"jadi?" meri masih bertekad untuk mendapatkan izin langsung dari sang suami.
"pergilah bersiap"
Mendengar itu meri melompat gembira dan segera berlari ke kamarnya untuk berganti pakaian. Sudah hampir sepekan ia berada di paris dan baru satu kali ia melangkah keluar rumah dan itupun hanya ke rumah sakit dimana ilham bekerja.
Dia sebenarnya bisa datang ke rumah sakit setiap hari tapi itu terlalu berlebihan karena ia tidak bekerja sebagai dokter di rumah sakit itu. Hal yang paling ia pikirkan adalah ia tidak ingin menjadi istri yang terkesan mengekang suaminya dan mengawasinya selama 24 jam.
Suaminya selalu memberikan kebebasan di tempat kerja walaupun sekarang terkesan dibatasi karena kehamilannya namun ia masih cukup senang karena suaminya itu akan menemaninya di rumah sakitnya kelak.
Mereka akan menjadi rekan yang baik di kemudian hari di tempat kerja, di rumah maupun di lingkungan sosialnya.
Setelah merasa cukup dengan dres panjang menutupi tubuhnya dan dipadukan dengan outer panjang sebetis serta pasmina yang di buat melilit indah menutup kepalanya dan tak lupa masker penutup wajahnya.
Paris adalah negara dengan islam sebagai minoritas. Ia hanya ingin menjaga diri agar tidak terlalu tampil mencolok namun tetap sesuai dengan kesehariannya saat di izmir. Selain itu, penggunaan outer membuatnya terkesan elegan namun tertutup. Pemilihan yang tepat mulai dari pakaian, hijab hingga perpaduan warna yang memadukan warna merah dan hitam.
Ilham melihatnya turun dengan perasaan cinta yang semakin bertambah. Dia selayaknya suami yang jatuh cinta kepada istrinya setiap hari dan semakin terjerembab dalam.
"aku sudah siap" meri berdir di hadapan ilham sambil celingukan mencari keberadaan bibi grace. "apa bibi grace belum siap?" tanya meri.
"dia tidak bersiap. Ayo jalan"
Meri. "..."
"aku sudah ada di rumah. Kita pergi berdua saja" ilham memberi penjelasan atas tatapan bingung istrinya yang semakin imut jika di pandang.
"apa kau yakin akan pergi dengan dandanan ini?" meri melirik suaminya dari atas ke bawah.
Mereka akan pergi berjalan-jalan dan bukan untuk perjalanan dinas. Suaminya saat ini masih menggunakan setelan kemeja dan rompi serta dasi yang menjadi pemanisnya.
Setelah perdebatan terhadap kostum yang akan digunakan ilham, mereka akhirnya pergi dengan keputusan melepas rompi dan menggantinya dengan long jaket.
Di tempat lain, andre kebingungan karena junior tidak kembali ke rumah setelah pulang sekolah. Mereka bahkan mencarinya di sekolah dan sekitarnya namun tidak ada tanda-tanda kehadiran anak kecil itu.
Mereka sudah melaporkan hal ini ke kantor polisi setempat dan meminta bantuan dari ayah angkat junior yang tak lain juga merupakan warga negara amerika yang menikah dengar warga negara turki.
Akan lebih muda menjalin komunikasi dengan seseorang yang mengerti bahasanya. Mereka kembali ke rumah setelah polisi berjanji untuk mencarinya dan menurunkan anggotanya serta bekerja sama dengan kepolisian distrik lain, keamanan bandara, pelabuhan serta perbatasan darat untuk mencegah junior di bawa keluar dari negara turki.
Andre berpikir hilangnya junior tidak ada hubungannya dengan dirinya karena jika itu karena ingin meminta tebusan maka mereka sudah lama menelfonnya. Bahkan jika itu untuk membuat perhitungan dengannya, mereka tetap akan menghubunginya.
Motif dari hilangnya junior seakan menjadi teka teki di benak andre. Clara yang tidak memiliki koneksi di negara tempat mereka saat ini hanya bisa membantu menenangkan andre. Ini jelas kelalaiannya karena terlambat menjemput junior.
"ku rasa kita harus memberitahu meri sekarang" kata clara
"tidak. Dia akan khawatir. Lusa adalah kepulangannya dan kita harus menemukan junior sebelum dia kembali" andre tidak ingin kelalaiannya akan semakin memicu api dan jarak pada hubungannya dan meri.
"tapi dia akan menghubungi kita setiap saat untuk mengetahui kabar junior"
"matikan ponselmu juga ponselku"
Malam semakin larut saat meri terus menekan kontak yang sama di ponselnya namun tak mendapat jawaban. Hanya suara wanita lemah lembut yang terus berulang yang terdengar dari balik telfonnya.
