webnovel

Emosional

"apa yang kau pikirkan?" meri bertanya kepada andre yang terlihat melamun dengan pandangan kosong.

Seakan otaknya sudah berhasil di cuci oleh adiknya, meri merasa ada yang berbeda dengan suaminya sepanjang hari mereka bersama. Dia memeluk suaminya itu dari belakang dengan melingkarkan tangannya di pinggang andre dan menyandarkan pipinya di punggung pria itu.

Tangan kekar dan lembut itu menutupi punggung tangan meri yang kini berada di perut suaminya itu. Begitu hangat hingga menembus hati dan pikiran meri.

"aku hanya berpikir dunia ini terlalu sempit untuk kita" jawab andre masih menatap kelamnya malam.

Dengan IQ nya yang tinggi, meri dapat menangkap maksud tersembunyi dari perkataan andre. Tak ingin menambah masalah di antara hubungan mereka, meri memutuskan berbalik melepaskan pelukannya dan berbaring di kasur.

Hari-hari yang ia lalui terlalu berat, pikiran dan perasaannya baru saja merasa santai dan ia tak ingin menerima masalah apapun saat ini. Dia hanya ingin hidup tenang tanpa gangguan ataupun masalah. Rasanya tak akan sanggup saat ia harus menerima masalah berhubungan dengan kecurigaan adik-adiknya itu.

Dia ingin tidur dan melewati malam ini tanpa pikiran buruk itu lagi. Jika kemudian hari dia memgetahuinya, ia akan menghadapinya tapi untuk saat ini, perasaannya tak akan sanggup menerima kenyataan jika sampai kecurigaannya adalah fakta.

Andre menatap punggung istrinya yang sudah berbaring di kasur. Setelah melewati malam tanpa meri, akhirnya dia bisa melihat wanitanya itu berada di sisinya lagi saat ia memejamkan mata.

Perlahan suara langkah andre semakin mendekat dan sebuah pelukan menerobos pinggangnya. Begitu intim, meri enggan membalikkan tubuhnya. Sebuah kecupan mendarat di lehernya, menyebarkan sensasi dingin yang membuat bulu kuduknya merinding.

Mereka sudah seharian menahan diri, tapi kali ini meri merasa tidak nyaman dengan pikirannya, jadi dia menolak melakukannya.

"andre, aku terlalu lelah seharian ini. Bisakah kita menundanya"

"baiklah, tapi berbaliklah. Setidaknya biarkan aku melihatmu"

Meri dengan sungkan berbalik menatap suaminya yang tersenyum membalas tatapannya. Dia mencium lembut bibir dan kening meri kemudian menariknya dalam pelukannya. Meri menerima perlakuan manis suaminya itu.

"jika kau ingin meragukan sesuatu, bertanyalah padaku terlebih dahulu. Kau mengerti?" andre selalu memberi nasehat kepada meri saat melihat wanitanya itu sedang terpuruk atau dalam kondisi tidak nyaman seperti saat ini.

"Mmm"

"katakan kau mengerti atau tidak" pinta andre.

"andre aku hanya ingi tidur saat ini. Kita bicara besok saja, oke"

"baiklah. Tidurlah"

Andre mengalah karena mengetahui sikap keras kepala meri. Saat dia mengatakan besok maka itu hanya akan terjadi besok.

Merasakan meri yang gelisah di pelukannya, andre melongkarkan sedikit kemudian membelai punggung wanitanya itu dengan lembut hingga meri benar-benar tertidur.

Andre mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan kepada seseorang kemudian terlelap bersama dengan istri tercintanya.

Keesokan harinya, meri bangun sesuai jadwal. Dia segera mandi dan bersiap menuju bandara. Tak ketinggalan, meri juga membangunkan andre karena mereka harus segera ke bandara untuk penerbangan pertama.

"kau terlalu cepat bersiap-siap" ujar andre sambil mengusap wajahnya yang kusut.

