"Perhatikan temperatur besinya ! Kalau terlalu dingin, besinya akan mengeras ! Panaskan kembali !"
Beberapa hari ini, aku digempur dengan keras oleh Bradder untuk membuat senjata baru. Dia memberikanku pelatihan begitu kerasnya mengenai bagaimana cara memanaskan logam yang benar, mempertahankan temperatur tungku agar sesuai, serta cara memilih bahan yang benar untuk pembuatan perlengkapan. Kali ini ia ingin menggunakan material dari Armored Lizard yang pernah kukalahkan dahulu untuk membuat perlengkapan terkuatnya.
Dia bercerita padaku. Dahulu, Bradder pernah mendesain sebuah pedang dan armor yang mungkin bisa dibuat dari bagian tubuh Armored Lizard. Ia percaya bahwa jika ada senjata yang bisa dibuat menggunakan material hewan tersebut, maka ia dengan mudah mengalahkan Armored Lizard lainnya. Karena Armored Lizard sendiri adalah monster yang sangat kuat, jika terdapat senjata yang dapat dibuat menggunakan inti dari monster tersebut, senjata itu bisa tak terkalahkan.
Keringat yang bercucuran dan hawa panas menyelimuti tubuhku. Walau sudah kulepas bajuku, tetap saja suhu panas tungku ini melebihi panas musim panas sekalipun. Berat palu yang kupegang semakin terasa ketika berkali-kali aku menempa besi campuran Armored Lizard. Besi yang semula berwarna putih, sekarang berubah menjadi biru kehitaman. Aku membentuknya menjadi balok yang panjang, sepanjang lenganku.
Setelah selesai menempanya, kini aku harus membentuknya dengan palu dan paku. Bradder membantuku untuk membuat bentuk pedangnya agar sesuai dengan desainnya. Menurut rancangannya, ini adalah pedang satu-sisi dimana sisi bawahnya merupakan bagian tajam sedangkan atasnya terdapat beberapa gerigi tajam seperti sisik kadal tersebut yang bisa digunakan untuk menyayat.
"Pekerjaanmu selesai. Urusan membentuk, aku akan menyelesaikannya. Sekarang kamu cari bahan ini. Itu dipakai untuk bagian dalam armor."
Aku mendapatkan sebuah catatan dari Bradder. Disana tertulis tulisan yang beberapa katanya sudah dapat kumengerti karena setiap hari aku mencoba belajar untuk membaca serta menulis.
'Giant..... Antler.... Deer?' Apa ini ? Apakah ini semacam nama hewan atau lainnya ? Nampaknya seperti nama dari rusa...
Tapi aku tidak mengetahuinya. Kalau untuk urusan hewan.... Mungkin Venicia tau banyak soal itu. Soalnya dia tinggal lama di hutan sih. Berhubung sudah lama juga aku tidak mengunjunginya, mungkin ini juga waktu yang tepat.
"Aku pergi dahulu !"
-o-
"Giant Antler Deer ?"
Venicia mengernyitkan dahinya begitu melihat catatanku. Dia terlihat berpikir dengan keras, sambil mengambil beberapa buku di rak bukunya. Halaman demi halaman buku ia balik, berusaha untuk mencari nama hewan yang baru saja kukatakan kepadanya.
Aku mendekatinya yang tengah duduk pada kursi kayu dan ikut melihat-lihat isi buku yang tengah ia baca. Di buku tersebut terdapat beberapa gambar hewan yang aneh. Seperti ular berkepala tiga, atau kuda bertanduk, dan juga ada beruang raksasa. Setiap hewan yang tergambar di sana layaknya hewan-hewan dari dunia mistis.
Dia berhenti di satu halaman, yang disana tergambar sebuah rusa. Tetapi bukan rusa biasa... Rusa itu memiliki tanduk raksasa, yang ukurannya mungkin 2 kali dari rusa tersebut. Tanduk tersebut begitu besar nan indah. Jadi... itu alasannya kenapa rusa ini dinamakan Giant Antler Deer.
"Ketemu ! Bukannya ini spesies yang sudah hampir hilang ? Aku tidak tahu bisa menemukannya atau tidak."
Dia berdiri lalu mengambil beberapa barang yang aneh dari mejanya, lalu menaruhnya di balik jubah lebarnya itu.
"Bisakah kita menemukan rusa itu ?"kataku.
"Aku tidak bisa menjaminnya. Tapi patut dicoba. Sebaiknya kita bergegas. Rusa itu hanya muncul menjelang malam."
Mempersiapkan perlengkapanku kembali, aku melingkarkan pedang yang kupinjam dari Bradder pada pinggangku. Namun, Venicia mencegahnya.
"Kau tidak memerlukannya. Biarkan aku yang menanganinya."
"O-Oke kalau begitu...."
Apa maksudnya ‘Aku yang menanganinya ?’ Bukannya berburu itu membutuhkan pedang ? Tapi karena ia berkata demikian, kutaruh kembali pedang yang sudah kupasang pada tempatnya dan mengikuti Venicia yang telah berjalan keluar dari rumah.
