"Terima kasih atas kunjungannya!"
Aku mengatakan terima kasihku kepada pelanggan yang baru saja membeli sebuah pedang panjang bersamanya. Selain bekerja memanaskan besi dibelakang toko, terkadang aku juga disuruh untuk melayani pelanggan yang akan membeli senjata di gerai toko. Tanpa sadar, diriku telah terbiasa untuk bekerja di sini sebagai pandai besi... serta penjaga kasir.
Setiap harinya membuat pedang dan armor yang sama, dengan jumlah pesanan yang tak ada hentinya setiap hari. Ketika kehabisan bahan, aku pergi ke pedagang lainnya untuk mengambil beberapa kotak besar berisikan biji logam. Berjalan dari satu tempat ke tempat lain, menenteng kotak yang begitu beratnya.
"Bagaimana pekerjaannya ?" tanya Si Pandai Besi padaku atau yang biasa kupanggil, Bradder.
Nama pemilik toko pandai besi tempatku bekerja adalah Gregory Bradder. Seorang mantan petualang yang sudah berkelana mengunjungi banyak kerajaan dan mempelajari senjata mereka hingga akhirnya mendirikan toko pandai besi sendiri.
"Sama seperti tiap harinya." Jawabku sambil mengelap keringat yang menetes di kepalaku.
KRING KRING
Bunyi nyaring dari bel yang terpasang di pintu toko terdengar ketika kami sedang berbincang-bincang. Seorang pria kekar berbaju besi lengkap dengan rambut pirang panjangnya memasuki toko.
Wajahnya tidak asing bagiku, dia adalah Pemimpin Penjaga atau Prajurit, orang yang menolongku sewaktu memasuki benteng. Berkat jasanya, aku diberi izin untuk memasuki benteng dan dapat hidup disini.
"Yo Paman Bradder. Bagaimana dengan pesanan Longsword serta Chainmail nya ?"
"Aku baru saja selesai membuat 3 Pedang dan 2 Chainmail saja. Kau butuh 5 buah semuanya bukan ? Minggu ini akan kuselesaikan."
Dia lalu menggangguk lalu memalingkan wajahnya padaku, tersadar bahwa ada aku disini.
"Bukannya kamu....."
"Ah iya.... Sewaktu itu. Saya berterima kasih banyak kepada anda."
Sudah sangat lama aku ingin mengucapkan terima kasih padanya. Aku hampir melupakannya selama ini, dan akhirnya bisa berterima kasih sesuai dengan bahasanya.... bahasa yang dapat ia mengerti.
"Tidak apa-apa. Itu sudah kewajibanku untuk menolong yang membutuhkan. Oh tidak sopannya diriku, semenjak tadi belum memperkenalkan diri. Perkenalkan, namaku Gwen Stralwoods, Pemimpin dari Penjaga Gerbang. Kamu bisa memanggilku Gwen."
"Perkenalkan juga diriku, Namaku.... Rook. Aku belum begitu lama bekerja disini dan menetap di kerajaan ini."
"Senang bertemu denganmu, Rook."
"Senang bertemu dengan anda juga, Gwen."
Kami bersalaman satu sama lain, tanda awal dari perkenalan kami selama ini.
"Kalau begitu, saya permisi dahulu. Hari sudah mulai sore. Paman Bradder, saya menunggu pesanannya selesai ya !"
Dia lalu membuka pintu dan melambai kepada kami. Aku pun memandangnya dari dalam toko. Benar-benar keren ya.... menjadi ksatria. Memakai baju besi berkilauan seperti itu.... Wuah......
BUAK
Tiba-tiba saja kepalaku dihantam oleh sesuatu yang sangat kerasnya, membuatku kaget karenanya. Rupanya Bradder yang baru saja mengarahkan tinjunya ke atas kepalaku.
"Aduh."
"Jangan melamun begitu. Cepat tutup tokonya, hari sudah mulai petang."
Selepas ia memukul kepalaku, kali ini ia seenaknya saja menyuruhku untuk beres-beres toko. Karena tidak dapat melawan orang berotot besar sepertinya, mau tidak mau aku pun menghela nafasku dan segera menggerakkan badanku. Sebaiknya aku bergegas memberesi perlengkapan yang berserakan dan menutup tokonya sebelum ia memarahiku lagi.
