webnovel

CHAPTER 61

* sepuluh tahun kemudian.

" Rea, aku yakin kau adikku yang paling kuat. aku akan selalu menjaga mu."

ucap Aaron seraya mengecup kening Atreya yang beberapa menit lagi akan masuk ruang operasi.

Atreya akan menjalani Bedah ortopedi. Prosedur ini dilakukan untuk mengembalikan tulang dan sendi ke posisi yang benar, serta memanjangkan otot dan tendon, agar kemampuan gerak meningkat.

Atreya hanya tersenyum mendengar ucapan kakaknya, Aaron.

Ya, selama ini Atreya menjalani pengobatan dan berbagai terapi, mulai dari terapi bicara yang akhirnya diusia tujuh tahun baru bisa berbicara dengan jelas. dan terapi-terapi lainnya agar tetap dapat menjalani aktivitas fisik seperti layaknya orang pada umumnya. Berbagai pengobatan juga dilakukan untuk meningkatkan kemampuan Atreya dalam beraktivitas secara mandiri. 

" kamu sudah siap, sayang ?"

Kevan datang mendekati Atreya yang sudah berbaring di Stretcher dengan pakaian seragam lengkap operasinya.

Kevan memang akan menemani putri nya menjalani pembedahan didalam ruang operasi.

" am ready, Daddy."

jawab Atreya semangat.

" baiklah. aku dan Atreya akan masuk dulu. dan kau Aaron, temani Momy terus ya. dan jangan kemana-mana !"

ucap Kevan melirik pada Aaron lalu beralih mengecup kening Freya sekilas.

tak lama kemudian kevan mendorong stretcher Atreya, bersama beberapa perawat untuk membawanya ke ruang operasi.

" semangat, sayang."

lirih Freya seraya meneteskan air mata. namun segera ditepisnya karena tidak ingin terlihat rapuh didepan anak sulungnya, Aaron.

Freya dan Aaron hanya bisa duduk menunggu didepan ruang operasi.

" Freya."

seseorang datang menghampirinya. Freya menoleh ke arah sumber suara yang sudah tidak asing itu.

" Raya, kapan kau datang ?"

Freya dan Raya saling merangkul, sudah hampir tujuh tahun Raya dan Daniel pindah ke New York. karena saat itu Daniel memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya kejenjang lebih tinggi lagi. dan akhirnya mereka menetap di New York bersama keluarga besar Daniel.

dari pernikahannya, mereka dikaruniai anak kembar laki-laki yang kini usianya sudah delapan tahun bernama Nicholas dan Nathan.

" mana si kembar ? apa kau tidak membawanya ?"

tanya Freya ketika baru menyadari bahwa Raya hanya datang sendirian.

" mereka di New York bersama neneknya. aku dan Daniel sengaja kemari hanya untuk menemuimu. kangen, sekalian menjenguk si cantik Atreya. aku selalu tau perkembangannya lewat Daniel. "

ucap Raya seraya menggenggam erat kedua lengan Freya. lalu mata Raya melirik ke arah Aaron yang tengah duduk disamping Freya.

" hey, kau Aaron kan ? ya Tuhan, kau ganteng sekali nak. seandainya anakku perempuan, pasti kau ku jodohkan dengan anakku."

" Hush !! sembarangan kalau bicara. Aaron masih remaja. dia belum mengerti tentang perjodohan dan semacamnya."

ucap Freya melotot.

Aaron hanya menanggapi para ibu-ibu itu dengan senyuman, seraya memainkan ponsel milik Kevan yang dititipkan padanya.

" ngomong-ngomong, mana Daniel ?"

Freya mengedarkan pandangannya lalu menatap Raya.

" sebentar lagi dia kemari. tadi didepan rumah sakit bertemu dengan seseorang dan berbincang."

jawab Raya.

" oohh."

setelah kurang lebih tiga jam, akhirnya Kevan keluar dari ruang operasi.

Freya, Raya, dan Aaron langsung terperanjat dari duduknya menghampiri Kevan.

