Pada saat aku berumur 10 tahun, aku kehilangan kedua orang tuaku. Itu adalah sebuah kecelakaan.
Waktu itu aku masih duduk di kelas 5 SD, dan adik perempuanku duduk di kelas 2 SD.
"Lihat, ayah, aku dapat peringkat satu lagi!"
Dengan penuh semangat, aku menunjukkan kepada ayahku penghargaan yang berhasil kudapatkan dari hasil ujianku di sekolah. Di sana aku mendapat sebuah sertifikat penghargaan karena berhasil meraih nilai sempurna dari semua mata pelajaraan yang ada.
"Tidak hanya itu, lihat ini! Aku bahkan dapat nilai 120 karena aku berhasil menyadari ada soal yang salah di ujiannya!" Aku membuka tasku dan mengambil selembar kertas ujian dengan nilai 120 di atasnya. Kemudian, aku menunjukkan kertas itu dengan sombong kepada ayahku.
Dia terkejut. "Wow, itu sangat hebat— Tidak, tunggu dulu, bukankah kau terlalu hebat! Ada apa dengan semua nilai sempurna ini! Dari mana kau mendapatkan gen orang jenius?! Apa kau benar-benar anakku?! Aku bahkan tidak pernah mendapatkan nilai 80 seumur hidupku!" Ayahku terkejut. Tapi, itu sedikit berbeda dari reaksi terkejut yang kubayangkan.
"Ya ampun, sayang. Kau tidak boleh bilang begitu, kejeniusan Riku merupakan bawaan dariku, ya kan?" sahut ibu sambil memelukku dari belakang, dia adalah ibu yang lembut dan cantik.
Itulah kenapa terkadang aku sedikit heran, kenapa ibu mau menikah dengan orang seperti ini.
"Tapi, sayang, lihat semua piala dan penghargaan ini?! Apa kau yakin anak ini manusia?! Oi, Riku! Berhentilah seenaknya mengikuti lomba apapun tanpa izin dulu ke ayah dan ibumu, kau mengerti?! Karenamu kita harus mengorbankan satu kamar kosong hanya untuk semua piala-pialamu!" tegur ayahku sambil menunjuk ke arah sebuah ruangan yang dipenuhi oleh pialaku.
"Yah, mau bagaimana lagi, kan? Uang jajan yang ayah berikan terlalu sedikit, jadi aku terpaksa harus mengikuti lomba-lomba itu untuk mendapatkan uang tambahan. Lagipula, bukankah itu lebih baik daripada ruangan itu menjadi tempat untuk mengoleksi mainan robot ayah?"
"Lihat anak ini, sayang! Dia bahkan sudah bisa protes tentang uang jajannya sendiri?! Apa kau benar-benar berumur 10 tahun?! Dan juga, jangan berani-beraninya kau menghina hobi ayahmu! Robot itu adalah impian seorang pria kau tau?! Mereka adalah sebuah mahakarya yang..."
Mendengar ayah yang mulai mengatakan sesuatu yang tidak jelas, aku menghela nafasku dan memutuskan untuk mengabaikannya. Jika sudah begini dia benar-benar merepotkan.
"Ibu, aku lapar."
"Oh, apa sudah waktunya untuk makan malam? Baiklah, hari ini ibu akan membuatkan makanan kesukaanmu. Tapi, apa kau bisa bantu ibu untuk memanggil adikmu?" ujar ibuku yang meminta tolong.
Aku memberikannya sikap hormat. "Siap bos!" Kemudian langsung berlari menuju ke kamar adikku untuk segera melaksanakan perintahnya.
"Sayang, jangan lari atau kau akan terjatuh!" tegur ibu, tapi karena aku berlari dengan penuh semangat, aku tidak bisa mendengarkannya.
Setelah berlari menaiki tangga dan langsung pergi ke kamar adikku. Tanpa perlu pikir panjang lagi, aku langsung membuka pintunya secara perlahan, dan mengeluarkan kepalaku dari balik sela pintu yang terbuka.
Saat dia menyadari bahwa ada orang yang membuka pintu kamarnya, adikku terbangun dari tidurnya, untuk melihat siapa yang datang.
Tentu saja, itu aku.
"Onii-sama…" serunya dengan suara yang tinggi ketika dia melihatku, wajahnya berseri-seri.
Tapi, aku mengabaikan reaksinya dan langsung masuk ke dalam ruangan, adikku memiringkan kepalanya dengan bingung ketika dia melihat apa yang kulakukan. Di sana aku mengambil sebuah topeng dan jubah hitam, lalu membuay pose keren sambil memakai kedua benda itu.
