"Cepat katakan apa maumu!" Rudi berkata dengan kesal sambil memandang wajah Renessa.
"Aku ingin tahu di mana makam ibu?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Renessa. Sebenarnya bukan itu hal pertama yang ingin dikatakannya namun karena gugup, ia melontarkan pertanyaan itu tanpa sadar.
Rudi menatapnya dengan kesal, "Ini yang kau maksud dengan perbincangan mengenai warisanmu?"
"Jika kau mengatakan padaku di mana makam ibuku, aku akan memberimu jatah uang bulanan yang cukup," Renessa berkata dengan percaya diri walaupun jantungnya berdengup kencang sekarang.
"Omong kosong apa ini!? Jatah bulanan? Apa maksudmu?!" perkataan Rudi menjadi semakin dingin dengan setiap kata yang meluncur dari mulutnya dan tiba tiba ia tersentak akan sesuatu. Rudi dengan cepat membuka laptopnya dan mulai mengetikan sesuatu di sana.
Renessa menghela napas pelan melihat reaksi ayahnya. Sepertinya ayahnya cukup pintar untuk memahami apa yang ingin disampaikannya hanya dari kalimat tersebut. Renessa menatap wajah Rudi yang menjadi gelisah mengetik sesuatu di dalam laptopnya. Setelah beberapa saat wajahnya yang terlihat membaca sesuatu dari laptop berubah suram.
Tubuh Renessa menjadi sedikit kaku ketika Rudi dengan tiba-tiba menyapu semua benda yang berada di atas meja ke lantai. Semua benda yang terbuat dari kaca hancur berantakan. Laptop yang berada di depan pria itu sekarang tergolek dengan layar yang dipenuhi retakan di sudut ruangan.
"Perempuan sialan! Berani-beraninya kau melakukan hal ini padaku! Sudah berani menjadi anak durhaka kau sekarang?" Suara Rudi mengelegar memecah keheninggan. Renessa merasa bulu kuduknya berdiri ketika ia menemukan Rudi sedang menatapnya dengan mata merah yang dipenuhi dengan keinginan untuk membunuhnya.
Tubuh Renessa membatu seluruh aliran darah di tubuhnya berdesir. Ia ingin berlari dari tempat itu, tapi ia tahu ia hanya akan terjatuh setelah beberapa langkah karena kakinya terlalu lemah. Yang bisa dilakukannya saat ini hanya berpura-pura tegar agar ayahnya tahu ia tidak memiliki kendali atas dirinya.
Rudi menutup matanya untuk beberapa saat dan menenangkan dirinya. Ia benar-benar tidak tahu bahwa anak terkutuk dari istri yang dibencinya berani menusuknya dari belakang.
Semuanya masih baik-baik saja kemarin. Tidak ada yang salah. Namun ia kemudian menemukan surat dari pengacarannya dua hari yang lalu. Saat itu ia terlalu sibuk. Ia baru membukanya ketika Mary muncul dan mengalihkan perhatiannya. Setelahnya ia benar-benar melupakan surat itu.
Ia baru mengingat surat itu ketika mendengar perkataan Renessa. Surat dari pengacaranya mengatakan bahwa seluruh rekening keuangannya akan diperiksa dan mulai saat ini ia harus melaporkan pada anaknya sendiri jika ia ingin membuat pengeluaran besar dari rekening Claudia.
Rudi tidak bisa mempercayai matanya sendiri ketika membaca kalimat tersebut. Melaporkan aktivitas keuangannya pada ANAKNYA SENDIRI.
Rudi terpaku beberapa detik sebelum merasakan luapan emosi yang meminta untuk dimuntahkan saat itu juga.
Harga dirinya sebagai kepala rumah tangga dan CEO perusahaan Santoso benar-benar tergilas habis.
Pesan dari pengacaranya itu benar-benar menjatuhkan martabatnya di rumah itu sebagai seorang kepala rumah tangga. Lelucon macam apa ini! Ia tidak pernah tahu hal seperti ini dapat terjadi. Ia tidak tahu seorang anak dapat mengatur masalah keuangan ayahnya ketika ia masih bisa melakukan segala sesuatunya dengan baik.
Amarahnya terbakar saat ia mendapati Renessa sedang menatapnya dengan tenang. Gadis ini benar-benar terlihat seperti jelmaan ibunya yang datang dari neraka hanya untuk membuatnya sengsara. Penyihir yang membuat hubungannya harus kandas dengan Laura dulu.