"ini sudah hampir pukul enam, apa kau berencana ketinggalan pesawat?"

"aku sudah mengganti jadwal keberangkatan menjadi pukul 7 malam"

Terkejut dengan perkataan suaminya itu, meri hanya bisa berdiri mematung menatap andre yang masih berbaring di ranjang. Jika kalimat itu ia dengar sebelum dedi dan dani mengungkapkan rasa tidak suka merela kepada andre, ia pasti akan melompat kegirangan. Tapi saat mendengar perkataan andre, meri justru merasa tidak senang dan begitu emosional.

"mengapa kau mengubah jadwal tanpa menanyakannya terlebih dahulu padaku?" dengan wajah marah dan nada yang tidak ramah, meri akhirnya mengeluarkan isi hatinya.

"aku tidak sempat memberi tahumu karena kau selalu bersama keluargamu" andre duduk di kasur melihat kemarahan di wajah istrinya. "aku pikir kau akan menyukainya karena dengan begitu kau masih memiliki waktu bersama keluarga mu"

'dia berkata jujur atau bohong ekspresinya sama saja' batin meri.

"andre, aku tidak suka sikapmu yang seperti ini. Kau selalu memutuskan segalanya sendiri tanpa mempertimbangkan pendapatku. Apa aku hanya pajangan di sampingmu"

Ucapan meri yang pedas dan begitu dalam membuat andre terkejut dengan respon istrinya itu. Dia menatap wajah meri dan menemukan sesuatu yang aneh. Ini pertama kalinya meri memberi pandangan menuduh kepadanya.

Dia berdiri menghampiri meri yang sudah memegang mantel dan kopernya.

"meri, ada apa denganmu? Tidak biasanya emosi mu seperti ini" tatapan mereka terkunci.

Meri tak menghindari tatapan andre sama sekali, ia bahkan tak berkedip sekalipun.

"kau boleh berangkat malam nanti, aku akan berangkat sekarang" ujar meri

"sayang, jika kau ingin berangkat pagi kita hanya tinggal meminta perubahan jadwal, tidak perlu semarah ini oke"

"aku tunggu lima belas menit di bawah" setelah mengucapkan itu, meri berbalik menuju lantai bawah untuk membangunkan ibunya.

Ibu meri sudah lebih dulu bangun dan menyiapkan sarapan sejak subuh karena tahu jadwal penerbangan meri pukul 7.

Dengan wajah yang masih kesal, meri menghampiri dan memeluk ibunya dari belakang.

"heh, ada apa?" heran dengan meri yang tiba-tiba memeluknya dari belakang.

"ibu, jika nanti aku lelah menghadapi masalah dalam hidupku. Bisakah ibu menerimaku dengan semua kesalahanku"

"kau ini bicara apa"

Ibu meri berbalik untuk melihat wajah putrinya itu dan melihat cahaya suram dan tertekan di matanya.

"meri, apa terjadi sesuatu?"

"tidak bu, aku hanya berat meninggalkanmu lagi. Aku pasti akan sangat merindukanmu"

"ibu juga"

Mereka berjalan ke meja makan dan sudah ada rido di sana. Meri menatap kamar randy, lampunya belum menyala itu artinya dia belum bangun.

"apa dia tidak tahu aku akan pergi" meri memggerutu melihat kakaknya yang juga berubah dan mulai acuh hingga lupa dengan jadwal keberangkatannya.

"kakakmu kelelahan" bela ibu meri.

"dia begitu karena sudah ada kakak ipar jadi dia melupakanku. Kak rido, jangan pernah berubah sepertinya atau aku tidak akan mengajakmu balapan lagi. Megan itu sama sekali tidak tahu balapan. Dia bukan wanita yang humoris, cantik menurutku itu relatif tapi bagiku dia standar. Dari penampilan dan cara bicaranya, dia bukan gadis terpelajar lalu mengapa kau menyukainya?"

