webnovel

Gila kerja

"uch, kau menungguku ya?" tanya meri canggung.

Ia berjalan lambat lebih lambat dari pengantin jawa saat melangkah ke pelaminan. Bukan pelaminan, saat ini ia melangkah ke mulut singa jadi mana mungkin ia bergegas.

Langkah perlahannya sudah lebih dari berani karena jika itu orang lain mereka sudah pasti akan lari terbirit-birit.

Sekejam-kejamnya ilham dia masih seorang suami dan se mengerikan apapun wajahnya saat ini, ketampanannya tetap tidak memudar. Tanpa sadar meri melangkah mendekat namun tidak berhenti di hadapannya melainoan melewatinya.

"kau mau kemana?" tanya ilham menahan lengan meri.

"ah, aku. Aku ingin ke kamar untuk mandi" jawab meri asal.

"kamar mandi kita tidak di sana" balas ilham.

Langkah meri awalnya ingin menghampiri ilham yang berada di ruang tamu, tapi jika ia melewatinya maka arahnya saat ini justru ke dapur.

"oh itu, aku lapar. Belum sarapan jadi aku akan makan dulu setelah itu mandi" melihat wajah ilham membuat otaknya berubah dungu hingga alasan yang ia buat benar-benar buruk.

"tuan, mereka sudah bersiap dan akan segera keluar" kata seorang pengawal pribadi ilham.

"ehh, keluar? Siapa? Apa kau benar-benar memecat mereka?"

"menurutmu?" kata ilham

"aku yang salah. Aku yang memaksa, mereka tidak memiliki pilihan lain selain mematuhiku. Salahkan aku saja. Kau ingin marah, marah padaku dan lampiaskan kemarahanmu padaku tapi mereka tidak bersalah" meri hampir menangis saat mengakui kesalahannya.

Tidak sulit bagi ilham memaafkannya, hukumannya mungkin hanya di kurung selama seharian atau paling lama seminggu. Tapi di pecat dengan bayang-bayang menjadi pengangguran tidaklah mudah.

"itu bagus jika kau tahu kesalahanmu. Tapi mereka tetap salah"

"apa kau akan benar-benar memecat mereka? Lalu bagimana denganku? Aku kelelahan dan membutuhkan mereka. Apa kau tidak kasihan pada mereka. Aku tidak akan mengulangi kesalahanku jadi jangan pecat mereka"

"tidak perlu membela mereka"

"Ilham, ini semua karenaku. Aku yang keras kepala. Lagi pula aku terpaksa pergi untuk melakukan operasi darurat. Lihat, aku pulang baik-baik saja" bela meri.

Saat ini ia merasa harus memberikan pembelaan jika tidak ilham hanya akan terus-terusan memaksa memecat pembantunya.

"apa pekerjaanmu lebih penting dari pada perkataanku?" ilham merasa kesal dengan sikap istrinya yang masih tidak mengerti betapa ia khawatir.

"kau sangat penting tapi nyawa orang lain juga penting"

"bagaimana dengan nyawamu?"

"aku baik-baik saja" jawab meri lantang.

"MERI" teriak ilham.

Kesabarannya sudah berada di ujung kukunya menghadapi sikap keras kepala istrinya itu.

Mendengar teriakan itu, meri berdiri diam dengan kulit yang hampir memutih sepucat mayat. Tapi sebenarnya sejak ia pulang, warna itu sudah melekat di wajah dan sekujur tubuhnya.

Itulah yang membuay ilham semakin marah. Jika istrinya kembali dengan wajah cerah dan rona merah di wajahnya, ia tidak akan semarah ini.

Wajah putih pucat di tambah lingkaran hitam di mata meri dan pengakuan bahwa ia baik-baik saja membuat amarahnya semakin memuncak.

"apa?"

"apanya yang baik-baik saja? Wajahmu seputih kertas, lingkaran hitam di matamu lebih buruk dari mata panda, kaki dan tanganmu yang gemetar di tambah perut yang kelaparan. Apanya yang baik-baik saja?" bentak ilham "jika tidak bisa mengalah untukku setidaknya jaga dirimu untuk anak diperutmu"

Perasaan bersalah mulai menyelimuti meri. Perkataan suaminya itu seakan menusuk relung hatinya hingga sakitnya tak tertahan.

"maafkan aku. Aku tidak baik-baik saja. Kepalaku mulai pusing" meri menghambur ke pelukan suaminya dengan tangis yang sudah mulai tumpah.

"kenapa lama sekali mengucapkan satu kata itu"

Ilham dengan sigap memapah meri masuk ke dalam kamar dan membaringkannya dengan hati-hati seakan ia sedang membaringkan seorang bayi yang baru lahir.

Sejak awal, ilham hanyaenunggu permohonan maaf dan pengakuan atas kesalahan yang dilakukan meri. Bahkan jika ia mengulangi kesalahan ini, ia masih akan memakluminya karena ini berkaitan dengan etika profesinya.

Tapi ia tidak ingin mengambil resiko dengan membiarkan istrinya yang sedang hamil muda melakukan tugas berat. Setidaknya sampai kandungannya benar-benar stabil.

"aku Benar-benar minta maaf" ujar meri berurai air mata.

Tangan kekar itu dengan lembut mengusap setiap air mata yang mengalir dari sudut mata istrinya. "aku hanya mengkhawatirkan kesehatanmu dan kandunganmu. Beristirahatlah"

"kau belum memaafkanku" kata meri menahan tangan ilham yang hendak berdiri.

