Hari itu salju sudah mulai turun di cambridge sejak meri menginjakkan kakinya di kota itu. Ilham dengan setia menemani meri berjalan mengelilingi pusat perbelanjaan perlengkapan bayi. Dia merasa suasana seperti ini sangat menyenangkan.
"apa menurutmu anak ini laki-laki?" tanya meri saat melihat ilham memasukkan pakaian bayi bermotif mobil.
"aku hanya memilih secara acak. Hasil USG masih bisa salah, lagipula saat terakhir kali kita pergi memeriksakan kandunganmu jenis kelaminnya masih samar karena dia menutupinya. Anak nakal" ilham memegang perut meri yang sudah semakin membesar karena merasa gemas.
"persis seperti ayahnya" goda meri.
"tidak tidak. Itu lebih mirip ibunya" balas ilham.
Meri hanya tersenyum dengan kebahagiaan yang ia rasakan saat bersama ilham. Sejak saat andre mengirimkan surat cerai kepadanya, dia sudah menetapkan tujuannya hidupnya. Anaknya tak akan kekurangan kasih sayang dari seorang ayah dan ibu.
Tak akan dia biarkan anaknya kelak mengalami masalah rumit seperti apa yang dia alami. Mereka harus hidup berbahagia sepanjang waktu karena banyak yang akan mencintai mereka seperti anak mereka sendiri.
Maria hampir tiap hari menelfon untuk menanyakan keadaan kandungan meri. Wanita itu bahkan lebih khawatir saat waktu melahirkan meri semakin dekat.
Dalam keadaan mengandung, meri masih tetap melanjutkan studynya. Dia tidak ingin cita-citanya terbengkalai karena kehamilan. Lagi pula ia sudah bertekad menjadi seorang spesialis bedah saraf agar bisa menjamin kehidupan anaknya kelak.
Bisnis yang di tinggalkan rafa tetap berjalan dengan maria sebagai penanggung jawab. Sedangkan bisnis atas nama meri yang di wariskan oleh andre tetap di kelola oleh meri dengan bantuan ilham. Sebagai istri, meri tetap berusaha mandiri dan tak akan bergantung pada ilham selamanya. Dia hanya membutuhkan bantuan selama masa kehamilannya.
"ilham, apa aku boleh makan di sana?" meri menunjuk sebuah stan penjual makanan pinggir jalan di seberang jalan yang menjajakan jajanan untuk para siswa yang sekolah di sana.
Terlihat para siswa berhamburan berebut membeli jajanan itu, sangat ramai hingga si penjual terlihat kewalahan.
"apa kau masih mengidam?" balas ilham dengan mengajukan pertanyaan.
"tidak, aku hanya merasa tertarik melihat keramaian itu"
"kau tidak boleh makan sembarangan. Setelah kau melahirkan oke" ilham merangkul pinggang meri membawanya menjauh dari tempat itu dan menuju ke mobil.
Di akhir pekan, ilham hanya akan menghabiskan waktunya berkeliling bersama meri. Dan di hari kerja ia sibuk di rumah sakit dan memperhatikan meri yang mulai melakukan beberapa praktik di rumah sakit sebagai mahasiswi kedokteran tingkat dua.
Di sore hari jika meri tidak lembur di rumah sakit, ilham akan membawanya mampir ke kantor andre dan melihat beberapa berkas penting yang harus di selesaikan dan di tanda tangani, sisanya akan ia bawa pulang ke rumah bersama dengan berkas rumah sakit yang menjadi tanggung jawabnya.
Terkadang ilham bahkan terpaksa begadang menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk. Bukan hanya pekerjaannya di rumah sakit dan membantu di kantor lama andre, dia juga tetap memantau perkembangan bisnisnya di paris.
"meri, setelah kuliah mu selesai. Bisakah kita pindah ke paris? Di sana ada bibi grace yang bisa membantu merawat junior kita. Kau juga bisa melanjutkan mengambil spesialis bedah saraf di sana" ajak ilham.
Saat masih hamil meri bahkan kesulitan mengurus kuliah dan dirinya, dia tidak ingin setelah melahirkan meri akan semakin kerepotan. Meri menolak untuk menyewa asisten rumah tangga karena tak ingin di khianati seperti ilham terakhir kali. Anaknya akan menjadi tanggung jawabnya sepenuhnya.