-o-
Cahaya lentera yang terpasang di setiap rumah menerangi jalanku di sepanjang kota sewaktu petang hari. Beberapa pedagang banyak yang menutup tokonya dan bersiap untuk pulang. Para penjaga juga sudah mulai berpatroli untuk mengawasi kota pada malam harinya.
Kota yang semula ramai mulai sepi dan digantikan oleh beberapa suara serangga penghuni malam. Saat aku tengah berjalan melalui beberapa toko kecil yang ada di pinggiran jalan, kudengar suara keributan berasal dari depanku.
"Kumohon, jangan bawa barang dagangan saya !"
"HEH ! Rakyat jelata, berani-beraninya kamu ! Semua barang daganganmu akan kubawa ! Pengawal ! Tangkap dia !"
Seorang ibu paruh baya sedang meronta-ronta ketika barang dagangannya yang berupa aksesoris diobrak-abrik oleh seorang pemuda berambut pirang dan berpakaian rapi. Di sebelahnya terlihat beberapa penjaga yang memiliki lambang mawar merah di jubahnya menarik ibu itu menjauh. Ketika ibu tersebut tengah dihentikan oleh penjaga berpakaian besinya, sang pemuda seenaknya menendangi barang milik ibu.
Tidak tahan melihat perbuatan menjijikan di depanku, segera aku berlari ke sana. Kuterobos kerumunan orang yang sedang menonton kejadian itu untuk menghentikan tindakan pemuda tidaklah manusiawi. Dengan lantang aku berlari ke arah penjaga dan mendorong mereka, begitu sang ibu telah terlepas, aku melindunginya di belakangku.
Melihat kedua ksatrianya terjatuh, ia terlihat sangat marah dan berteriak kepadaku yang tengah melindungi sang ibu.
"Apa maksudmu menghentikanku hah ?! Memangnya siapa dirimu ?!"
"Aku hanya orang lewat."
Dahinya mengernyit disertai wajahnya yang kini mulai memerah, panas. Dia menggenggam tangannya begitu erat, marah akan perkataanku.
"Berani-beraninya.... rakyat jelata... Pengawal ! Habisi dia !"
Pengawal yang telah berdiri di sampingnya kembali, mengambil pedang pada sarungnya dan mengarahkannya kepadaku. Sial, aku lupa kalau perlengkapanku kutinggal di penginapan... pedangku yang sudah diperbaiki juga berada disana. Dengan bingungnya aku melihat ke kanan dan kekiriku untuk mencari sesuatu yang dapat kugunakan sebagai senjata. Yang kudapati hanyalah beberapa potongan balok kayu bekas stand toko yang rubuh.
Tak memiliki pilihan, aku mengambil balok kayu itu dan memasang kuda-kudaku. Sementara pengawal itu bersiap untuk mengayunkan pedangnya padaku.
"Hentikan semua ini."
Tepat sebelum pengawalnya menebas diriku, mereka terhenti oleh suara yang muncul dari belakang. Kerumunan orang memberikan jalannya kepada seseorang yang menaiki kudanya. Ia memakai helm putih yang melindungi kepalanya, menaiki kuda bersama prajurit-prajurit berbaju zirah putih. Lalu ia berhenti di dekat si pemuda berbaju rapi, sementara si pemuda langsung terdiam.
"Chievar von Mournflower, bisa kau jelaskan apa maksud dari semua ini ?"
Pemuda itu terbelalak begitu melihat ksatria berkuda tersebut. Pengawalnya pun terdiam di tempatnya, tak jadi untuk menyerangku
"Cih.... Pengawal. Sebaiknya kita segera pergi."
Selepas ia mengatakannya, pemuda itu tanpa berkata apa-apa lagi kabur dari lokasi tanpa membawa satupun barang dagangan si ibu. Beruntunglah, diriku selamat karenanya. Saat aku tengah menenangkan si ibu yang masih shock karena kejadian tadi, bunyi derapan kuda terdengar di sampingku. Rupanya si ksatria penyelamatku yang berada di sana.
Helm putih yang ia kenakan dilepaskan menggunakan kedua tangannya. Nampaklah wajah asli dari sang ksatria, yaitu wanita dengan mata birunya yang begitu jernih layaknya lautan... serta hidung kecilnya yang begitu manis. Rambut ponytail panjangnya yang tersembunyi oleh helm pun menjuntai begitu indahnya ke bawah.