Andre sudah bergabung dengan mereka saat meri menyinggung masalah megan. Meri melakukan itu bukan tanpa sengaja, dia ingin melihat perubahan ekspresi pada andre saat nama megan di sebut. Sesuai dugaan, wajah andre berubah tegang. Sepintar apapun dia menyembunyikan ekspresinya, dia tetap tak sepintar si muka balok es ilham. Jadi cukup mudah membaca ekspresinya.

"semua yang kau katakan benar, tapi yang terakhir salah. Dia juga kuliah di california"

"benarkah? Aku terkejut mendengarnya"

Bukan pura-pura, meri benar-benar terkejut mendengar gadis itu ternyata kuliah di luar negeri. Tapi di california, apa mungkin dia satu kampus dengan andre yang juga kuliah di negara yang sama. Meri kembali merasakan hal yang rumit terjadi di otaknya.

"Mmm, dia seorang jurnalis. Dia kembali ke Indonesia karena menerima tawaran pekerjaan dari salah satu TV swasta di sini yang lumayan besar"

"kau harus memerhatikannya. Dia sepertinya wanita yang rumit" meri terus memperhatikan andre dari ekor matanya.

Hanya untuk memastikan ada apa di antara mereka. Tapi ibu meri kemudian menegur mereka karena sudah hampir terlambat.

Setelah sarapan selesai, meri berlari ke kamar dani dan dedi, membangunkan kedua adiknya itu untuk berpamitan. Dia kemudian mengetik kamar randy dan mendapati wajah kusut kakak iparnya. Setelah berpamitan, ia masuk ke kamar ayahnya. Memeluk pria itu dan menciumnya. Ayah meri juga melakukan hal yang sama.

"jaga dirimu" ujar ayah meri saat mereka sudah berada di depan pintu rumah.

"ayah juga jaga kesehatan. Ibu juga jangan lupa untuk cek kesehatan ibu dan ayah tugasmu adalah mengingatkan ibu untuk program diet"

"ibu mu tidak perlu diet, dia sudah cantik seperti ini" bela ayah meri.

"tidak tidak. Aku tahu ayah akan mengatakan itu tapi ini untuk kesehatan ibu"

"baiklah kalau begitu" mereka saling berpelukan untuk terakhir kali sebelum meri kembali ke Amerika.

Meri dan andre di antar oleh rido karena mereka harus buru-buru ke bandara jika tidak, mereka akan terlambat.

Di tengah jalan, megan berdiri sambil melambaikan tangannya. Mobil yang di kendarai rido berhenti tepat beberapa senti dari tempat wanita itu berdiri.

"apa dia sudah gila" bentak meri melihat megan uang berada di depan mobilnya.

Rido keluar dan membawa megan masuk ke kursi penumpang depan.

"maaf, aku terlambat ke rumah kalian jadi aku memutuskan menunggu di sini"

Meri enggan untuk menanggapi, hanya terdengar percakapan antara meri dan rido dari dalam mobil. Andre hanya sesekali menyela saat meri menyebut namanya. Tapi untuk megan, meri sama sekali tidak berharap wanita itu bicara.

Rasa dongkol di hatinya akan memuncak jika sampai wanita itu berbicara kepada andre atau dirinya.

Entah karena segan kepada rido atau malj kepada megan, andre sedikit menjaga jarak dengan meri. Meri tak ingin terlalu menanggapi hal sepele seperti itu. Dia tidak berada dalam satu mobilpun saat ini meri sama sekali tak keberatan. Doa sangat benci dengan pemandangan megan yang diam-diam memandang andre melalui spion mobil.

Merasa tidak nyaman, meri mengambil kaca mata hitamnya dan memandang ke jalan raya tanpa melirik ke megan atau pun andre. Dia sudah muak melihat wanita yang di puja kakaknya justru melirik suaminya. 'menjijikkan' batin meri.