webnovel

Part 33

Sial! Apa yang harus kami lakukan? Tak mungkin kami memberikan- "Celine? Apa yang kau.. "

Dengan berat hati, Celine maju mendekat "Kita tak bisa membahayakan mereka Zent. Nyawa mereka masih jauh lebih penting ketimbang dokumen ini"

"Ya, ya! Benar begitu, berikanlah padaku"

Dokumen tersebut diletakkan di atas telapaknya, digenggam lalu disimpan dalam kantung dengan sebuah seringai lebar menghias wajah. Sebuah tawa keras terdengar, tawa yang penuh akan kemenangan dan membuat kami merasa tak berdaya.

Sesudah Celine kembali ke tempat semula, ia memerhatikan tuan putri yang kini masih berada di atas lalu menoleh pada mahluk di depan "Tolong tepati janjimu itu"

Mahluk tersebut terdiam, ikut melihat sosok tuan putri yang masih tertidur "Baiklah, kami tak serendah kalian yang selalu mengingkari janji seperti dulu" Begitu jari dijentikkan, kandang yang mengurung tuan putri menghilang, menyatu kembali bersama cairan di langit-langit.

Dengan cepat Celine melompat ke atas, menangkap tuan putri sebelum tubuhnya jatuh menghantam lantai dan menatapnya penuh amarah "Apa yang kau lakukan! Kau bisa saja membunuhnya!" Bentak Sang ksatria sembari mendekap tuan putri.

"Kau menyelamatkannya bukan? Sudah kukatakan padamu, semuanya telah kami rencanakan. Kami juga bukan orang-orang yang menelan ludah sendiri, jiwa-jiwa tak berguna itu milikmu" Ia menjentikkan jari sekali lagi, memecahkan kubah cairan kental besar di belakang, membebaskan para tawanan, lalu berbalik, berjalan melewati mereka menuju jendela "Biar kuberi sebuah peringatan padamu. Apapun yang kalian lakukan, kalian takkan dapat menghentikan kebangkitan tuan kami. Aku permisi" Kaca jendela pecah berantakan, memberinya sebuah jalan untuk kabur tanpa dapat kami hentikan sama sekali.

Namun, tiba-tiba dari arah belakang, beberapa anak panah berimbuhan mana ditembakkan, melesat cepat mengarah pada dirinya hanya untuk ditahan oleh sebuah mahluk besar yang muncul di luar bangunan, melindungi sosok tuannya dari ledakan-ledakan besar. Celine bergegas menggunakan perisai mana nya untuk melindungi orang-orang tak sadarkan diri di depan agar tak terkena dampak ledakan sambil bersembunyi di balik perisai milikku yang berukuran lebih kecil namun cukup luas bagi kami.

Begitu ledakan tersebut mereda, menyisakan kepulan debu tebal, Rio dan Rayven berlari mendekat. Wajah penuh amarah menghias wajah masing-masing dengan tatapan yang seolah mengatakan 'PENGHIANAT'.

"Apa yang kalian lakukan!? Mengapa kalian membiarkannya lolos!!" Bentak Rayven tak percaya "Dia orang yang berbahaya! Kita harus-

"ITULAH ALASANNYA!" Balas Celine tak lagi dapat menahan diri, kesal terhadap ketidakmampuannya "Dia berbahaya. Kita takkan dapat mengalahkannya, bahkan... Tak seorangpun di sini yang dapat mengalahkannya. Sudah sebuah keajaiban dia mau meninggalkan kita sendiri tanpa adanya korban jiwa" Ucapnya geram dengan tangan kiri terkepal kuat sementara tangan kanan menggenggam gagang pedang hingga gemetar karena emosi. Sebagai seorang ksatria dan tak hanya ksatria biasa, melainkan ksatria Tier 5 terhormat, dia justru terpaksa membiarkan musuh lolos. Sebuah kegagalan yang kini menjadi sebuah aib baginya, sebuah luka yang takkan pernah tersembuhkan hingga dendam terbalaskan.

"Tak mungkin.. Ada lawan seperti itu di dalam pengikut sesat?" Rio terduduk lemas di lantai, menatap kedua tangannya yang kini gemetaran tak mampu mengangkat palu "Apa.. Apa yang harus kita lakukan dengan lawan seperti itu? Apakah kita hanya dapat menyerah seperti ini? Membiarkan mereka bertindak seenaknya" Kedua tangan itu terkepal kuat dengan kebencian yang tampak jelas pada wajah "Aku tak suka ini. Aku membencinya! Kita harus bergegas mencari mahluk apapun itu dan buat dia membayar!" Serunya berapi-api.

