webnovel

Chapter 5

Langit tengah hari begitu menyengat. Nicky terheran-heran dengan semangat para laki-laki yang asik bermain bola di lapangan. Menghiraukan kulit mereka yang mulai tersengat sinar matahari. Tetap bermain sampai kaki-kaki mereka lelah.

Disana Muza bermain tanpa beban. Gelak tawanya menggema, betapa beku hati Muza. Bisa-bisanya Muza tertawa diatas penderitaan orang lain.

Penasaran dan rasa tak sabar untuk menghakimi Muza meluap-luap. Saat ini yang bisa Nicky lalukan menunggu permainan mereka selesai, duduk di tempat duduk tangga yang terbuat dari susunan beton.

Beberapa orang juga sedang memperhatikan gerombolang itu bermain bola. Mana mungkin bangku di daerah Nicky sepi bila mereka yang bermain bola.

Bukannya orang-orang ini suka permainan sepak bola. Alasan mereka menonton pastinya mengamati para pemainnya. Contoh orang yang di sebelah Nicky membicarakan gerombolan itu. Perbincangan mereka pasti tentang asmara. Jelas sekali!

"Muza beneran putus sama Nana," cuap orang itu.

Lirikan mata Nicky terarah pada sumber suara. Nicky tidak bermaksud menguping atau ikut nimbrung membicarakan masalah orang lain, ini kebetulan saja suara orang itu jelas terdengar oleh telinga Nicky. Begitulah cewek, suara mana mungkin bisa dikondisikan.

"Kenapa?" tanya temannya.

Nicky menghela napas. Tak disengaja Nicky mendengarkan kabar sampah di teingannya. Hal yang paling Nicky benci ialah ketika Nicky berusaha acuh tak acuh namun suara itu terdengar jelas. Rasanya tak nyaman, bahkan mendidih didadanya menahan emosi.

"Aku juga belum, tau," lalu orang itu memalingkan wajahnya ke arah Nicky, "Nicky." panggil orang itu.

Benci sekali, ketika namanya di sebut, rasanya Nicky ingin lari. Nicky tau mereka hanya ingin menggali informasi padanya.

"Hai," sahut Nicky. Asal-asal saja Nicky membalasnya padahal Nicky tak mengenal apalagi mengetahui nama orang itu.

"Muza sama Nana kok bisa putus kenapa?" selidik mereka. Tercengang Nicky oleh pertanyaannya.

Baru saja orang itu menjadikan Nicky sebagai sumber gosipnya. Bodoh bila Nicky terpancing dan memberikannya bahan untuk membicarakan masalah pribadi orang lain. Apalagi orang lain itu temannya sendiri. Mereka tak mengenal siapa yang dihadapi sekarang. Rasa tak nyaman menanyakan hal seperti itupun tak ada.

Memalukan derajat kaum perempuan. Nicky muak sekali dengan spesies kaumnya yang sejenis ini.

"Aku sendiri nggak tau,"

"Eh, masa nggak tau sih, kan kalian bareng-bareng terus,"

"Beneran aku nggak tau, itukan bukan urusanku, hehe," sindir Nicky halus. Sangking halusnya mereka tak merasa disindir.

Gunduk yang Nicky rasa.

"Aku denger si Nana ketahuan selingkuh," cuap sebelahnya.

Nicky kian malu dengan kaumnya.

"Sama?"

"Nggak tau, aku juga denger si Yunos sama Shannon putus. Aneh mereka, kalo satunya putus jadi putus semua. Seperti mereka ada sebuah kontrak, satu orang putus harus putus semua."

Dan dua orang itu menggosip lagi. Nicky jelas tidak betah berada di tempatnya. Ia beranjak lalu menghampiri teman-temannya yang sudah selesai bermain bola, duduk di tengah lapangan, membicarakan sesuatu.

Sesampai di sana Nicky meletakan tasnya di atas rumput. Duduk di sebelah Tomo. Mulut Nicky membungkam, menyaksikan teman-temannya berbicara berbagai macam hal. Waktu Nana dan Yuri terlihat berjalan jauh di depan, para kaum Adam ini membahas Nana.

"Muz, tu cewek lu lewat," celetuk Yunos. Muza hanya diam.

"Ck,ck, parah itu cewek," Tony menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu dia mengeluarkan ponsel 2G miliknya. "Masih aja manggil sayang,"

"Dia emang terkenal playgirl, sama sama si Yuri," timpal seseorang.

"Semua cewek sama aja seperti cowok," gerutu Aldi yang juga baru saja putus.

"Jual mahalnya selangit padahal perawan kagak. Apa yang dibanggain coba, maunya dimengerti tapi nggak mau mengerti balik," celetuk Tony.

