webnovel

08 - Ulang Tahun Perusahaan

Hari ini tepat satu minggu sejak Winda menawari pancake buatannya pada Seno. Dan sejak saat itu juga setelah membersihkan tubuhnya, Seno langsung pergi meninggalkan rumah, dan tak pernah pulang sampai sekarang.

Winda tahu kemana Seno selama ini pergi, tapi ia berusaha untuk tidak peduli. Ia sudah mempersiapkan hal-hal seperti ini saat menyetujui perjodohannya dengan Seno. Gadis itu juga sudah sangat hafal bagaimana sifat Seno. Mengingat Winda pernah tinggal bersama Pria itu kurang lebih selama lima tahun.

Jadi ia sebenarnya sudah tidak kaget, 'kan?

Dan Seno? Pria itu memang sama sekali tidak peduli, mau tidak pulang selama sebulan lebih pun ia merasa tidak ada yang salah. Ia menikahi Winda karena terpaksa, terlebih lagi mereka berdua sudah saling memiliki perjanjian untuk tidak mencampuri urusan masing-masing.

Bahkan saat ini, ia sedang berada di apartemen Mirna, bermesraan di atas sofa dengan posisi gadis itu yang menyandarkan kepalanya pada lengan kekar Seno. Terdengar sesekali suara tawa mereka karena menonton acara reality show.

"Ya ampun lucu banget," Mirna mendongak dan Seno langsung mengecup bibir gadis itu, kemudian mereka kembali tertawa geli.

Tak berselang lama Seno mendengar ponselnya berdering, lalu ia mengambil benda persegi panjang tersebut yang terletak di atas meja. Sebuah nama yang terlihat di ponsel itu membuat Seno merasa sedikit malas.

"Siapa, sayang?" Mirna bertanya, lalu Seno memperlihatkannya pada gadis itu.

Mirna pun hanya mengangguk-aguk kecil lalu berkata, "Angkat aja, mungkin ada hal penting."

Sebelum mengangkat telfonnya, Seno memberi isyarat pada Mirna untuk tidak bersuara.

"Hallo, ayah."

"Ayah denger kamu udah beberapa hari gak pulang. Bener itu?"

"Hmmm."

"Udah gila kamu, ya? Pulang sekarang dan pergi ke rumah ayah nanti malem bareng sama Winda. Saya mau bahas ulang tahun perusahaan!"

"Iya iya."

"Cuma iya aja? Kamu mau ayah pecat dari kantor?"

"Iya, maaf. Nanti malem aku dateng sama Winda ke rumah ayah."

"Dasar anak kurang ajar!"

BIP

Seno langsung mematikan sambungan telfonnya, lalu kembali memeluk Mirna.

"Ada apa?" Tanya Mirna.

"Nanti malem ayah mau aku datang untuk bahas ulang tahun perusahaan Males banget sebenernya."

"Hm. Pasti seru banget. Sayangnya pasti aku gak boleh dateng."

Mirna menghela napas kecewa, gadis itu merasa sangat sedih, ia memang tidak bisa datang ke acara ulang tahun perusahaan milik Seno. mengingat Ramdan tidak merestui hubungannya dengan Seno selama.ini.

Merasa kasihan melihat kekasihnya, Seno langsung mengeluarkan jurus andalannya, "Kamu apa apa, sayang? Ada sesuatu yang mau kamu beli gak?"

Mendengar pertanyaan Seno, Mirma dengan senang hati langsung menyebutkan barang-barang apa yang ingin dia beli saat ini juga.

Seno memang sangat loyal jika menyangkut tentang Kekasihnya itu.

****

"Tahun ini ayah berencana untuk gak ngadain pesta ulang tahun perusahaan."

Ramdan berucap sembari sesekali terbatuk, Winda yang ada disana pun merasa khawatir saat melihat pria tua itu sudah terlihat sangat pucat.

"Kenapa? Bukannya ulang tahun perusahaan itu penting?" Seno bertanya kepada ayahnya.

Ramdan menggelengkan kepalanya, lalu melihat Winda dan tersenyum lembut, "ayah mau pergi ke luar negeri sementara waktu untuk melakukan pengobatan."

Seno menautkan kedua alisnya, dan Winda menatap Ramdan dengan ekspresi kaget.

"Kalau gitu aku mau ikut buat nemenin ayah," Ucap Winda, lalu gadis itu beralih untuk duduk di samping Ramdan.

Ramdan menggelengkan kepalanya saat mendengar ucapan Winda, "Gak usah nak, biarin ayah pergi sama sekretaris ayah. Kamu cukup menjaga Seno saja."