"Mmm, baiklah. Tapi itu masoh beberapa tahun lagi. Apa tidak masalah?"
"tidak sama sekali"
"jangan terlalu mengkhawatirkanku. Maria sudah berjanji akan menjadi pengasuh untuk junior nanti. Dia sepertinya ingin segera aku melahirkan karena tak sabar menggendong bayiku"
Suasana ruang kerja selalu terasa hangat dengan canda tawa dari ilham dan meri. Mereka selalu terlihat kompak di rumah, di kampus, di kantor maupun di tempat lainnya. Ilham seperti bayangan bagi meri yang tak akan teepisahkan.
Mengetahui meri mengidap trauma membuat ilham lebih protektif sejak mengetahui kehamilan meri. Satu kejadian yang membuat ia ingat dengan traumanya akan berakibat fatal pada bayi yang di kandungnya.
Setelah membujuk meri dengan alasan kebaikan junior, mereka akhirnya sepakat untuk mengobati trauma nya. Ilham memilih seorang dokter psikolog terbaik yang bisa ia datangkan. Setiap akhir pekan, meri akan berkonsultasi kepada dokter pribadinya itu.
Agar tak mengganggu kenyamanan meri, ilham memilih dokter wanita agar mereka lebih bebas untuk saling bercerita. Seperti malam itu, ilham masih sibuk dengan pekerjaannya saat dokter jane datang untuk konsultasi rutin meri.
"pergilah, aku akan menyelesaikan pekerjaanku" ilham menatap meri yang tersenyum kemudian menjauh ke tempat dokter jane mununggu.
Dia sangat mengerti dengan tatapan meri yang menginginkan waktu berdua saja bersama dokternya. Ilham biasanya menemani meri berkonsultasi untuk mengetahui perkembangan meri lebih baik. Meri selalu enggan menjelaskan hasil percakapannya bersama dokter jane jika ilham tidak ikut. Karena itu ilham terkadang memaksa untuk ikut bergabung, tapi malam ini ia memutuskan memberi meri waktu berdua dengan dokternya.
"bagaimana perasaanmu minggu ini?" tanya dokter jane memulai percakapan.
"lumayan baik" meri terlihat santai.
"lumayan? Apa itu artinya kau ada keluhan?" sebagai psikolog, tidak hanya pemilihan kata, ekspresi wajah dan gestur tubuh tentu menjadi keahlian jane untuk mengerti makna tersembunyi di balik itu.
"Mmm, Sudah dua malam aku merasa panik dan mengalami mimpi buruk. Tidurku kurang berkualitas karena sering terbangun setiap satu jam tanpa tahu sebabnya"
"apa kau merasa sakit pada bagian tubuhmu?"
"tidak. Fisikku sangat baik. Hanya sedikit cemas dengan proses melahirkan" jawab meri jujur.
"apa dia mengetahuinya?" tanya dokter jane memberi kode ke arah ilham.
"tidak. Dia akan khawatir dan bersikap impulsif jika tahu. Saat ini saja dia selalu over protektif kepada kandunganku. Aku akan kesulitan menanganinya jika sampai dia tahu"
Dokter jane mengerti dengan perkataan meri yang jelas tak ingin ilham memperlakukannya seperti telur rapuh yang hampir menetas. Ia sangat tahu bagaimana ilham begitu menjaga meri agar tetap aman dan nyaman. Sangat lucu melihat meri yang menganggap ilham seperti parasit yang selalu menempel padanya.
"kau beruntung memiliki dia" ujar dokter jane.
Meri berbalik melihat ilham yang masih sibuk dengan berkas-berkas di mejanya. Dia memang merasa beruntung dan bersyukur dengan kehadiran pria itu. Tak ada kata yang bisa ia ucapkan untuk mengutarakan betapa bersyukurnya dia.
Sebagai jawaban meri hanya tersenyum kepada dokternya itu.
