webnovel

Grey Multiverse

Misteri menciptakan keajaiban dan Keajaiban Mendorong Keinginan Manusia Untuk Mengerti

Laurakristyono · Historia
Sin suficientes valoraciones
9 Chs

Elaborate

Aku pulang cukup larut malam ini, ibuku bahkan sudah menelpon hingga empat kali. Tapi sayangnya, hp ku tertinggal di kelas tadi jadi aku harus kembali mengambilnya, untuk tidak ada yang mengambil hpku. Perjalanan rumah dan sekolahku cukup memakan waktu 1 jam, jauh sekali. Seorang tetangga berlari ke arahku secara tiba-tiba, aku bahkan baru sampai di ujung lorong kala itu namun aku sudah tau maksudnya "Darimana saja kamu nak, Adel. Apa ibumu tidak menelponmu sedari tadi?" Gopoh gapah beberapa orang lainnya menghampiriku "Nak, syukurlah tidak apa-apa." Terbata-bata aku berucap "A-ada apa pak, bu?". Mereka tak menjawab balas menarikku menuju ke rumah.

Kondisi rumah kacau balau kala itu, Ibuku tergeletak bersimbah darah, nyawanya pun telah melayang entah kenapa "Kenapa secepat ini… ibu…" Rengekku ketika warga yang lain berusaha menenangkanku. Beberapa polisi kemudian berdatangan mulai memasang garis polisi, menyelidiki, dan bahkan mengintrogasi satu demi satu warga. Polisi menduga kuat itu adalah pencurian, semua jendela yang terbuka dan beberapa barang yang hilang, uang ibu pun juga ada yang hilang. Namun, seorang misterius datang, mengaku sebagai detektif. Pria itu berjubah dengang topi dan kacamata hitam menambah kesan kemisteriusannya. Polisi mulai mencurigainya, tapi pria itu tetap tak peduli. Dia memutari jasad ibuku sebentar, berkeliling lalu tersenyum sumringah. "Ibumu bodoh kan nak?" Ujarnya, aku tak menjawab hanya mendengkus lirih.

Dia kemudian mengiyakan dugaan polisi "Ibunya bodoh karena dia ceroboh tidak mengunci jendela dengan benar dimalam hari, dengan dalih menunggu anaknya ia abai akan keselamatan dirinya sendiri.". Hatiku bergumam pelan "Ibuku memang bodoh, tapi kenapa detektif ini lebih bodoh.". Setelah menyatakan kasus ditutup, Detektif itu sempat berujar "Wanita malang yang justru menunggu kematiannya." Kekehnya lirih. Aku sempat berpikir dia tau sesuatu tapi aku memilih untuk mengabaikannya. Fokusku tertuju pada jasad ibu yang mulai diangkut menuju ambulans. Dan sial, benar saja dia tau "Bodohnya ibumu menelponmu, nona." Bisik detektif itu ditelingaku. "Ia tak tau, yang ia telpon adalah pembunuhnya, yang ia tunggu jugalah pembunuhnya kan, nona.". "Untuk apa kau lakukan itu, nona?" Ia menarikku menjauh dari kerumunan polisi da warga sebentar. Aku menunduk memperhatikan gerak geriknya lalu "Kejahatan yang tak terbongkar pantas diakhiri dengan kejahatan juga." Aku menggigit bibirku hingga terluka "Ayahku mati ditangannya, Tuan. Tapi itulah juga kebodohannya karena dia biarkan saksi mata hidup." Aku tertawa dia menyadari maksudku "Aku tak ingin bodoh sepertinya atau sepertimu, jadi saksi mata layak untuk ddihabisi juga." Dan dengan begitu saja ku biarkan sebuah pisau menghujam daerah jantungnya berkali. Tawa mulai kencang, nahas polisi itu taka da yang mendengar karena suara riuhnya kerumunan yang ada.

Dengan polosnya aku kembali berdiri diantara mereka, menyaksikan arwah ibuku dan detektif itu menatap kejam kearahku, ayah…. Ahhh dia tidak tau diuntung, aku baru saja melegakan beban hatinya, tapi kenapa dia juga sama saja. Menatapku jengkel, sialan tapi aku tak peduli toh, bebanku selama ini sudah lepas. Waktunya ikut oergi ke surga dan berkumpul bersama ayah dan ibu. Aku merebut pistol salah satu polisi disana dan menembak kepalaku sendiri tepat dihadapan semua orang yang ikut menganga tak percaya. Tak ada yang tau apa yang sebenarnya terjadi, selain Samy adik khayalanku yang ku khayalkan masih hidup saat itu.

"Arghhh, sudah tengah malam. Waktunya mencari mangsa." Ku tinggalkan mesin ketik tua berkarat yang teronggok disudut rumah ibu yang tak lagi terawat semenjak kematian kami. Hanya ak yang masih hidup, bukan sebagai manusia tapi sebagai sosok semu yang mengemiskan pengampunan dai Sang Pencipta untuk mengizinkanku pulang. Bertahun-tahun juga aku mengemis hingga aku lelah dan memilih bersekutu saja dengan iblis, kubantu mereka menggodai semua manusia yang ada. Membinasakan mereka yang berbuat jahat sesekali kulakukan agar aku bisa menebus dosaku, tak tak juga kunjung usai penebusan ini. Niatku mencari mangsa pun urung, dan memilih berjalan menuju neraka penantian dimensi lain. Menunggu, hingga surga sudi menjemputku atau paling tidak orang tuaku kembali bersamaku dan menemaniku disini.