"Kukuku, sayang sekali, Putri Shina. Aku bukanlah kakakmu. Aku adalah seorang pencuri yang berniat untuk menculikmu. Namaku adalah Jhon Smith, Pencuri Terhebat di seluruh dunia!" teriakku dengan mengubah suaraku menjadi lebih berat.
Melihat itu, Shina terlihat sangat bersemangat dan dia dengan buru-buru turun dari kasurnya.
Di sana, dia juga mengambil sebuah tiara cantik dan gaun tuan putri yang berwarna merah muda, sambil mengenakan kedua benda itu, dia berdiri di depanku, mengambil pose yang sama sepertiku.
"Shina adalah seorang tuan putri yang dicintai oleh rakyatnya. Jika mereka tau Shina diculik oleh orang sepertimu, mereka pasti akan sangat sedih. Karena itu, Shina menolak untuk ikut bersamamu!" ucapnya dengan senyuman lebar.
Tampaknya dia masih ingin melanjutkan sandiwara ini. Dia mengambil sebuah pedang plastik yang tergeletak di lantai dan mengarahkan pedang itu ke depan wajahku.
Mataku menyipit sinis. "Apa maksudnya ini, Putri Shina? Apa kau berniat untuk melawanku?"
"Jika kau tidak ingin mundur dan tetap ingin menculik Shina, maka Shina yang akan melawan untuk mengusirmu, Jhon Smith!" teriak Shina sambil bersiap-siap untuk bertarung, tapi aku menertawakannya, membuat Shina mengernyit.
Tentu saja, ini hanya sekedar sandiwara.
"Kukuku! Ahahahahahaha!! Sungguh sangat disayangkan, Putri Shina. Padahal awalnya aku berniat menculikmu untuk kujadikan sebagai wanitaku. Tapi sepertinya itu sudah tidak mungkin. Kuku, ini benar-benar sangat di sayangkan," ucapku dengan seringai lebar yang sombong.
Tapi, Shina sama sekali tidak gentar, malahan dia menjadi semakin bersemangat, dia tertawa kecil.
"Fufu, jika kau berniat untuk menikahi Shina, maka cobalah untuk mengalahkan Shina dulu jika kau bisa, Onii-sama!" teriak Shina dan dia langsung mengayunkan pedang plastiknya ke arahku.
Aku menghindar dan menarik pedangku juga dengan cepat. Melihat itu, Shina mengayunkan kembali pedangnya ke arahku, tapi aku berhasil menangkis ayunannya.
"Kuku, kau boleh juga untuk seorang putri. Baiklah, jika memang itu yang kau maumu, Putri. Aku pasti akan mengalahkanmu di sini! Dan juga, aku bukan kakakmu, aku adalah Jhon Smith!" balasku sambil mendorong ayunan pedangku ke depan, membuat Shina terpaksa harus mengambil jarak.
Tapi, dia tetap tidak berhenti. Begitu melihat bola karet di depannya, dia langsung menendang bola karet itu dan menerbangkan bola itu ke arahku.
Mataku terbelalak kaget.
"Hei, itu curang!" jeritku sambil melompat ke samping untuk menghindarinya.
"Fufu, kau lengah loh, Jhon Smith."
Selagi aku protes tentang bola itu, Shina menggunakan kesempatan ini untuk maju dan mengayunkan pedangnya secara horizontal.
Ini gawat, dia akan menebas perutku—
"—Atau kau berpikir aku akan mengatakan hal itu. Haha, kau masih terlalu naif, Putri Shina! Apa kau pikir aku tidak menebaknya?!" ujarku dengan seringai lebar.
Ketika Shina maju ke depanku, aku langsung melepaskan jubah yang kumiliki dan melemparnya tepat di wajah gadis itu. Alhasil, pandangannya tertutup dan dia tidak bisa mengayunkan pedangnya lagi, hanya berusaha untuk melepas jubah yang tersangkut di kepalanya.
"Uuh, itu curang, Onii-sama!"
"Siapa yang peduli! Dan aku bukan Onii-sama, aku adalah Jhon Smith!" teriakku.
Kemudian, aku mengangkat pedangku tinggi-tinggiku, berniat untuk mengayunkannya secara vertikal ketika Shina lagi sibuk untuk menyingkirkan jubah itu dari wajahnya.
"Dengan ini, semuanya berakhir! Sekarang menyerahlah dan jadi wanitaku!" lanjutku dengan semangat dan bayangan akan kemenangan.
Tapi—
"Shina! Riku! Sudah cukup main-mainnya! Ayo turun untuk makan malam!"
Ibu tiba-tiba memanggil dan aku berhenti tepat sebelum aku berhasil mengayunkan serangan terakhirku untuk memenangkan pertarungan ini.