"baiklah, sekarang setiap kau terbangun dalam tidurmu catatlah waktunya. Yang harus kau lakukan, pikirkan hal positif dan jangan cemas. Gangguan tidurmu bisa jadi karena kecemasanmu. Saat terbangun, kau boleh mengelus perutmu untuk menenangkan diri dan meminta kekuatan dari bayimu. Keterikatan psikis antara ibu dan anak sangatlah kuat pengaruhnya jadi lakukan saranku. Terakhir, mulailah mengikuti senam ibu hamil dan ajak ilham bersamamu saat berkonsultasi dengan dokter kandungan. Mintalah ilham merekam detak jantung bayimu saat pemeriksaan, itu akan menjadi obat tidur terbaik untukmu saat ini. Anti depresan masih belum di perbolehkan untukmu dan kau juga tidak terlalu memerlukan itu. Apa tidak ada lagi yang ingin kau bicarakan?"
"ku rasa semua yang ingin ku katakan sudah ku tanyakan" jawab meri.
Setelah berbicara santai mengenai keadaan kandungan meri serta bergosip layaknya sahabat wanita, dokter jane akhirnya pamit karena masih ada pertemuan dengan pasiennya yang lain.
Meri baru akan berdiri mengantarnya tapi ilham sudah lebih dulu melihat dokter jane berdiri jadi dia memutuskan akan mengantar dokter jane ke loby.
"bagaimana keadaannya?" tanya ilham.
"kau bertanya sebagai dokter atau sebagai wali pasien?" balas dokter jane setelah melihat wajah tenang ilham.
"sebagai wali pasien"
Ilham tentu tahu jika dia bertanya sebagai dokter, jane tidak akan memberitahu keadaan meri yang sebenarnya, karena itu melanggar etika profesinya. Tapi sebagai wali pasien, ia berhak mendapatkan informasi yang rinci mengenai hasil pemeriksaannya.
"dia hanya mengalami gangguan tidur. Cobalah membuatnya nyaman di sampingmu. Sering-seringlah mengajaknya ke tempat senam ibu hamil, dia membutuhkan support dari orang-orang yang mengalami keadaan serupa dengannya, jika bisa bawalah ibunya kemari atau sodara perempuannya. Itu setidaknya bisa membantu"
"bagaimana dengan post traumatic stress disorder-nya?"
"sudah tidak lagi. Trauma itu sudah hilang setelah dia berhasil melakukan CBT. Dia hanya cemas karena akan segera melahirkan" jawab dokter jane kemudian tersenyum menepuk bahu ilham. "kau calon ayah yang baik. Dan dia calon ibu yang luar biasa"
"terimakasih. Aku akan membantunya mengatasi kecemasannya"
Ilham kembali ke apartemen dan menemukan meri sedang memijat kakinya yang terasa pegal. Tak ada pemandangan yang paling seksi di mata ilham kecuali saat meri mengelus perut besarnya dan tangan lainnya memijat bagian tubuh yang lainnya.
Dia menyukai pemandangan itu, entah sejak kapan tapi saat meri melakukan hal itu ilham hanya akan berdiri dan mengawasinya dari jauh. Saat meri berhenti barulah ia mendelat dan melanjutkan apa yang di lakukannya tadi.
"sejak kapan kau mulai mengalami gangguan tidur?"
Sudah ia tebak, ilham bersikeras mengantar dokter jane turun pasti karena dia ingin menanyakan perkembangannya. Ia pikir ilham akan berpura-pura tidak mengetahuinya dan hanya akan berusaha mengatasinya.
"baru sekitar dua atau tiga malam" jawab meri menatap lembut wajah ilham yang serius menatap kaki yang ia pijat. "apa saja yang dikatakannya?" meri penasaran, apa mungkin dokter jane akan memberitahukan bahwa meri mengatakan ilham orang yang over protektif dan impulsif.
"dia bilang aku calon ayah yang hebat dan kau calon ibu yang kuat"
Meri tersenyum dan mengangguk membalas tatapan ilham "dia sangat benar"
"apa aku seperti itu?" ilham merasa terharu mendengar meri membenarkan sanjungan dokter jane.
"Mmm, kau memang calon ayah yang hebat. Awww" meri meringis memegang perutnya.
"ada apa?" ilham nampak khawatir.
"bukan apa-apa, junior kita beraksi. Sepertinya dia juga setuju dengan ucapanku"