"Bagus jika kalian tetap semangat, tapi masih ada yang harus kita hadapi" Ucapku tanpa melepaskan pandangan dari sepasang cahaya ungu menyala yang balik menatap kami dari sela-sela kepulan debu.

"Oh, aku benar-benar lupa dengan mahluk di depan" Balas Rio sebelum mengangkat palu besar miliknya sembari tersenyum penuh semangat "Karena kita tak dapat menghabisi tuannya, kita masih bisa melampiaskan kekesalan pada mahluk di depan! Dia tentu tak sekuat tuannya itu bukan"

Tepat ketika dia selesai menyelesaikan kalimatnya itu, sebuah tangan besar menghantam masuk ruangan dansa dari atas. Aku buru-buru ke depan, memasang perisai mana untuk melindungi para tawanan yang masih belum sadarkan diri, berharap dalam hati agar mereka segera siuman karena bakalan sulit untuk melawan mahluk ini selagi melindungi mereka. Begitu tangan itu menghantam kuat perisaiku, aku tersentak merasakan tubuh seolah dihantam oleh sebuah palu godam raksasa. Pandangan sempat berkunang-kunang untuk sementara sebelum aku kembali memfokuskan diri agar tak jatuh pingsan karena nyawa orang-orang ini kini berada dalam tanganku.

Melihat itu, Celine dan kedua sahabatnya maju menyerang tangan besar berwarna hitam metalik tersebut, berusaha menjauhkannya dariku menggunakan segenap kekuatan mereka, namun hanya mampu membuat mahluk tersebut merasa kesal dan menariknya kembali hanya untuk dihantamkan kedua kalinya. Kali ini, darah mulai mengalir turun ketika diriku terbatuk keras. Jika mahluk itu melakukannya sekali lagi, mungkin aku akan benar-benar kehilangan kesadaran.

Celine tak tinggal diam, mengerahkan segala yang dirinya miliki pada satu ayunan pedang berimbuhan mana sehingga membentuk sebuah pedang raksasa berukuran sama dengan mahluk tersebut dalam warna emas transparan. Pedang mana yang kini menyala terang itu, menghantam kuat tubuhnya, mengirim ia terbang beberapa meter ke belakang dan terjadilah gempa kuat begitu tubuh raksasa tersebut menghantam tanah.

Napas Celine mulai terengah-engah, keringat mengalir membasahi keningnya tanda ia sudah mendekati batas kemampuan. Ksatria tersebut benar-benar tak menduga bahwa lawan mereka sekarang ternyata sekuat ini dan berpikir, jika bawahannya saja sudah membuatnya kelelahan, bagaimana dengan tuannya? Apakah dia mampu untuk menghadapi mahluk yang bahkan lebih kuat dibanding seseorang di Tier 8?

Sang ksatria menggeleng cepat, berusaha mengusir pikiran-pikiran buruk tersebut. Dia benar-benar tak membutuhkannya sekarang, di saat dia harus fokus terhadap pertarungan karena nyawa mereka kini juga bergantung padanya yang adalah seorang ksatria Tier 5.

"Kita tak mungkin dapat mengalahkan mahluk itu hanya dengan diri kita saja. Kita membutuhkan bantuan" Tukas Rayven sembari menyiapkan tiga anak panah pada panah putih besar miliknya.

"Rayven benar, kau harus membawa golemmu itu ke sini Celine. Tanpanya, kita tak mungkin menang menghadapi golem hitam itu" Balas Rio setuju dengan palu yang kini menyala terang oleh imbuhan mana berwarna oranye.

Celine mengangguk setuju, menutup mata, memfokuskan diri terhadap golem yang kini berada pada perkemahan. Dua detik kemudian, tubuhnya tampak memancarkan sinar hijau terang yang hilang tak sampai tiga detik selanjutnya. Celine menoleh pada kami, berkata "Dia sudah berada dalam perjalanan"

Tahu-tahu, golemnya itu sudah muncul di depan, turun dari atas dan menginjak golem hitam dengan kuat hingga gempa kembali terjadi, tak membiarkannya bangkit berdiri.

"Zent, kau juga dapat membantu mereka. Tapi, utamakan keselamatan orang-orang ini terlebih dahulu. Aku akan memberitahukan caranya selagi kau memindahkan mereka ke tempat aman"

Aku ingin menanyakan bagaimana, tetapi melihat situasi yang tak mendukung, akupun mengangguk mengerti, siap untuk turun tangan membantu bagaimanapun caranya.