Tapi, itu adalah keputusan yang buruk.
"Fufu, kau lengah lagi, Onii-sama!"
Adikku yang telah lolos dari jeratan jubahku menggunakan kesempatan ini untuk mengayunkan pedangnya sekali lagi, dan kali ini pedangnya berhasil memukul kepalaku.
'Tuk!'
"Aduh!" rintihku kesakitan ketika dipukul oleh pedang plastik itu.
"Yey~! Ini kemenangan Shina!"
"Tunggu, itu tidak adil! Ibu sudah memanggil, jadi pertarungannya berakhir pada saat itu juga! Aku tidak akan menerima kekalahan ini!" balasku yang protes dan tidak terima kepada hasil akhir ini.
Tapi, Shina hanya tertawa kecil dan langsung berlari meninggalkanku sebelum aku sempat mengatakan semua yang ingin kukatakan.
"Tidak, ini kemenangan Shina, Onii-sama yang kalah!" ujarnya dan kemudian pergi begitu saja meninggalkanku sendirian di dalam ruangan itu.
Aku dengan buru-buru mengejarnya, dan tetap mencoba untuk protes, tapi dia sama sekali tidak menggubrisku, sehingga itu membuatku menjadi semakin kesal.
Dia benar-benar adik yang menyebalkan.
****************
Itu adalah waktu makan malam.
Saat aku sedang menikmati humburger buatan ibuku, yang merupakan hadiah dari peringkat pertamaku di sekolah. Ayah tiba-tiba berdiri tegak dan berkata dengan suara yang keras.
"Baiklah, sudah diputuskan! Untuk liburan besok, kita akan pergi piknik di kaki gunung!" cetusnya, dia terlihat sangat antusias, seperti anak muda yang sedang merencanakan liburan musim panasnya.
Saat itu juga, ibuku menanggapi.
"Ke gunung ya, kurasa itu bagus. Aku akan membuatkan bekal yang meriah untuk pergi nanti."
"Oh, seperti yang diduga dari istriku! Aku jadi semakin mencintaimu! Baiklah, kalau begitu sudah diputuskan, kita akan pergi ke gunung!"
"Tunggu dulu, aku masih belum mengeluarkan suaraku, tidak bisakah ayah tidak membuat jadwal apapun secara tiba-tiba. Bukankah aku tidak pernah bilang jika aku akan ikut, kan?" sahutku dengan wajah yang datar.
"Diamlah kau dasar anak aneh! Di keluarga ini ayah adalah pemimpinnya! Jadi kau tidak punya pilihan lain selain mematuhi keputusan ayahmu!"
Ayah satu ini benar-benar berisik.
Selagi aku dan ayahku mulai berdebat, Shina yang daritadi mendengarkan tiba-tiba berdiri di atas tempat duduknya, dan berkata dengan mata yang berbinar-binar.
"Piknik ke gunung! Shina mau ikut!" teriaknya.
Melihat itu, ayah memalingkan pandangannya ke arah Shina dengan senyuman lebar dan dia langsung memeluk Shina sambil menangis bahagia.
"Oh ya ampun, itu baru anakku! Shina benar-benar sangat imut! Berbeda jauh dari anak yang ada di sana yang sama sekali tidak mengerti tentang betapa pentingnya liburan keluarga itu!" ujar ayah itu sambil melirik ke arahku.
Alis mataku berkedut dengan kesal.
Aku benar-benar ingin memukulnya.
"Kalian berdua, jangan berdiri ketika lagi makan," tegur ibuku, dan mereka kembali lagi ke tempat duduk mereka masing-masing.
Saat semuanya kembali tenang, Shina tiba-tiba menarik ujung bajuku.
"Onii-sama, ayo kita pergi piknik bersama. Shina ingin pergi bersama Onii-sama," ajaknya dengan tatapan mata yang memelas.
Uuh, itu curang.
Anak satu ini terlalu imut. Bagaiamana mungkin aku bisa menolak permintaan adikku?
Itu membuat hatiku luluh, dan pada akhirnya, aku terpaksa memutuskan untuk menerima ajakannya, karena aku tidak ingin membuatnya sedih.
Aku menghela nafasku dengan pasrah, tersenyum lembut dan mengelus kepalanya.
"Ya yah, aku ikut. Ya ampun, Shina benar-benar adik yang merepotkan," ujarku dan Shina langsung tersenyum lebar ketika mendengar itu.
Yah, kurasa aku tidak punya pilihan lain.
Jika sudah diputuskan, maka aku juga harus menikmatinya dengan serius.
Hmm, mungkin aku harus menyiapkan jaringku untuk menangkap beberapa kembang badak.