" bagaimana dengan Rea, Dad ?"

tanya Aaron terlihat sangat khawatir.

" iya, Kev. apa operasi nya lancar ?"

tanya Freya meneruskan.

Kevan menghela nafasnya sambil membuka masker yang menutup mulutnya.

" Atreya baik-baik saja. ia gadis kecilku yang kuat."

ucap Kevan seraya menyunggingkan senyumnya.

" apa aku boleh melihatnya, Dad ?"

pinta Aaron

" jangan dulu, Aaron. biarkan adikmu istirahat dulu diruang transisi."

sergah Kevan.

" bersabarlah, sayang. nanti kita akan sama-sama melihatnya ketika sudah sadar."

ucap Freya mengelus-elus punggung Aaron yang tampak sedikit kecewa.

***

Atreya mulai mengerjapkan kedua matanya tersadar. yang pertama ia liat diruang perawatan itu hanya Aaron yang sedang memegang erat tangannya seraya menelungkupkan wajahnya disamping Atreya.

" kakak apa kau tidur ?"

Atreya mengusap kepala Aaron dengan tangan yang satunya.

Mendengar itu Aaron langsung terperanjat bangun dan memandang ke arah adiknya yang baru saja sadar dari pengaruh obat biusnya.

" eh, Rea ? kau sudah sadar ?"

" iya, kak. kenapa Kaka tidur disini, bukan disofa itu ?"

tanya Atreya menatap hangat pada Aaron lalu beralih melirik sofa panjang tempat penunggu pasien didalam ruangan yang sama.

" sudahlah. aku hanya ingin selalu menjagamu, adikku yang bawel."

jawab Aaron sambil memencet sekilas hidung mancung milik adiknya itu.

" aww. sakit, kak. nanti hidung merah dan berdarah lagi bagaimana ? Daddy pasti akan memarahimu habis-habisan seperti waktu itu."

ucap Atreya seraya mengerutkan bibirnya.

" iya maaf. kau memang anak Daddy."

ujar Aaron.

" dan kau anak Mommy. kak."

balas Atreya.

keduanya tampak tertawa. hingga tidak menyadari kehadiran Kevan dan Freya yang sudah berdiri dibelakang Aaron.

" anak Daddy ternyata sudah bangun ?"

goda Kevan langsung mengecup kening Atreya. disusul Freya yang mengecup punggung tangan Atreya.

" syukurlah kau sudah sadar, sayang."

ucap Freya.

" Mom, Dad. apa setelah ini aku sudah bisa berjalan seperti kak Aaron ? aku ingin sekali bisa berjalan dan berlari, agar bisa mengejar kak Aaron kalau dia menggangguku."

mendengar itu Kevan dan Freya saling bertatapan. dan Aaron memperhatikan ekspresi kedua orangtuanya yang sangat meragukan itu.

Kevan dan Freya tadi habis berkonsultasi dengan dokter ahli bedah ortopedi yang menjelaskan bahwa Atreya kemungkinan kakinya akan lumpuh selamanya. tetapi kabar baiknya, otot-otot motorik tangan dan yang lain sudah baik dan berkembang secara normal.

" Atreya, adikku. selama kau belum bisa berjalan, aku berjanji akan selalu menjadi kakimu. kemana pun kau mau, aku akan mengantarmu, Rea."

ucap Aaron, sukses membuat air mata Freya yang sejak dari tadi ditahan akhirnya berderai jua. ia terharu dengan kata-kata tulus dari bibir Aaron.

Kevan yang berdiri disebelahnya langsung melingkarkan tangannya ke bahu Freya seraya mengusap-usap lembut.

" janji ?"

tanya Atreya mengacungkan jari Kelingkingnya, lalu disambut dengan jari kelingking milik Aaron.

" janji."

balas Aaron tersenyum tulus.

mereka memang satu darah dari ayahnya, hanya dilahirkan dari rahim yang berbeda. Tapi percayalah jika ikatan satu darah dan keluarga itu mampu memberi semangat untuk saling berbagi dan mengasihi satu sama lain.