Mereka sarapan bersama dengan hidangan ala perancis. Meri tidak merasa harus pilih-pilih dalam hal makanan karena ia terlahir di indonesia dan besar di amerika maka lidahnya cukup mudah beradaptasi. Satu-satunya penghambat pola makannya saat ini adalah kehamilannya.
Beruntung, di rumah mereka tidak hanya ada koki sebagai juru masak tapi juga seorang ahli gizi. Ilham baru mempekerjakannya saat rencananya untuk kembali ke paris bersama dengan istrinya. Menilai kondisi kehamilan yang terkadang membuat seorang ibu hamil menjadi moody, ia akhirnya mempekerjakan sang ahli gizi.
Tidak hanya makanan tersebut harus enak dan sesuai selera makan istrinya, itu juga harus sesuai dengan standar bagi ibu hamil yang memerlukan gizi yang baik untuk pertumbuhan sang janin. Untuk hal seperti ini, ilham tidak pernah mainmain.
Kehamilan meri adalah sesuatu yang ia harapkan dan tidak boleh terjadi kesalahan sekecil apapun yang akan berakibat fatal pada bayinya maupun meri. Kesehatan, keselamatan dan kenyamanan keduanya adalah prioritasnya saat ini.
Namun, meri merasakan hal yang bertimbang terbalik. Sejak kedatangannya di paris, suaminya terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga sulit meluangkan waktunya berdua. Jika ia mau, meri bisa dengan mudah mengunjunginya saat bekerja di rumah sakit atau di kantor yang lain tapi dia bukanlah tipe istri yang akan mengganggu suaminya dengan alasan kehamilan.
Siang itu seperti biasanya ilham sibuk dengan urusannya di rumah sakit dan meri hanya berdiam diri di rumah, nonton, membaca, makan dan tidur atau sekedar bercerita bersama dengan bibi grace.
"bibi grace, bawa aku berkeliling. Lusa aku akan kembali ke turki dan tidak tahu kapan akan kembali ke sini lagi. Bisakah kita berjalan berdua" pinta meri dengan wajah memelas.
Saat ini ia tidak mengenakan cadarnya bahkan pakaiannya terhitung terbuka memamerkan kulit lengannya yang seindah batu giok. Itu tidak lepas dari perhatian sang suami yang juga melakukan pengaturan pada asisten rumah tangga, koki serta pengawalnya yang berjenis kelamin pria.
Saat meri berada di rumah dan di ruangan tertentu, semua pria itu akan tersingkir ke luar rumah berjaga dan koki akan memasan di paviliun yang berada di belakang rumah. Hanya koki wanita yang akan membawa makanan itu ke dalam rumah.
Tujuannya agar meri tidak perlu kerepotan dengan berdandan seperti ia akan melakukan perjalanan jauh. Ilham tidak ingin istrinya itu merasa bahwa ia saat ini berada di rumah orang lain dan terkekang. Kebebasannya harus tetap di jaga seperti saat ia berada di izmir. Setidaknya itulah cara ilham agar istrinya itu merasa betah di rumah.
"itu ide bagus. Tapi sebaiknya nyonya memberitahu tuan terlebih dahulu" jawab bibi grace.
Dia sudah cukup belajar dari pengalaman saat pertama kali membawa meri keluar rumah tanpa izin tuannya alhasil mendapatkan kemarahan yang mengerikan dari sang tuan. Sudah cukup beruntung saat itu mereka di perintahkan menginap dihotel dan saat masalah muncul ia sudah tidak berada di tempat.
Melihat bagaimana kelamnya wajah sang tuan saat kembali tanpa nona meri d sampingnya saat itu, kali ini jika terjadi sesuatu ia tidak hanya akan mendapat kemarahan. Membayangkan hal itu, ia merasa bulu kuduknya bergidik ngeri.
"dia saat ini sedang sibuk. Tidak masalah kita pergi saja, aku akan mengiriminya pesan teks bagaimana?" meri masih merayu dan tak ingin terkesan memaksakan diri.
"Nyonya, anda tidak tahu betapa marah tuan jika terjadi sesuatu pada anda di luar rumah. Tolong jangan membuat kesulitan untuk kami" bibi grace memohon dengan rasa takut tergambar jelas di wajahnya.
Jika meri masih berusia remaja yang beranjak dewasa ia mungkin tidak akan mengerti dengan hal itu. Usianya sudah matang begitu pula dengan pemikirannya. Dia tidak ingin apa yang terjadi di izmir terulang di paris.
Sudah cukup merasa bersalah melihat seseorang mendapat masalah karena dirinya tapi ilham tidak akan cukup dengan hal itu. Dia masih akan menghukum atau bahkan memecatnya. Bibi grace adalah asisten kepala di rumah itu serta kedekatan mereka membuat meri tidak akan memaksanya.
Tak ada pilihan, meri hanya mengangguk kemudian menulis pesan teks untuk ilham. Tidak panjang ataupun bertele-tele. Hanya dua kata yang tercetak dengan huruf kapital seakan mengisyaratkan sesuatu yang urgen.
"PULANG SEKARANG"
Di tempat lain melihat dua kata itu terpempang di layar ponselnya, ilham segera mengakhiri rapat dan pergi tanpa memberi penjelasan apapun. Saat seperti ini adalah tugas asistennya.
"hari ini prof ilham sedang tidak enak badan jadi dia memutuskan untuk kembali ke rumah. Kita akan melanjutkannya besok" ujar asisten ilham.