"Anda tidak kenapa-kenapa ?" Dengan suara serak seakan menirukan suara berat lelaki, perempuan tersebut bertanya pada wanita paruh baya yang masih kaget.
"Terima kasih banyak..... terima kasih." Ucap sang ibu, gemetaran.
Aku membantu ibu tersebut berdiri. Lalu, menghadap kepada ksatria yang telah menolongku. Kalau saja ia tidak segera datang, pasti aku sudah habis dicincang oleh pedang para pengawal pemuda sialan itu.
"Terima kasih banyak atas bantuannya. Untunglah kalian datang tepat waktu."
"Kami hanya kebetulan lewat saja. Kau, dirimu cukup berani juga mengarahkan balok kayu kepada pengawal yang bersenjata lengkap seperti mereka. Apa kamu tidak takut mati ?"
Diriku terdiam seribu kata oleh perkataannya. Aku sendiri sama sekali tidak memikirkan mengenai hidup atau mati dan langsung menerjang untuk menolong ibu paruh baya. Tanpa sadar, upayaku untuk menyelamatkan orang lain justru membahayakan diriku sendiri.
"Bukannya aku tidak takut mati. Tetapi.... aku hanya tidak bisa membiarkan orang lain berada dalam kesulitan." kataku.
"Hmm..... Begitukah. Karena dirimu telah menolong ibu ini dengan gagah berani. Izinkan diriku untuk memperkenalkan diri."
Wanita itu langsung menuruni kudanya, pakaian besinya yang nampak berat itu gemerincing saat ia turun ke hadapanku. Dia memiliki tinggi tidak jauh berbeda dariku, namun nampak begitu muda. Wanita muda sepertinya bahkan dapat menjadi seorang ksatria berkuda... menakjubkan.
"Perkenalkan, 'Dame' Liliana Irrishad. Pemimpin Batalyon Kavaleri Kerajaan. Sedangkan dirimu?"
'Dame' ? Aku merasa tidak asing mendengar gelar tersebut. Bukankah itu gelar yang diberikan setara dengan 'Sir' tetapi untuk perempuan ? Untuk mencapainya pastinya dia harus memiliki peran penting dalam setiap pertempuran dan menerima penghargaan tinggi dari Raja ! Dia... wanita muda ini adalah peraih gelar Dame ?!
"Pe-Perkenalkan, namaku Rook. Aku hanya seorang asisten pandai besi. Senang bertemu dengan anda."
Aku segera memegang kedua tangannya yang terlindungi oleh pelindung besi. Menjabatnya sebagai tanda perkenalan kami berdua. Benar-benar sebuah kehormatan untuk menemui orang sepenting dirinya ! Namun saat aku menjabatnya, kedua pipinya terlihat begitu merah dan dia langsung melepaskan tanganku.
"A-Aku permisi dahulu. Semoga kita bisa bertemu lain hari."
Setelahnya ia menaiki kudanya, memakai helmnya kembali. Aku terdiam di sini melihat dirinya yang tiba-tiba saja langsung beranjak pergi. Atau... tindakan barusan tidaklah tepat baginya ? Dia dan pasukan berkudanya kini bergerak meninggalkan kami menuju ke jalanan kota, meninggalkan diriku dan sang ibu sendirian.
"Ngomong-ngomong, bu. Tadi ada apa, kenapa ibu bisa diganggu olehnya ?" aku bertanya pada wanita separuh baya tersebut.
"Ah... sebenarnya.... Aku sedang menutup warungku. Tiba-tiba bangsawan itu datang dan bilang ingin semua barang-barangku dengan harga yang murah. Tentu saja aku menolaknya. Tetapi dia tetap memaksa.... Lalu memerintahkan pengawalnya untuk mengambil barang daganganku."
"Heh..... rupanya begitu...."
Bangsawan kah..... Seenaknya saja mereka berlaku sesuka hati pada rakyat biasa. Mungkin itu tidak ada bedanya seperti duniaku yang dahulu. Dimana yang memiliki pangkat tertinggi dengan bebasnya berlaku sesuka hati.
Dan... yang kena imbasnya adalah rakyat kecil sepertinya...
-o-
Keesokan paginya, aku kembali bersiap berangkat menuju ke tempat kerjaku di pandai besi Bradder. Pada hari ini aku seperti biasa melewati sebuah gang kecil di kota agar sampainya jauh lebih cepat. Namun, di pertengahan jalan... diriku dihadang oleh dua orang yang kukenal.