Sesampainya di kedalaman hutan, aku dan Venicia bersembunyi dibalik semak-semak sambil mengawasi keadaan sekitar. Sebelumnya, dia sudah memasang sebuah jebakan. Bukan jebakan sih tepatnya..... seperti umpan. Sebuah apel berwarna kuning ia taruh di tengah padang rumput di tengah hutan. Saat kutanyakan mengapa ia menaruhkan apel di sana, dia bilang bahwa rusa tersebut menyukai buah apel kuning itu.
"Kita tidak punya panah disini... Kenapa memasang umpan?"kataku dengan berbisik.
"Tenang saja.... Terus amati keadaan sekitar."
Aku pun mengikuti apa katanya. Mengawasi sekitar, yang hanya nampak beberapa pohon yang daunnya sudah mulai berguguran pada sore hari ini. Tidak ada tanda-tanda apapun. Suara-suara merdu dari burung menemaniku yang tengah merebahkan diri pada rerumputan. Sampai diriku dikagetkan oleh suara semak-semak yang bergerak di arah seberang.
"Sesuatu bergerak dari arah jam 2."
"Jam 2 ? Apa maksudnya itu ?"
Venicia tidak maksud arti 'arah jam 2' ? Kupikir penunjuk arah seperti itu sama seperti di duniaku dahulu. Ternyata ia tidak memahaminya.
"Arah pojok kanan."
Dia segera mengikuti petunjukku dan mendapati sesuatu bergerak dari sana. Sebuah tanduk besar muncul dari balik semak-semak. Seekor rusa raksasa yang mungkin ukurannya lebih dari 5x rusa biasa muncul dari sana. Dia bergerak dengan elegannya mendekati apel tersebut dan memakannya.
"Sekarang ! Twisted Root !"
Venicia mengeluarkan tongkat sihirny yang bersinar hebat, lantas mengarahkannya pada sang rusa yang kaget ketika ia melihat cahaya muncul dari arah lain. Akar-akar dari dalam tanah bermunculan dan menjerat kaki rusa itu agar tidak dapat bergerak. Dia meronta-ronta dan terus mencoba keluar dari kekangannya. Namun usahanya tersebut percuma, akar telah sepenuhnya menjerat sang rusa.
"Jadi ini maksudmu tidak perlu membawa apapun..." aku menghela nafas dan menepuk jidatku.
"Dengan sihir semuanya pasti jadi mudah !"katanya.
CRASH
Kemudian aku mendengar suara keras yang nampaknya dari akar yang terputus. Sepertinya kekuatan si rusa melebihi dari apa yang kami kira. Ia melihat kami yang bersembunyi di balik semak-semak, itu semua karena tongkat sihir Venicia yang bersinar sewaktu mengeluarkan sihirnya. Mendengus keras kepada kami, si Rusa berkuda-kuda dengan mengarahkan tanduk besarnya ke depan, siap untuk menerjang.
"Ve-Venicia ! RUSA ITU DATANG KEMARI !!!"
"Mana mungkin bisa.... akar-akar itu kan sangat kuat. Itu sendiri sihir tingkat 2 loh."
DIA MASIH SOMBONG DENGAN SIHIRNYA !!! Rusa itu bergerak dengan sangat cepat kemari. Badan besarnya benar-benar mengintimidasiku ! Apalagi tanduk tajam yang digdaya itu mengarah kepada tempat persembunyian kami.
"LIHATLAH SENDIRI !"
Aku segera memegang wajahnya yang nampak sangat membanggakan sihirnya. Begitu ia membuka matanya, aku dapat melihat wajah paniknya dan tangan yang berkali-kali ia gerakkan beserta mantra sihir yang berulang-kali salah pengucapan.
"F-F-FROZEN DEATH !!!!"
Rusa yang berjarak beberapa senti dari kami berhenti. Disekitarnya terdapat beberapa rumput dan pepohonannya yang mengeras menjadi es. Saat kulihat ke arah si Rusa, dia telah terdiam membantu di dalam es. Dirinya nampak seperti telah membeku.
"Bagus sekali.... sekarang bagaimana kita membawa rusa itu ?"tanyaku pada Venicia.
"Itu gampang ! Levitation !"
Potongan es berisikan rusa raksasa melayang-layang di udara, mengikuti pergerakan dari tongkat sihir Venicia.
"Sekarang kita kembali ke gubug untuk memanaskannya !"
-o-
Keesokan harinya, aku kembali ke pandai besi dengan membawa kulit dari Giant Antler Deer. Sementara daging rusa diambil oleh Venicia untuk persediaan makanannya, sekaligus tanduknya besar tersebut yang katanya dapat dijadikan obat.
"Padahal aku ingin menjual tanduknya. Harganya mahal tahu..."gerutu Bradder saat mengetahui aku tidak membawa tanduk sang rusa bersamaku.
"Aku sudah membuat pelindung kaki dan tangannya. Sekarang untuk bagian armor. Aku akan memberi tahu caranya memasangkan armor dengan kulit rusa tersebut."