Seno menyeringai saat mendengar penuturan ayahnya. Dia kemudian memainkan jari-jarinya. Apa? Menjaga Seno?

Lalu Ramdan beralih menatap Seno, "Kamu boleh ngadain perayaan ulang tahun perusahaan, tapi kamu harus bawa Winda gak boleh ninggalin dia sendirian. Ayah bakal ngawasin kamu terus."

Seno membalas menatap ayahnya, lalu menyandarkan punggungnya ke sofa. Pria itu tampak sedikit berpikir, bukankah bagus jika harus mengadakan perayaan tanpa mengundang para orang tua?  Itu artinya Mirna bisa datang untuk menghadiri perayaan tersebut.

"Oke, aku akan tetep ngerayain pesta ulang tahun perusahan—" Seno beralih menatap Winda dan melanjutkan kalimatnya, "dengan Winda pastinya."

Winda menatap Seno dengan tatapan tajam dan datar, bagaimana bisa Seno masih memikirkan pesta sialan itu, sementara ayahnya sedang berjuang melawan penyakitnya.

Sesaat kemudian, Winda menoleh dan tersenyum pada Ramdan, gadis itu tidak ingin ayah mertuanya tahu bahwa selama ini hubungannya dengan Seno jauh dari kata baik-baik saja.

*****

Winda menatap dirinya Sendiri di depan cermin, menggunakan gaun mini ketat dengan rambut di ikat ke belakang—sejujurnya ia sangat tidak nyaman, tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak mempunyai gaun lain.

Dan gaun yang ia kenakan sekarang merupakan pemberian dari Seno—walaupun bukan Seno sendiri yang memberinya kepada Winda. Pria itu menitipkan pada Sekretarisnya.

Rasanya Winda sangat malas untuk datang ke pesta perayaan tersebut, tapi kemarin Seno berpesan, kalau ia harus tetap datang—untuk sekedar memenuhi syarat agar pesta tersebut bisa terus berjalan.

Bukankah Seno sangat egois? Bahkan sampai detik ini, pria itu tidak pernah pulang kerumah.

"Win, taxi-nya sudah datang," Winda menoleh sebentar lalu tersenyum, "Iya, Bik. Sebentar lagi."

Winda terpaksa pergi menggunakan taxi yang di pesankan oleh bibik, karena ia tahu Seno tidak akan mau menjemputnya. Sedangkan Winda memang tidak mau meminta Seno untuk untuk menjemputnya.

*****

Winda berdiri sendirian di sudut ruangan dengan memperhatikan orang-orang yang sedang saling berbincang satu sama lain. Ia sangat gugup karena tidak pernah menghadiri acara seramai ini sebelumnya.

Pesta malam ini memang sangatlah meriah, semua yang datang sepertinya adalah teman-teman Seno.

Mata Winda kemudian menangkap Seno dan Mirna yang sedang berjalan kesana kemari seperti pasangan kekasih pada umumnya, mereka menyapa para tamu dengan saling menautkan tangan mereka.

Winda berani bertaruh, bahwa saat ini tidak ada satupun orang yang mengetahui bahwa ia adalah istri Seno Susilo Admaja.

Karena merasa malas dan tidak mau peduli. Winda mengalihkan pandangannya ke meja, memilih makanan apa yang ingin ia makan.

"Kayanya ini enak, deh."

Seno dari jauh memperhatikan Winda, pria itu sebenarnya tahu saat gadis itu datang—tapi ia tidak ingin teman-temannya mengetahui kalau Winda adalah istrinya.

Ya—walaupun saat pertama kali Winda datang, Seno sempat sedikit terkejut melihat gadis itu bisa terlihat sangat cantik dengan gaun yang ia pilih. Padahal Seno memilih gaun dengan harga paling murah.

"Sayang," Mirna memanggil Seno, dan pria itu tidak menjawab, ia masih fokus menatap Winda, "Seno!"

"Ah iya," Seno menoleh ke samping melihat Mirna yang sepertinya sudah sangat kesal.

"Ayo kita sapa mereka. Temen-temen kamu udah nunggu tuh dari tadi." Mirna berucap dengan raut wajah kesal.

"Iya sayang. Ayo," Seno tersenyum pada Mirma dan semakin erat menggandeng tangan gadis itu. Sambil melangkahkan kakinya, Seno sesekali melirik Winda.

Sedangkan Winda terlihat sangat membutuhkan air minum, ia tampak mondar mandir kebingungan. Ia mencari air mineral tapi tidak ada sebab semua yang tersedia disana hanya ada Vodka dan Bir, sedangkan Winda tidak pernah meminum semua itu.