"istriku luar biasa, pulang ke rumah setelah menyelamatkan nyawa orang lain. Bukankah seharusnya aku memujinya?" goda ilham.

"apa kau menyindirku"

Ilham tersenyum manis, "tentu tidak. Kau memang luar biasa. Tapi lain kali jika itu operasi yang memakan waktu lama, serahkan pada rekanmu. Atau rekomendasikan aku pada direkturmu. Mereka tidak akan menolakku"

"baiklah pak prof" balas meri. "ehem, aku lapar" keluh meri karena ilham mendengar suara perutnya. Wajah pucatnya seketika menunjukkan rona merah karena malu.

"aku akan meminta sarapanmu di antar kemari. Berbaringlah dan jangan membuatku khawatir lagi"

"bagaimana dengan mereka?" meri ingin memastikan seluruh asistennya tidak di pecat.

"mereka ada di belakang" jawab ilham singkat

Sebenarnya ilham bukan ingin memecat mereka, yang di maksud oleh salah satu asistennya tadi adalah bahwa para asisten pria sudah siap untuk keluar karena nyonya besar sudah kembali. Mereka melakukan pergantian shift seperti ide meru sebelumnya.

Sebagai suami, ilham lebih dari sekedang memanjakannya. Ia benar-benar memuja istrinya itu. Kemarahannya bukan tanpa alasan, itu karena kekhawatiran di tambah melihat kondisi fisik istrinya yang drop saat pulang dan masih bersikeras bahwa ia baik-baik saja.

Berbohong setidaknya juga perlu kecerdasan tapi meri sama sekali tidak memikirkan hal itu.

Di tempat lain, andre sedang menemani clara berbelanja di pusat perbelanjaan tengah kota izmir. Wanita memang paling senang jika di ajak berbelanja.

Tapi sebelum itu, clara juga sudah mencoba menelfon meri untuk meminta maaf tapi ponselnya sedang di pegang oleh perawat yang mengatakan ia masih di ruang operasi.

Padahal jika di logikakan, saat mengatai meri wanita itu tidak bisa mendengarnya. Andre terus menerus mendesak agar ia meminta maaf kepada meri jadi ia tidak punya pilihan lain selain mengikutinya.

"andre, apa menurutmu junior akan menyukaiku?"

"tidak mudah tapi juga bukan tidak mungkin" jawab andre.

Sikap keras kepala meri turun kepada junior jadi sebagai ayah andre sudah tahu semua ini tidak akan mudah. Mereka setidaknya harus mencoba sebelum menyerah.

Jika sampai akhir junior tidak bisa akrab dengan clara maka andre juga tidak akan memaksakannya. Dimanapun junior, selama anaknya itu bahagia dan ia bisa tetap mengunjunginya setiap saat maka tidak akan jadi masalah baginya.

"bagaimana dengan meri? Dia terlihat tidak menyukaiku" keluh clara.

"kau menempel pada suaminya dan berusaha mendekati anaknya, wanita mana yang akan menyukainya?" jawab andre seperti biasa.

"aku pebih dulu mengenal kak ilham daripada dia jadi wajar saja jika aku menempel padanya"

"kalau begitu kau tidak bisa mendelati junior karena meri yang melahirkannya"

Clara "..."

Andre hanya bisa menghela nafas panjang dengan pemikiran wanita di hadapannya ini. Dia terlalu menurunkan standar wanitanya dengan memilih clara sebagai calon ibu pengganti meri. Nyatanya wanita ini bahkan tidak bisa mencapai setengah dari otak meri.

Sikapnya masih terlalu kekanak-kanakan. Meri sering melakukan hal yang sama tapi sikapnya tetap terjaga. IQ nya hanya akan terjun bebas saat berada dalam kondisi antara marah dan cemburu. Tapi EQ nya tetap bertahan baik pada kondisi itu.

"pemikiranmu hebat tapi aku cukup yakin mantanmu itu tidak sehebat dirimu"

"aku tidak berpikir seperti itu. Apa kau pikir kakakku akan tergila-gila pada wanita biasa hingga rela menunggu wanita itu bertahun-tahun? Dia lebih dari yang terlihat"

"kau terlalu memujinya. Dia berpendidikan tinggi, oke aku akui itu. Tapi dalam bidang bisnis, dia tidak ada apa-apanya. Manusia hanya akan unggul pada satu bidang saja, jadi bisa di bilang antara aku dan dia satu sama"

"apa kau sudah mendengar mengenai perusahaan majalah dan simpan pinjam terbaik di cambridge?"

"Mmm, itu perusahaan dengan keuntungan terbesar beberapa tahun ini"

"itu milik meri. Pikirkan jika perusahaan itu bisa berkembang sepesat itu tanpa harus meri ada di sana dan hanya memantau dari jauh. Renungkan betapa hebatnya ia sebagai pemimpin. Di tambah lagi semua keuntungan setelah pembagian, tidak satu dolarpun yang masuk ke rekening pribadinya tapi justru masuk pada yayasan medis di seluruh daratan amerika"

"mana mungkin. Apa dia gila menyumbangkan seluruh miliknya?" protes clara.

"bukan gila, ia dermawan. Sepadan dengan ilham yang juga menghamburlan uang untuk membangun desa penyembuhan. Uang benar adalah mereka tidak gila harta tapi gila kerja"

Maaf, author ketiduran semalam.

siti_darmawati8creators' thoughts