Di sisi pintu lain, fuad melihat dengan jelas adegan saat ilham melepas cadar yang menutup wajah meri. Lututnya terasa lemas melihat betapa cantik wanita yang selama ini ia mimpikan siang malam untuk menjadi istrinya. Namun mimpinya hancur saat melihat ilham memeluk meri.
Sebagai pria yang mencintai meri, fuad rasanya ingin melompat dan menghajar pria yang dengan lancang menyentuh tubuh meri. Tapi melihat meri bahkan tak menolak dan justru melingkarkan tangannya di pinggang pria asing itu, hatinya terasa luluh lantah tergilas kecewa.
Tak sanggup melihat hal yang lebih lagi, fuad mundur berbalik kemudian meninggalkan pasangan yang sedang mengobati rindu mereka.
"aku tanya mengapa bersembunyi dariku? Dan ana? Nama siapa itu?" ilham menatap wajah meri dengan melepas pelukannya.
Tangannya sibuk mengusap jejak air mata yang tak ingin berhenti mengalir di wajah istrinya itu. Meri masih merasa haru dengan kehadiran ilham di saat tak terduga seperti saat ini. Benar-benar suatu kejutan yang menyenangkan.
Tangan meri masing melingkar di pinggang ilham saat tatapan mereka masih terkunci. Ia merasa takdir baik benar-benar berpihak padanya kali ini. Baru saja ia mengeluh karena tak ada yang bisa menemani junior saat lomba.
Tiba-tiba ingatannya kembali pada junior.
"junior" ujar meri terhenyak.
Ilham "..."
"dia saat ini akan bertanding cerdas cermat. Aku sudah terlambat" meri dengan cepat mengusap wajah dan menutup kembali wajahnya. Tangan ilham menahannya dan menghentikan aktivitas meri.
"tidak perlu memakainya lagi jika kau hanya ingin bersembunyi dari dunia. Aku akan memastikan tak seorangpun bisa membongkar identitasmu" ilham meraih cadar itu. "tapi jika kau merasa nyaman memakainya, kau boleh tetap memakainya" lanjutnya lagi.
Meri memutuskan tetap menggunakan cadarnya karena sejak awal ia menggunakannya memang karena ia ingin bersembunyi. Saat ilham sudah menjanjikan kerahasiaannya, maka seharusnya tidak ada lagi alasan baginya untuk tetap memakainya. Hanya saja ia sudah terlanjur nyaman. Baginya selama ilham tidak mempermasalahkannya, maka yang lain tidak akan jadi masalah.
Ilham membantu meri mengenakan cadarnya. Keduanya kini sudah berada di mobil menuju sekolah junior. Jaraknya tidak terlalu jauh saat berkendara, tapi akan terasa jauh jika di tempuh dengan jalan kaki.
Hanya tiga menit dan mereka sudah tiba di tempat parkir. Meri segera turun menuju aula acara tanpa menunggu ilham yang setengah berlari mengikuti langkah meri.
Pandangan meri menyisir semua anak yang sedang duduk di aula itu.
"tenanglah, aku akan membantu menemukannya" ilham mencengkram kedua lengan atas meri dari arah belakang agar wanita itu diam dan tidak mondar mandir seperti setrika. "itu dia di sana" lanjut ilham menunjuk ke arah sudut ruangan tempat junior duduk bersama dengan ali.
Acara itu sudah di mulai tapi masih bukan urutan junior. Di tahap awal, mereka memilih urutan tampil beserta kertas berisi beberapa pertanyaan. 3 pasangan dengan nilai terendah akan di eliminasi.
Meri menghampiri junior dan juga ali. "junior" panggil meri.
Junior membalikkan tubuhnya mencari asal suara dan melihat ibunya sekilas. Pandangannya terkunci pada sosok pria yang berada di samping ibunya.
"dadi" junior berlari menghampiri ilham.
