canggung, perlahan aku akan menghapus perasaanku karena itu tidak pantas. Jadi bertemanlah denganku seperti tidak pernah ada perasaan antara aku dan kau" ujar fuad berbesar hati.
"fuad, aku sudah memikirkan hal ini sejak lama tapi baru akan ku katakan. Kau pria baik hati dan pengertian, carilah wanita yang lebih muda karena itu akan membuatmu nyaman. Berpasangan dengan wanita seumuran dengan usia 27 tahun kurang cocok untuk kepribadianmu yang perhatian. Wanita di usia se dewasa itu, tidak memerlukan banyak perhatian, mereka cenderung lebih kepada pengakuan. Karena itulah wanita yang masih muda sangat cocok untukmu. Ini saran dari seorang teman, jadi pikirkanlah"
"baiklah, akan ku pikirkan. Masuklah, kau sudah sangat terlambat karena ulah suamimu" sindir fuad
"dia memang seperti itu. Baiklah, aku masuk sekarang. Berhati-hatilah di jalan pulang"
Keduanya berpisah dan kembali ke dunia masing-masing. Meri di panggil ke ruangan atasannya karena keterlambatannya dan juga untuk hal penting yang perlu di bicarakan.
"dokter ana, kau terlambat 10 menit jadi gajimu akan di potong sesuai peraturan"
"aku minta maaf, tidak akan ku ulangi lagi" dalam hati meri mengutuk ilham yang menempatkannya di situasi sulit.
"dan ini adalah surat promosi jabatan barumu. Pihak rumah sakit sudah tahu mengenai gelarmu, dan pemerintah merasa kau pantas mendapatkan posisi yang layak di sini"
"dokter jack, aku sangat senang mendapat promosi, tapi bisakah posisi baruku ini ku tempati setelah cuti bulan juni ku seperti biasa?" meri harus membawa junior ke indonesia liburan bersama andre, jadi posisinya sebagai dokter ahli bedah secara otomatis akan mengganggu liburan itu.
Rumah sakitnya sangat ketat memberi cuti kepada dokter ahli bedah karena merasa posisi itu jika di tinggalkan maka akan sangat riskan. Karena itu ia ingin menunda promosinya.
"baiklah. Akan ku sampaikan pada dewan rumah sakit"
"terimakasih"
Meri duduk di ruangannya membaca bagan pasien yang akan ia tangani. Seorang perawat tiba-tiba masuk dan memberi tahu bahwa dokter jack ingin meri menemaninya berkeliling memantau pasien.
Dengan langkah perlahan namun penuh semangat, meri berjalan memasuki ruang rawat di belakang dokter jack satu per satu.
"kakak, kau disini?"
Meri mengingat dengan jelas wajah pria yang menjalani operasi key hol beberapa bulan yang lalu.
"aku ke sini untuk menjadi asisten dokter jack" meri menjaga jarak pada keluarga pasien karena untuk menjaga sikap profesional nya. Pihak rumah sakit melarang hubungan spesial antara dokter dan pasien kecuali jika itu hubungan darah. Itupun harus di buktikan dengan berkas-berkas yang menunjukkan hubungan itu.
Pasien wanita itu terlihat sangat cantik dan terlihat segar serta energik. Meri melirik pria muda itu dan tersenyum senang, 'dia sangat pintar memilih pasangan' batin meri.
Setelah menyelesaikan pemeriksaan bersama dokter jack, meri kembali ke ruangannya. Pasien baru sudah menunggunya.
"perkenalkan saya dokter ana. Ada yang bisa saya bantu pak zain?" meri bertanya setelah melihat data diri pasiennya.
"saya akhir-akhir ini sering mengalami sakit kepala, nyerinya bertambah saat saya memaksa untuk bekerja"
"pak zain, jika anda sakit sudah seharusnya anda beristirahat. Bukan malah memaksakan diri untuk bekerja" meri menasehati pria yang terlihat lusuh dan pucat itu.
"saya harus bekerja untuk bisa makan. Jadi mana mungkin saya hanya tinggal di rumah"
Meri akhirnya mengalah karena ia tahu tidak semua orang di dunia ini memiliki keberuntungan yang baik dan menjadi kaya. Lebih banyak orang yang hidup di bawah garis sejahtera dan terpaksa bekerja bahkan saat sakit sekalipun seperti pasiennya saat ini.
Meri mengajukan surat permohonan tidak mampu atas nama pasiennya saat ini, karena meri merasa sakit kepala yang di derita pak zain bukan sakit kepala biasa. Ia harus melakukan MRI untuk mengetahui penyakitnya dengan pasti.
Untuk berjaga-jaga meri mengajukan surat itu lebih awal agar ketika operasi di perlukan, pria itu tidak harus pusing memikirkan biaya rumah sakit. Jika untuk makan saja ia harus memaksakan dirinya yang sedang sakit, bagaimana mungkin pria itu mampu membayar biaya operasi dari kantongnya sendiri.
Setiap menghadapi pasien dengan keadaan seperti itu, meri selalu membantu mengurus keringan biayanya. Ia tidak bisa membantu dengan uang pribadinya karena ia tidak cukup kaya jika mengandalkan gajinya dan juga itu melanggar peraturan rumah sakit.
Siang hari, ilham menjemput junior di sekolahnya. Anak itu sangat senang karena dadi nya yang menjemputnya, dengan begitu teman sekolahnya akan melihat bahwa ia memiliki ayah.
"dadi, kita akan kemana?" tanya junior saat melihat jalanan yang di lalui dadi nya bukan jalan pulang ke rumah.
"kita ke tempat ibumu bekerja. Bukankah kita harus makan siang bersama?"
"dadi, ibu selalu melarangku datang ke rumah sakitnya. Hanya saat aku melakukan pemeriksaan pada otakku, aku bisa menginjakkan kakiku di sana" ujar junior.
"pemeriksaan otak? Apa junior sakit?" ilham menjadi khawatir.
"entahlah. Ibu hanya mengatakan tidak ingin melihatku terlalu berpikir keras. Kecerdasanku sepertinya bermasalah, karena itu ibu selalu memberiku obat-obatan bahkan saat aku ke sekolah" keluh junior.
Ilham menghentikan laju mobilnya dan memarkirkannya di pinggir jalan.
"berikan pada dadi obatnya" ilham mengetahui semua jenis obat, jadi hanya dengan melihat obat yang di berikan meri untuk junior maka ia akan mengetahui penyakit anaknya itu.
Junior merogoh tasnya dan mengeluarkan obat yang di berikan meri. Obat itu terdiri dari dua tablet dan satu kapsul. Ilham membaca nama setiap obat itu dengan alis mengekerut tak mengerti.
'dia berusaha menekan kecerdasan putranya. Apa dia pikir otak manusia bisa di kendalikan semudah itu' batin ilham saat melihat obat di tangannya.
"dadi, apa penyakitku parah?" tanya junior
"tidak. Junior tidak sakit sama sekali. Ibumu hanya mengkhawatirkan dirimu dan ini untuk berjaga-jaga"