Kebencian di mata Rudi semakin membara ketika kilasan kejadian di masa lalu kembali muncul di permukaan ingatannya. Semuanya berawal dari pertemuannya dengan Claudia dua puluh tahun yang lalu.
Karena kebodohan dan kesembronohannya, ia melakukan hubungan satu malam dengan gadis yang terlihat polos yang ditemuinya di bar langgananya. Ia pikir wanita itu adalah seorang kupu-kupu malam yang sedang mencari mangsa. Rudi yang sudah berada di bawah pengaruh alkohol merasa tertantang ketika melihat tingkah polos wanita itu.
Ia mendekati wanita itu dan mulai meggodanya.
Wanita itu tidak mengusir atau menolak Rudi. Ia membiarkan Rudi mendekatinya dan ketika Rudi akhirnya menawarinya untuk keluar dari sana, wanita itu mengangguk.
Rudi cukup terkejut saat menemukan bahwa gadis itu masih perawan. Ia menduga kepolosan wanita itu hanyalah akal bulus untuk mengaet pelanggan. Ia memperlakukan gadis itu dengan lembut dan setelah gadis itu membiasakan diri dengan ukurannya, ia mulau bergerak dengan liar. Wanita itu cantik dan polos, namun pikiran Rudi hanya dipenuhi dengan wajah Laura, kekasihnya.
Rudi meniduri gadis itu karena ia sudah satu minggu belum bertemu dengan Laura dan ingin melampiaskan kekesalannya. Mereka sedang berkelahi saat itu, Laura ingin Rudi menikahinya, namun Rudi masih ragu karena ia belum mendapatkan posisi tetap di perusahaan tempatnya bekerja.
Bukannya ia tidak mencintai Laura, ia sangat mencintai wanita itu. Hanya saja pikiran bahwa ia tidak dapat menafkahi Laura dengan baik nanti setelah mereka menikah membebani hatinya. Bagaimana jika nanti mereka punya anak? Ia ingin lebih mapan dari sekarang sebelum menikahi Laura. Ia ingin membahagiakan Laura dan tidak ingin Laura hidup dalam kekurangan ketika mereka menikah nanti.
Setelah hubungan satu malamnya, Rudi menyadari bahwa ia hanya mencintai Laura. Tidur dengan wanita bayaran itu membuatnya sadar bahwa ia sangat mencintai kekasihnya. Rudi melangkah keluar dari hotel meninggalan wanita yang masih tertidur pulas. Tidak lupa ia meninggalkan bayarannya di atas meja nakas. Uang yang ditinggalkannya cukup besar karena gadis itu masih perawan ketika disentuhnya.
Lima bulan setelahnya, ia nekad melamar Laura. Ia sudah tidak peduli lagi dengan statusnya sebagai pegawai kontrak, ia hanya ingin hidup dengan wanita yang dicintainya. Laura meneteskan air mata kebahagiaan ketika Rudi melamarnya dengan cincin emas kecil yang sangat sederhana. Rudi bahagia ia akhirnya bisa menikahi gadis yang dicintainya.
Namun kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Satu minggu setelahnya, seorang gadis datang menemuinya. Rudi terkejut saat mendapati wanita bayaran yang pernah menghabiskan satu malam panas bersamanya tiba-tiba menunggunya di lobi kantornya.
Wanita itu terlihat sangat anggun dan menawan. Banyak pemuda yang melewati lobi melirik wanita itu dengan penasaran.
Ketika melihat Rudi memasuki gedung kantor, gadis itu bergerak menghampirinya dengan sedikit ragu, "Mas, masih ingat saya? Bisa kita bicara sebentar?" Rudi tertegun menatap gadis itu. Ia mengernyitkan alisnya dengan kesal. Bukankah semua telah selesai setelah ia membayar layanan wanita itu? Kenapa wanita itu datang mencarinya kemari?
"Mau bicara apa ya? Apa tidak bisa sekarang saja? Saya sibuk!" Rudi menjawab dengan dingin. Dalam pikirannya wanita ini adalah salah satu godaan yang muncul untuk memberi ujian pada hubungannya dengan Laura yang tinggal selangkah lagi menuju jenjang pernikahan.