Nicky pusing. Harus pada siapa ia percaya, bila para Adam ini berkata enam sedangkan Hawa ngotot mengatakan itu angka sembilan. Bila diambil kesimpulan tidak ada yang salah, hanya perbedaan letak mereka memandang objek tersebut.

Ditempatnya tadi singgah terdengar cacian tentang laki-laki. Kini ia mendengarkan cacian terhadap kaumnya. Ibarat depan belakang jurang. Sama saja. Mati.

Mengingat Yunos satu kelompok tiba-tiba Nicky tersadar kondisi Shannon. Jelas sudah mengapa Shannon berada di UKS. Kasusnya sama dengan Nana. Rasa cemas pun menyeruak dipikiran Nicky, bertanya-tanya pada diri sendiri apakah Shannon juga sakit maag atau hanya stress dan hanya ingin sendiri.

Tak sadar sudah sore hari Nicky bermesraan dnega ponselnya. Pikirannya melayang ke Shannon. Kian cemas rasa yang ditanggung, Nicky akhirnya berdiri, berjalan mengarah ke UKS meninggalkan kaum Adam melanjutkan pembicaraan mereka.

Tanpa disadari oleh Nicky, Muza menyusul dari belakang. Kini Muza berada di sebelah Nicky. Muza mencolek bahu kiri Nicky berharap Nicky termakan trik kekanak-kanakannya. Sayangnya Nicky sudah menagkap aura Muza yang berdiri di sebelah kanannya. Bangga, Nicky puas menggagalkan trik murahan Muza, menoleh ke arah kanan.

Nicky berhenti di tengah koridor. Mantap bertanya pada Muza, mumpung daerah koridor tidak ada siapapun yang akan mendengar perbincangan mereka. Meskipun begitu, dari tempat Yunos dan daerah tempat duduk tangga dapat melihat gerak-gerik Nicky bersama Muza.

"Muza, tadi Nana maag-nya kambuh, kamu nggak jenguk dia dulu," ujar Nicky.

Raut wajah Muza nampak jelas bahwa Muza tidak peduli sama sekali.

"Seenggaknya kamu kasih tau alasan ke dia kenapa kamu mutusin dia," ceramah Nicky perihatin.

"Udah jelas dia yang main belakang, Nick," tukas Muza mengeluarkan ekspresi seolah-olah dialah korbanya dan tak terima disalahkan.

"Tetep aja kamu harus ngomong, bukannya diem aja,"

Langsung saja Muza memojokkan Nicky ke tembok. Kedua tangan Muza menebak tembok, mengurung Nicky supaya tak pergi ke mana-mana. Menuntut Nicky untuk mempercayai Muza sepnuhnya, menarik kedalam pihaknya.

"Jelas-jelas dia yang salah, Nick,"

Sepasang mata amarah Muza menatap Nicky. Begitu mengintimidasi Nicky, Nicky mana mungkin bertahan, ia jongkok lalu bergeser dan akhirnya sekejap Nicky terbebas dari Muza.

Nicky tertawa. Kegelian dengan tingkah Muza yang berbau 1000 alasan drama.

"Tetap saja laki-laki harus berani ngomong," ledek Nicky.

Muza membisu. Senyuman yang mengisyaratkan menyerah pada Nicky.

"Kan gampang banget cuma menjelaskan, masa susahnya sama ngangkat truck bensin," gurau Nicky.

"Dia nanti tambah nangis, aku nggak tega liat orang nangis,"

"Nggak tega kok bikin orang nangis, LOL,"

Lagi-lagi Muza mencoba memojokkan Nicky ke tembok lagi. Kali ini Nicky gesit membaca gerakan Muza, bergeser ke tempat lain. Terbaca mudah, pertahanan Nicky masih kokoh.

"Hsss, apaan sih, Muza, kkkkk. Cepet sana bilang maaf sama, Nana"

Kepala Muza menggeleng, "Ya sudah, terserah kamu, payah." Nicky pergi tanpa membawa rasa kesal.

Nicky menyerah. Berdebat dengan laki-laki yang masih proses pubretas sangat sulit. Ada-ada aja alasannya, pinter bicara tapi nol bertindak.

Membujuk laki-laku hal paling sulit dilakukan. Nicky mengetahuinya, sebab laki-laki berkerja dengan otak sepenuhnya menggunakan otak.

Sia-sia saja Nicky memelas meminta Muza meminta maaf pada Nana. Pada dasarnya para kaum Adam memang terkenal pengecut untuk meminta maaf daripada membuat masalah. Itu sebagian kecil hal yang dibenci Nicky yang ada pada cowok. Malu berkata maaf.

Apa yang mereka sebenarnya pikiran - Nicky