"ada apa?" ilham bertanya karena melihat wajah suram istrinya yang semakin kusut karena terus mendengar suara operator.
"ponsel mereka tidak dapat di hubungi. Aku jadi tidak bisa menghubungi junior" keluh meri dengan nada tertekan.
"mereka mungkin sudah tidur"
"aku sudah mencoba menghubungi saat makan malam dan masih tidak terhubung. Tidak mungkin mereka melupakan makan malamnya dan tertidur begitu saja. Lagi pula, mereka bukannya tidak menjawab tapi ponselnya tidak aktif"
"sudahlah. Kita bisa mencobanya lagi besok. Sekarang tidurlah. Kau pasti lelah karena berjalan berjam-jam" ilham menenangkan istrinya.
"menyebalkan. Mereka pikir aku menelfon untuk mendengar suara mereka. Aku hanya ingin menghubungi putraku dan mereka bersikap seperti ini"
Meri meletakkan ponselnya di meja nakas dan mulai melemparkan tubuhnya ke atas kasur dengan kasar. Ilham sampai harus menariknya dan memeluk istrinya itu agar berhenti menciptakan gelombang di ranjangnya.
Masih dengan perasaan kesal, keduanya tertidur tanpa tahu berapa lama ilham memeluknya hingga wanita itu benar-benar menutup matanya.
Di pagi hari, pemandangan di wajah meri masih sama seperti saat ia tertidur di malam hari. Ia masih gusar karena masih belum bisa menghubungi andre. Bukan andre yang ia khawatirkan tapi ia mengkhawatirkan junior yang mulai tidak ada kabar.
Sejak kecil, ia tidak terbiasa dengan hal seperti ini. Mereka ibarat koin dua sisi yang tidak bisa di pisahkan. Kini ia bahkan tidak bisa mendengar suara dari anak tercintanya itu.
"makanlah dengan benar. Aku akan meminta seseorang untuk mencari ke apartemen andre" ilham memutuskan turun tangan karena tak tahan melihat wajah murung istrinya.
Melihat wajah yang biasanya di penuhi dengan senyum dan tawa kini muram dan gelap bagai tersapu mendung tebal membuat ilham merasa sedih hanya dengan melihatnya. Wanitanya itu adalah wanita periang bahkan di tengah masalah dan kali ini dia benar-benar berubah karena putranya.
Ilham cukup senang melihat bagaimana meri sangat menyayangi anaknya bahkan lebih dari cintanya kepada ilham sendiri. Tapi kekhawatiranpun muncul jika anak mereka lahir akankah meri akan memperlakukan mereka dengan kasih sayang yang sama.
Kedua anak itu memiliki status yang sama tapi terdapat perbedaan yang benar-benar tidak bisa di bantah. Selain junior lahir lebih dulu, perjuangan meri saat melalui masa sulit yang hanya di dampingi junior akan membuat ia memiliki nilai lebih dari adiknya kelak.
Harapannya adalah junior bisa menjaga adiknya dengan baik dan meri bersikap adil kepada keduanya.
Siang hari, ilham berada di rumah sakit dan melakukan rapat untuk pembangunan rumah sakit baru yang akan di khususkan bagi yang kurang mampu. Ide itu muncul setelah sang nyonya direktur mengkritik pedas peraturan rumah sakit yang terlalu arogan terhadap orang miskin.
Karena itulah ia bahkan hampir tidak memiliki waktu untuk bersama dengan istrinya. Ia terlalu fokus pada pembangunan itu dan tidak menginginkan terjadinya penyelewengan dana seperti yang terjadi saat ia berada di izmir.
Laporan keuangan rumah sakit menunjukkan mereka mengalami kerugian dan ini tidak hanya mempengaruhi ilham sebagai direktur, juga ada dewan direksi lain yang merasa di rugikan. Terlebih, lembaga pajak sedang memperhatikan mereka. Pelaporan yang tidak sesuai ini dapat di anggap sebagai tindakan penghindaran pajak yang jelas merupakan tindak kecurangan.
Beruntung, ilham memeriksanya dan menarik seseorang yang bertanggungjawab hingga masalah ini selesai dengan cepat. Ia tidak memiliki banyak waktu untuk mengurus masalah ini karena mereka akan kembali ke izmir esok hari.
Dia bekerja siang malam bagai kuda pacu yang di paksa mencapai finish secepat yang ia bisa. Ia hanya tidak ingin mengingkari ucapannya kepada istrinya dengan menunda kepulangan mereka. Bagaimanapun, ilham sangat tahu cinta seorang ibu terhadap anak lebih besar dari cinta istri kepada suaminya.