Dia mengajariku cara memasangkan armor dengan kulit rusa menggunakan palu. Lapisan dalam armor tersebut dipasang kulit agar lebih enak digunakan dan nyaman. Armornya sendiri sangat mudah digunakan. Aku hanya tinggal memasukkannya lewat kepala dan sudah terpasang. Walaupun bukan armor fullset, ini hanyalah armor yang melindungi dada dan perut saja. Di sampingnya terdapat tali untuk mengikat armor tersebut agar tidak terlepas dari badanku.
Bradder juga membuat sebuah pelindung yang terbuat dari sisik Armored Lizard. Pelindung itu persis terlihat seperti cakar Armored Lizard yang berwarna biru kehitaman dan cakarnya terlihat tajam. Pelindung kakinya sendiri terlihat sama seperti milikku dahulu, yang membedakannya hanya bahannya menggunakan material Armored Lizard.
"Kekuatan armor ini sangat kuat loh. Aku sudah mengetesnya dengan Longsword. Sekuat apapun aku menebasnya, yang ada pedangku yang hancur. Ternyata memang benar kalau sisik mereka itu sangat kuat." Katanya.
Untuk pedangnya sendiri. Aku membuat sebuah genggaman yang memiliki celah untuk memasangkannya dengan pelindung tanganku. Karena bentuknya cakar seperti ini, pasti genggamannya juga harus menyesuaikan.
Pedangku yang baru berukuran lebih besar dari yang dulu kupakai. Beratnya juga pasti bertambah, dengan warna hitam beserta biru kehitaman dibagian bawah terlihat sangat keren bagiku. Ketajamannya juga mantap, dikarenakan menggunakan inti Armored Lizard kekuatan kibasannya sama seperti kekuatan cakarnya, cepat dan mematikan.
"Kau namai apa pedang ini ? " katanya.
Me-Menamai pedang ?! Aku sama sekali tidak pernah memikirkan nama untuk pedang ini. Kalau urusan nama bukannya dia yang lebih tahu dariku ?!
"Bukannya Bradder bisa menamai senjata ?"
"Ini pedang buatanmu, pastinya kau namai sendiri lah."
"Hmmmmm......"
Aku memikirkan dengan keras nama apa yang cocok untuk pedang ini. Azaroth ? Lizardo ? atau mungkin Dark and Dark Blade of Chaos ?! Tidak-tidak-tidak.... Nama itu terdengar sangat aneh bagiku, serta mengingatkanku pada suatu saat di masa laluku yang kelam....
Nama apa yang lebih singkat dan cocok untuk pedang ini....
"The Rupture.... bagaimana ?" Tiba-tiba saja kata-kata tersebut terlintas dalam benakku.
"The Rupture..... terdengar bagus. Apa artinya kata itu ?"
Sepertinya kalau tidak salah..... artinya memecahkan.... aku melihatnya di kamus milik Venicia semalam.
"Memecahkan..... Intinya pedang ini bisa memecahkan segala armor yang dimiliki musuh !"
"Terdengar bagus." Ia menganggukkan kepalanya.
"Kau bisa memiliki semuanya, kuberikan padamu. Sebagai tanda terima kasihku."
"Ta-Tanda terima kasih ?"
"Yah..... bagaimana menjelaskannya ya.... Orang yang kamu tolong itu.... Dia istriku. Terima kasih banyak telah menolongnya. Juga.... hadiah perpisahan dariku. Kontrak kerja kita sudah habis hari ini nak."
Orang yang kuselamatkan adalah istrinya Bradder ?! Aku sama sekali tidak pernah mendengar ceritanya yang mempunyai istri !!!
"Saya tidak bisa menerimanya begitu saja !"
Aku bergegas melepaskan armor yang kupakai. Tetapi Bradder menghentikannya dan menggelengkan kepalanya.
"Kuberikan perlengkapan ini karena banyak alasan. Pertama karena kau berhasil mengalahkan musuh yang tak pernah kukalahkan, Armored Lizard. Kedua, karena kau menolong yang lemah tanpa takut. Ketiga dan yang terakhir, karena kau murid pertamaku selama ini. Anggap saja ini kenangan dariku."
"Bradder..."
BUK
Dia menepukku dengan sangat keras. Walau aku mengenakan armor sekeras ini pun, rasa sakit dari tepukannya itu masih dapat terasa. Selama sekitar 3 bulan aku bekerja disini sangat banyak kenangan yang kumiliki. Dari dimarahi, terkena percikan bara api, hingga menghadapi klien saat telat tenggat waktu pengiriman barang. Semuanya sangat berharga disini.... aku merasa sulit untuk meninggalkan tempat penuh kenangan ini. Bradder tahu bahwa aku ingin memutuskan menjadi petualang, dia telah mengetahuinya.
Dengan berat hati aku menginjakkan kakiku keluar toko menggunakan perlengkapan yang Bradder serta yang kubuat. Dia hanya melambaikan tangannya dan berkata padaku,
"Kapan-kapan mampir kembali ya ! Untuk memperbaiki atau membeli perlengkapan !"
Aku pun mengangguk padanya. Kulambaikan tanganku... Beserta senyum lebar kebahagiaan yang terpancar dari wajahku.
"Tentu saja !"