Dengan sigap, ilham menyambut putranya itu dan mengangkatnya dan melemparnya ke udara hingga posisinya seperti junior sedang terbang. Tubuh anak kecil itu kini berakhir dalam pelukan ilham.
"apa anak dadi tidak rindu pada dadinya ini?" tanya ilham.
"tidak" jawab junior polos.
"kenapa?"
"ibu melarangku merindukan siapapun selama ibu ada di sampingku" kata junior. "apa dadi membawa hadiah untukku?"
"hadiah? Apa itu harus?" ilham mulai salah tingkah.
Pertemuannya hari ini dengan meri bukanlah kesengajaan. Ia bahkan tak menyiapkan apapun sebagai hadiah.
"ya ampun. Dadi, selama dadi pergi. Banyak rekan kerja dan teman ibu memberiku hadiah untuk menarik perhatian ibu. Dan dadi benar-benar datang dengan tangan kosong. Itu mengecewakan" junior sedikit melankolis.
"emmm, bagaimana kalau hadiahnya adalah piala kemenanganmu di lomba ini? Dadi lihat mereka bermain dengan pasangan masing-masing. Biarkan dadi menjadi pasanganmu. Dan akan dadi borong semua piala untuk mu" ilham tampak bersemangat sambil melirik meri dengan tatapan memvonis.
Suaminya baru saja mendengar dari putranya bahwa banyak pria yang sedang mendekati istrinya. Tentu saja tatapannya saat ini wajar.
"dia sudah mendaftarkan namanya dan ali. Jadi tidak bisa di ubah menjadi nama ilham" ujar meri.
"jangan khawatir, biar ku urus" ilham berbalik ke meja panitia lomba dan kembali dengan senyum puas. "sudah beres. Kita akan duet bersama" kata ilham.
"apa kau menggunakan kekuasaanmu lagi?" tuduh meri.
"tidak, aku hanya memberi kartu identitasku dan ia bersedia mengganti nama ali menjadi namaku. Aku tidak memaksa" jawab ilham membela diri.
Lomba itu berjalan dengan teriakan penuh semangat dan sesekali terdengan desahan kecewa. Ali akhirnya berpamitan untuk pulang karena junior sudah memiliki pasangan lain.
Meri meminta maaf kepada ali karena merasa bersalah dan tahu ali pasti kevewa setelah belajar banyak dan ternyata gagal tampil. Tapi ali justru bahagia junior bertemu kembali dengan dadi nya.
Rasa patuh pada ibunya membuat junior hanya mengungkapkan kerinduannya pada ayah dan dadinya kepada ali. Apalagi yang bisa ali rasakan setelah melihat pertemuan antara ayah dan anak itu selain bahagia.
Di sesi pertama terdapat sepuluh pertanyaan. Ayah dan anak akan mendapat lima pertanyaan dan tiap jawaban benar memiliki poin sepuluh jadi totalnya adalah seratus poin.
Di babak satu, junior menjawab empat pertanyaan dengan benar dan ilham menjawab seluruhnya. Mereka unggul dua puluh poin dari lawan mereka yang hanya memiliki tujuh puluh poin.
Di tahap kedua, setiap pemenang pada tahap pertama di berikan pertanyaan sepuluh. Jika salah, maka akan menjadi kesempatan kelompok lain untuk mencuri poin. Sudah di pastikan ilham menjawab semuanya. Ia memberi kesempatan junior menjawab lebih dulu, saat melihat junior diam maka ilham yang menjawab. Mereka duet maut ayah dan anak.
Mereka kembali unggul pada tahap kedua. Dua pasangan dengan poin tertinggi masuk ke babak selanjutnya. Lawan junior kali ini adalah teman sekelasnya yang juga mengikuti kelas akselerasi. Mereka akan imbang dalam hal pengetahuan anak sekolah. Semua tergantung dari kecerdasan ayah mereka. Karena pertanyaan di final sengaja di ambil dari berbagai topik. Mulai dari pelajaran sekolah hingga hal yang paling umum.