"saat aku kembali ke izmir, rumah sakitakan di pimpin oleh asisten pribadiku. Jika terdapat masalah penting dan agenda rapat, kita akan melakukannya dengan video konferensi. Selamat bekerja keras"
Ilham meninggalkan ruang rapat dan kembali ke ruangannya dengan setumpuk dokumen yang masih menunggunya. Ia menerima telfon sesaat setelah ia duduk di kursinya.
"bagaimana?" ilham tidak sabar.
"junior hilang sejak kemarin. Ini sudah hampir 24 jam dan polisi belum menemukan apa-apa"
"bocah itu. Dia mematikan telfonnya karena tidak ingin meri tahu tapi juga tidak memberitahuku" ilham sangat kesal dengan keputusan andre yang ia nilai tidak efisien. "apa ada informasi lain? Dari bandara, pelabuhan atau yang lain?"
"kami mengecek rekaman di bandara dan menemukan bahwa anakmu di bawa oleh tiga orang dari beijing. Saat ini, mereka sepertinya sudah tiba di beijing"
"beijing?" ilham mengerutkan alisnya mendnegar nama kota itu.
"iya. Mereka sepertinya ada hubungan dengan ayahmu"
"cari lokasinya dan kabari aku secepatnya. Jika mereka ingin berurusan denganku maka mereka pasti menghubungiku tapi aku tidak bisa menunggu hingga mereka bicara"
"baiklah"
Ilham masih gusar dengan apa yang baru saja ia ketahui dan memikirkan jalan keluar saat meri sudah berada di bandara menuju beijing setelah mendapat telfon dari orang asing dan mendengar suara junior.
Dia tidak secerdas ilham dalam mengenali suara tapi untuk suara junior ia bahkan bisa mendengarnya bahkan jika junior hanya memanggilnya dalam hati. Dia memutuskan pergi sendiri karena orang tersebut tidak ingin meri membawa siapapun terutama ilham. Dia harus datang sendiri karena ponselnya sudah di sadap dan semua percakapan telfonnya akan di ketahui.
Saat otaknya di rundung kekhawatiran, ia akhirnya ingat mengenai maria dan segera menghubunginya dengan meminjam ponsel petugas bandara.
"cari lokasi dari nomor XXXXX. Aku mau secepat yang kau bisa"
"3 menit" jawab maria penuh percaya diri.
Setelah menunggu empat menit, mari akhirnya mengirim lokasi ponsel orang asing tersebut.
"kau terlambat satu menit" ujar meri.
"itu karena mereka ternyata juga memiliki ahli IT yang menghambat pekerjaanku" kilah maria.
"baiklah. Terimakasih"
"bukan masalah"
Tanpa rasa curiga maria emnutup telfon dan kembali sibuk dengan urusan rumah tangganya. Ia sudah menjadi ibu dari dua anak dan itu cukup merepotkan tanpa pengasuh ataupun pembantu.
Di tempat lain, bibi grace hampir menangis ketakutan karena kemarahan ilham setelah mengetahui istrinya pergi dari rumah dan tidak tahu ia ada di mana saat ini.
"tuan, nyonya terlalu keras kepala. Kami tidak bisa mencegahnya" ujar salah seorang pengawal yang juga menjadi bulan-bulanan kemarahan ilham.
"aku tahu dia keras kepala dan karena itu aku mempekerjakan kalian. Apa kalian bahkan tidak bisa menjaga satu orang wanita?"
BUKK (suara tendangan)
Satu persatu pengaal rumah itu jatuh tersungkur di lantai.
"tuan, nyonya mengetahui ilmu beladiri yang lumayan, kami bahkan tidak bisa melawannya" bantah salah satu yang lainnya dengan wajah lebam akibat pukulan meri saat mereka berusaha menahannya.
"kalian benar-benar sampah. Jumlah kalian banyak dan menahan satu wanitapun kalian tidak bisa" ilham seperti kerasukan setan dengan kemarahannya.
"kami hanya tidak bisa menciderai nyonya dan terlalu berhati-hati untuk menyentuhnya. Tuan, kami benar-benar serba salah jika nyonya sampai terluka kami mungkin tidak akan hidup lagi saat kau kembali"
Mereka jelas masih waras dan ingat bagaimana salah satu pengawal rumah itu berakhir tragis karena menyebabkan gegar otak ringan saat memaksa membawa sang nyonya ke paris. Mereka tidak ingin bernasib sama namun sekarang, sepertinya mati saat itu akan lebih baik daripada meneriman kemarahan sang malaikat maut yang berkolaborasi dengan penjaga neraka.
"cari dia. Jika aku tidak mendengar kabarnya dalam 15 menit, kupastikan kepala kalian tidak akan berada di tempatnya"