Mereka memakai armor dengan jubah bergambar mawar merah, sama seperti pengawal yang menyerangku kemarin. Tanpa berkata apa-apa, mereka mengeluarkan pedang dari sarungnya dan menjelaskan padaku bahwa mereka tidak perlu basa-basi, langsung habisi. Aku yang telah menebak mereka pasti akan datang lagi untuk menyerangku, telah membawa perlengkapanku untuk jaga-jaga.
"Seperti dugaanku. Pemuda kemarin rupanya tidak terima dan hendak menghabisiku keesokannya."
Ada 2 orang di depan bersenjata pedang panjang serta berarmor perak dari atas hingga bawah. Sementara diriku memakai pelindung lengan dan kaki, serta memakai pedang ramping yang biasa kupakai. Pertempuran yang tidak adil menurutku, aku pun tidak dapat mundur karena seseorang lainnya menghalangi jalan di belakangku.
Tanpa aba-aba, mereka menyerangku satu persatu. Sebuah kibasan mengarah dari bawah ke atas dengan cepat. Aku menepisnya dengan pedangku. Ayunannya yang terlampau kuat mementalkan tanganku ke belakang, membuat pertahanan dadaku kosong. Sementara prajurit kedua menusukkan pedangku ke dadaku.
Dengan sigap aku melindunginya dengan pelindung tangan. Pedangnya membentur pelindung tangan yang bersisik tersebut dan berhasil menghalau pedangnya agar meleset dari dadaku. Segera aku mempersiapkan pedangku kembali ke arah depan. Mengamati setiap gerakan mereka. Satu orang lagi di belakang... dan dua di depan... aku sudah pasti kalah ini.
"HAAAAA"
Seorang prajurit maju kedepan dengan pedang yang ia arahkan dari atas kebawah. Kembali aku menggunakan pelindung tangan untuk menepis serangannya.
CRASH
Karena retakan akibat serangan sebelumnya, ujung pedangnya dapat menembus pelindung lengaku dan mengiris lenganku. Terdapat bekas sayatan pedang di sana, aku dapat merasakan rasa sakit yang begitu pedih dari sana. Tetapi tidak ada waktu untuk memikirkan rasa sakit tersebut. Sementara diriku terdiam, kedua orang lainnya menyerangku silih berganti.
Serangan demi serangan mereka kerahkan padaku. Kemampuan berpedangku kalah dari mereka. Ayunanku hanya dapat mengenai armor musuh, tanpa mengenai bagian vitalnya. Sementara mereka berhasil beberapa kali melancarkan pukulan dan tendangan ke arahku.
Dengan sebuah gerakan pengecoh, aku dapat mengelabuhi musuh dan menggunakan pangkal pedangku untuk membentur helm seorang prajurit, membuatnya tak sadarkan diri. Hanya itu serangan yang dapat kulontarkan kepada mereka. Tubuhku sudah mulai lelah dan aku hanya dapat terus bertahan. Armorku sudah lecet terkena serangan pedang mereka dan pedangku mulai retak. Semakin kesini keadaanku semakin tidak diuntungkan.
TRANG !
Serangan tersebut mengakibatkan pedang yang kugunakan untuk melindungiku dari serangan terbelah menjadi 2, sisi pucuknya terlempar jauh kebelakang. Yang tersisa hanyalah pangkalnya saja, diriku terhuyung-huyung karena benturan keras yang mampu membelah pedangku tersebut.
Aku tidak memiliki tenaga lagi. Pandanganku menjadi kabur, sementara mereka dapat mengepungku. Setelahnya tendangan dan pukulan dapat kurasakan mengenai tubuhku. Melihat diriku yang telah tak kuat lagi berdiri, prajurit di belakangku melayangkan pukulan keras pada punggungku menggunakan pangkal pedangnya, membuatku jatuh tersungkur. Mereka tidaklah menghabisiku, justru memukuli dan menendang diriku bertubi-tubi.
Kenapa aku tidak bisa melawan ?!
Kemana kekuatanku sewaktu dahulu melawan pria besar itu ?!
Apakah semua itu hanya kebetulan ?!
Apakah itu semua kekuatan waktu itu hanyalah ilusi belaka ?!