Babak final akan di lanjutkan sore hari karena ada jeda untuk istirahat, sholat bagi yang beragama islam serta makan siang.
Setelah shalat berjamaah di masjid, ketiganya menuju restoran china yang berada di depan kampus. Mereka duduk di tengah keramaian karena festival bulan mei selalu menaikkan omset para penjual makanan di sekitar kampus. Jumlah pengunjung dan pesanan yang meningkat.
Meri duduk di kursi tengah, karena kursi di pojokan sudah terisi dan hanya menyisakan meja yang kini mereka tempati. Meri memesan makanan untuk kedua pria di hadapannya itu. Ia memesan lumpia sayur untuk menu pembuka. Udang saus bawang putih, pangsit sayur, udang sayur kepiting, mo go gai pan dan salad buah untuk penutup. Untuk minuman ia hanya memesan air mineral karena lehernya sangat kehausan dan kering akibat rasa canggung bertemu suaminya.
Diam-diam, ilham memandangi mata meri yang sangat jernih. Pria yang melihatnya tak perlu membuka cadarnya untuk mengetahui betapa cantik wanita ini.
Di pandang seperti itu membuat meri salah tingkah. Dia semakin menundukkan pandangannya hingga hanya melihat dasi yang di kenakan ilham.
"ibu, uncle fuad tadi datang dan memberiku semangat. Dia sangat buru-buru" ujar junior memecah keheningan.
"uncle fuad? Siapa itu?" tanya ilham merasa tidak nyaman.
"teman ibu.. Di..."
Meri segera memotong ucapan junior. "dia adik dokter imran. Kami akrab karena aku dan dokter imran selalu berdiskusi di rumahnya"
"hei jagoan. Apa kau masih mengingat janjimu pada dadi?" ilham memalingkan pandangannya ke arah junior. Anak itu mendongak menatap wajah ilham yang berada di sampingnya.
"janji?" meri merasa kedua pria di hadapannya itu berbicara melalui tatapan mereka.
Sama sekali tak ada yang mengeluarkan suara lagi tapi kemudian mereka fokus pada meja yang sudah di penuhi makanan.
'apa mereka bicara dengan telepati?' batin meri.
Meri makan dengan perlahan karena menggunakan cadar. Itu tampak sulit di mata ilham tapi meri merasa sangat nyaman dan terbiasa.
Ilham memanggil pelayan dan menanyakan mungkinkah restoran ini menyediakan ruang makan vip. Dan ternyata ada, hanya harganya lumayan mahal. Bukan ilham jika memikirkan masalah harga saat merasa memerlukannya.
"kita pindah" ujar ilham.
Meri dan junior saling melempar pandangan tak mengerti. Junior sudah terbiasa melihat ibunya makan seperti saat ini dan ia tahu ibunya merasa nyaman jadi tak ada masalah menurutnya. Hanya ilham merasa risih melihat meri kesulitan hanya untuk memasukkan sesuap makanan ke mulutnya.
Tak ingin berdebat, meri dan junior mengikuti langkah ilham yang di pimpin oleh pelayan yang menunjukkan ruangannya dan di ikuti para pelayan yang membawa makanan mereka ke ruangan yang baru mereka masuki.
"aku sudah terbiasa, jadi tidak perlu harus menyewa ruangan tertutup" ujar meri saat sudah duduk di kursinya dan pelayan pergi meninggalkan mereka.
"lepas cadarmu dan makanlah dengan santai" ilham menatap meri penuh cinta.
"dadi" panggil junior. Saat ilham melihat ke arahnya, junior memberikan kode ibu jari kepada ilham di bawah meja. Dia seakan mengatakan 'dadi, luar biasa'
Meri tidak melihat hal itu karena ia berada di seberang kedua pria itu. Ilham hanya tersenyum melihat kode pujian dari putranya.