Dengan terpaksa, gadis itu mengambil segelas vodka lalu meminumnya. Saat baru saja vodka itu menyentuh lidahnya, Winda langsung di buat gelagapan, ia menyipitkan matanya sesaat lalu menggelengkan kepalanya.

"Ah ini gila, bener-bener gila. Rasanya kok aneh banget. Tapi kenapa semua orang bisa suka minuman kaya gini, sih?" Winda berucap sembari memperhatikan gelas berisi vodka yang ada ditangannya.

"Kkkkkk."

Winda menoleh ke samping saat mendengar suara pria sedang terkekeh. Lalu ia meletakkan gelasnya ke atas meja.

Seungwan sedikit canggung dan merasa malu secara bersamaan, pasti orang itu mentertawainya sekarang. Apa lagi pria itu semakin mendekat ke arahnya.

"Lo gak pernah minum ini?" Pria itu bertanya sambil menunjuk gelas yang sudah Winda letakkan di atas meja.

Winda menatap pria itu dengan tatapan bodoh, gadis itu terpanah melihat betapa tampannya makhluk yang saat ini sedang berdiri di depannya.

" Ni orang beneran manusia? Kok mirip malaikat? Huu ganteng banget." Winda membatin dalam hati.

Melihat Winda yang melamun saat melihatnya, membuat pria itu menaikkan satu alisnya, lalu memajukan kepalanya—untuk membalas menatap Winda.

Winda memekik terkejut dan membulatkan matanya saat menyadari pria itu menatapnya dengan begitu dekat. Dengan spontan dia memundurkan dirinya dan menundukkan pandangannya ke bawah.

"Ah maaf," Ucap Winda dengan menggaruk garuk lehernya yang tidak gatal.

Pria tadi pun tertawa kecil saat melihat tingkah Winda. Pria itu berpikir—bagaimana bisa di jaman sekarang masih ada tersisa seorang gadis yang begitu naif.

"Kevin?"

Winda dan pria itu pun menoleh saat ada suara perempuan yang memanggil nama pria itu dengan panggilan 'Kevin'

Jadi, nama pria tampan itu Kevin?

Winda bisa melihat siapa yang datang, jelas orang itu adalah suaminya sendiri dan kekasih kesayangan suaminya.

"Kita kira Lo gak akan dateng, karena yang gue denger Lo udah balik ke Amrik," Mirna berucap. Dan pria itu langsung memeluk kedua sahabatnya tersebut secara bergantian.

"Gue gak akan balik ke amrik sebelum gue liat kalian berdua nikah," Goda Kevin sambil tertawa kecil, lalu ia melanjutkan kalimatnya, "Jadi kapan ni kalian akan nikah?"

Mendengar pertanyaan Kevin, Seno pun langsung melihat Winda yang saat ini sudah membuang muka.

Sementara Mirma? Gadis itu dengan sengaja semakin mempererat gandengan tangannya di lengan Seno.

"Secepatnya dong." Balas Mirna percaya diri.

Winda otomatis menatap kedua pasangan tersebut. Sementara Seno entah kenapa justru merasa sedikit agak risih.

"Gue tunggu undangannya. Awas kalau kalian gak nikah-nikah," Kevin tersenyum sumringah.

Rasanya saat ini Wimda ingin menenggelamkan dirinya ke dasar laut. Kenapa ia harus berada di situasi secanggung ini? Tidak! Hanya ia yang saat ini merasa canggung. Mereka bertiga sepertinya baik-baik saja.

"Woi, Seno. Napa Lo kok diem aja? Biasa Lo yang paling ribut," Kevin sedikit menggoda Seno yang menurutnya saat ini tidak seperti biasanya.

Seno pun tersenyum kaku, "Gak papa. Gue cuma sedikit kaget pas liat Lo yang makin lama makin ganteng, "

Mereka bertiga pun tertawa saat mendengar penuturan Seno. Kemudian Mirna melihat Winda dengan tersenyum miring. lalu gadis itu bertanya, "Perempuan ini—siapa, Vin?"

Mirna hanya berpura-pura tidak mengenal Winda.

Seno dan Mirna tadi memang sempat melihat mereka sedang saling tatap-tatapan. Dan itu membuat Mirna sedikit penasaran.

Kevin tersenyum melihat Winda, "Perempuan ini—" Menarik tangan Winda dan menggandengnya, "Kayanya—dia bakal jadi pacar gue."

Winda langsung membulatkan matanya, ia menatap Kevin yang bahkan tidak ia kenal.

Dan Seno? Pria itu juga tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya. Ia langsung melepas tangan Mirna yang melingkar di lengannya dan melihat kedua orang di depannya yang saat ini sedang saling menatap.

.....

TBC