Rasa sakit yang kurasakan di sekujur badanku tiada hentinya. Darah mengucur dari kepala dan juga tanganku yang terkena sayatan pedang mereka. Serangan dari mereka setelahnya terhenti, saat aku memejamkan kedua mataku agar menipu mereka. Diriku berpura-pura untuk mati dengan menahan nafasku sekuat mungkin, sampai mereka berjalan pergi dariku yang mereka kira telah mati.
Merasa situasi sudah aman, perlahan aku kembali membuka kedua mataku. Aku mencoba untuk kembali berdiri menggunakan kedua kakiku, dengan mencengkeram dinding di samping kananku begitu eratnya. Meskipun gemetaran dan lemas, aku tetap harus berangkat kerja. Jika aku tidak sampai di tempatnya... dan jatuh tersungkur di sini... aku akan dimarahi olehnya.
Aku....
Aku harus tetap bekerja.....
-o-
Beruntunglah... diriku dapat terus sadar hingga terjatuh di depan toko Bradder. Dirinya yang melihatku jatuh tersungkur ketika membuka pintu segera membawaku kedalam dan berusaha mengobati lukaku.
Aku mengatakan padanya untuk tidak perlu khawatir pada lukaku, dan fokus bekerja saja. Namun dia tidak membiarkanku, menyuruhku untuk segera istirahat di penginapan atau menyembuhkan lukaku pada healer. Aku tetap menolaknya dan hanya memberikan perban pada luka sayatan yang terdapat pada tanganku. Menghiraukan sarannya, aku berjalan ke belakang dan mulai mengambil palu untuk bekerja.
"Aku sudah mendengarnya dari Gwen. Kemarin, kau melawan Chievar von Mournflower beserta pasukannya bukan ? Orang bodoh macam apa yang melawan seorang bangsawan."
Terus kubungkam mulutku, sambil mengambil ember berisikan batu bara dan memasukkannya ke tungku.
"Perlengkapanmu semuanya sudah rusak. Bagaimana jika mereka kembali menyerangmu ?"
Kata-katanya bagaikan angin lewat bagiku, tak kuhiraukan, dan aku terus menerus memalu besi panas yang telah kumasukkan di tungku pada paron. Bara api meletup-letup mengenai perban yang kukenakan.
SRET
Bradder menggenggam keras bajuku dan menghadapkanku padanya. Melihat diriku yang tak mengatakan apapun padanya, terdapat kemarahan pada kedua matanya tersebut. Tak lama setelahnya, ia melemparkan tubuhku sangat keras pada lantai.
"JANGAN DIAM SAJA ! Kalau kau sebegitu inginnya menyelamatkan yang lemah. Aku akan membantumu, akan kuajarkan bagaimana cara membuat perlengkapan yang kuat. Kalau kau memakai perlengkapan murah seperti itu. Bagaimana dirimu bisa menyelamatkan yang lemah ? Yang ada hanya terbunuh !"
Aku terdiam jatuh di lantai, melihatnya yang kini berteriak begitu kerasnya kepadaku. Setelahnya, ia mengambil beberapa barang yang ada di lemari di ruangan.
"Hari ini aku akan menutup toko. Akan kuajarkan padamu, bagaimana cara membuat peralatan yang kuat."
Peralatanku sudah hancur. Aku tidak memiliki uang untuk membelinya kembali, tetapi dia mencoba mengajaraiku cara membuat peralatan. Sekali lagi seseorang mencoba menyelamatkan diriku.
Namun, sampai kapan... sampai kapan diriku dapat selamat di sunia ini ?
"Ngomong-ngomong.... Material dari Armored Lizard masih ada kan ?"
Bradder mengambil sebuah gulungan yang terdapat dipojok ruangan. Disana terdapat banyak gulungan lainnya yang sejak dulu aku tidak mengetahui apakah isi gulungan tersebut. Lalu meletakkan gulungan tersebut pada meja. Sementara ia mengambil beberapa peralatan, aku berdiri kembali pada kedua kakiku. Dia memang tanpa ampun... padahal aku masih terluka, sampai tega melemparkanku begitu keras ke lantai.
"Masih ada. Memangnya kenapa ?"
"Hahaha..... Mungkin aku akan mengajarimu...."
Ia lalu meletakkan gulungan tersebut pada meja dan membukanya. Nampak beberapa sketsa kasar dari sebuah pedang dengan bentuknya yang menakjubkan... disertai armour-armour yang terlihat begitu kuatnya.
"Bagaimana membuat salah satu rancangan perlengkapan terkuatku."