Seisi ruangan penuh dengan desahan nafas panjang seakan tidak rela jika rapat berakhir tanpa ada kesimpulan tapi itulah cara kerja sang direktur. Ia akan datang saat ia mau dan akan pergi jika di ingin. Tak ada seorangpun yang berani untuk membantah perkataannya atau keberatan dengan sikapnya.
Perjalanan yang tadinya memakan waktu 30 menit terpangkas 10 menit berkat dua kata yang di kirimkan sang istri.
Meri sangat jarang mengiriminya pesan singkat bahkan sesingkat ini. Mereka bahkan hanya beberapa kali berbicara melalui telfon. Apa yang membuatnya seperti kebakaran janggut adalah tulisan itu di cetak denganhurup kapital.
Dengan melihat tulisan itu, ilham seperti merasa meri berteriak kepadanya dan memintanya untuk pulang secepat yang ia bisa dan itulah yang saat ini sedang ia lakukan.
Masih dengan perasaan gelisah, nafas yang terengah-engah dan detak jantung yang berlomba setelah lari dari depan rumah hingga ke dalam ilham mencari dimana gerangan sang pengirim pesan itu berada.
"Bibi grace" ilham berteriak memanggil sang asisten kepala.
"Iya tuan"
Mendengar teriakan sang penjaga gunung es di kutub itu, bibi grace tidak sempat bernafas hingga ia menjawabnya dengan tergesa-gesa pula.
"dimana meri?" tanya ilham yang masih berdiri di atas tangga setelah melihat kekosongan di dalam kamarnya dan kamar meri.
"Nyonya ada di taman belakang"
Dengan langkah cepat, ilham berlari ke tempat yang di katakan bibi grace dan melewati wanita tua itu secepat kilat.
Dengan otak yang lumayan mumpuni, bibi grace bisa menebak bahwa apa yang terjadi saat ini pasti ada kaitannya dengan penolakannya tadi. Betapa besar cinta yang tuan terhadap sang nyonya, bahkan pegawai baru di rumah itu dapat mengetahuinya dalam satu kali pandang. Lalu bagaimana mungkin bibi grace yang sudah menemani ilham selama satu dekade buta dengan hal sepenting dan seumum itu.
Bahkan jika tuannya melompat dari lantai dua ke bawah karena sang nyonya memanggilnya, ia masih akan mengatakan hal itu wajar. Pria itu bahkan rela memasang badan melindungi istrinya bahkan jika nyawa taruhannya ia masih akan yakin 100 persen untuk tetap melakukannya.
Bibi grace hanya bisa tersenyum menyaksikan sang tuan yang dingin dengan sikap tegas cenderung keras kini menjadi besi lunak di hadapan istrinya.
"apa terjadi sesuatu?" tanya ilham dengan bahu yang naik turun dengan cepat karena berusaha mengatur pernafasannya.
"aku bosan di rumah" keluh meri.
"bosan?" ilham berusaha menata jiwa dan raganya agar tidak terbang dengan alasan yang membuat ia bergerak seperti hantu yang dapat berteleportasi ke tempat lain dalam waktu singkat.
"Mmm, kau selalu saja sibuk dengan urusanmu tapi bukan itu masalahnya" kata meri
"lalu apa masalahnya?"
"aku tidak memiliki teman untuk keluar menikmati alam bebas dan pemandangan paris. Bibi grace, nanny dan yang lain tidak akan menemaniku kalau tidak mendengar izin darimu. Bisakah kau meminta mereka untuk menemaniku berjalan-jalan hari ini?" meri dengan cahaya mata anjing di tambah wajah memelas dan genggaman tangan di lengan suaminya merupakan hal yang manjur saat menginginkan sesuatu.
Sejak awal dengan sebagian ingatannya, meri dapat membedakan bagaimana andre berusaha membahagiakannya dengan memberi kebebasan dan ilham memberinya kebahagiaan dengan terus menjaganya.
Dia pria yang memiliki aturan ketat bahkan kepada istrinya tapi ia juga akan bersikap loyal jika itu memang di perlukan. Sebagai suami yang mengetahui betapa sulit kehidupan istrinya di masalalu, ia hanya ingin membuka semua kemudahan dan menutup semua jalan masalah yang memungkinkan untuk menyulitkan kehidupan keluarganya dan yang terpenting jika itu adalah kehidupan istrinya.
"kau bisa menelfonku dan meminta aku berbicara dengan bibi grace" ilham merebahkan tubuhnya di samping meri.
"apa itu berarti kau mengizinkanku keluar bersama bibi grace?"
"Aku merasa saat ini menghadapi anak remaja. Berapa usiamu?"
Meri mengatakan segala hal seperti ia sedang berbicara kepada ayahnya untuk meminta di belikan mainan. Mulai dari nada suaranya yang memohon, wajah yang di buat imut serta sikap seperti anak kecil yang menggoyang lengan ibunya saat meminta sesuatu.
"kau lebih tua dariku"
"baiklah biar ku lihat" ilham menangkup wajah istrinya seperti memegang bongkahan berlian dan menatapnya dengan kagum dan senyum cantik di bibirnya. "ah benar, ini istriku"
Meri "..." terdiam tak mengerti dengan apa yang di katakan suaminya.
"aku pikir putriku sudah lahir dan memiliki wajah seperti ibunya dan sekarang sedang meminta ayahnya untuk mengajaknya jalan-jalan"