webnovel

Part 25

  Goblin tersebut datang menerjang, melempar tombak miliknya kemudian melompat tinggi melempar perisai tepat ketika diriku baru saja selesai menghindar, membuatku terpaksa berguling ke belakang dan saat akan bangkit berdiri, goblin tersebut memutar badannya, menjegal kakiku lalu meraih punggung baju dan membantingku ke samping. Berusaha menahan rasa sakit yang menjalar, aku berusaha bangkit berdiri dengan cepat untuk mendapatkan kembali momentum, namun goblin tersebut tak memberi kesempatan dan justru melayangkan sebuah hantaman tepat pada wajah dan memberiku sebuah tendangan keras ke tubuh, membuatku terbanting cukup jauh ke depan. 

  Dari ujung mata yang kini berkunang-kunang, aku melihatnya berjalan tenang mengambil tombak yang kini tertancap pada tanah serta perisainya. Ia lalu menoleh padaku, menunggu di tempat sembari tersenyum lebar "Bangunlah manusia, pertarungan ini belum selesai" Ucapnya dengan suara yang terdengar begitu serak dan berat layaknya seorang perokok, berbeda dari kedua goblin yang kini terdiam di belakang dengan seringai yang sama, menonton Sang pemimpin mengambil alih situasi.

  Merasakan tiap rasa sakit ini, membuatku kembali teringat saat berlatih Muay Thai. Darah yang kini mengalir dari hidung yang patah adalah salah satunya. Aku tersenyum merasakan cairan merah basah tersebut mengalir turun, mengusapnya menggunakan punggung tangan, kembali merasakan perasaan yang sudah cukup lama tak kurasakan, perasaan ketika dirimu sangat ingin menghancurkan lawan. 

  Aku memasang kuda-kuda, mengangkat kaki kanan sejajar dengan dada serta kedua tangan di depan wajah. Goblin itu mengerti, maju menerjang, kali ini memutar tubuh, mengayunkan tombak dari samping yang kuhindari dengan menundukkan badan, melangkah maju, berusaha mengambil kesempatan ketika tubuh sampingnya tak terlindungi, menghantam tepat pada tulang rusuk kanan, lalu lanjut memberikan beberapa kombo pada tubuh serta wajah dengan cepat dan terakhir, menendang paha kanannya hingga ia terjatuh berlutut di atas tanah, memutar tubuh mengambil momentum, memberikan sebuah tendangan kuat pada kepala menggunakan tulang kering, mengirimnya terbang ke samping. 

  Tak berhenti sampai disitu, aku berlari mendekat, menghindar ketika tombak kembali terayun, telat sedikit tubuhku akan memiliki sebuah sayatan besar. Goblin tersebut mengambil kesempatan dari diriku yang melangkah mundur, menghantamkan perisai tepat pada lengan kananku yang berusaha melindungi tubuh. Sekuat mungkin aku bertahan agar tak terjatuh, meringis sakit merasakan tulangku retak akibat hantaman tersebut dan kembali mengambil beberapa langkah mundur yang tak diberikan oleh Sang goblin.

  Dia lanjut maju menerjang, melempar perisainya ke arah kananku, membuatku terpaksa menghindar ke samping dan menerima sebuah ayunan tombak pada sisi kanan kepala, membuat pandanganku sedikit kabur serta bergoyang layaknya gempa terjadi. Berusaha untuk kembali fokus, aku mengeluarkan perisai mana tepat di tengah-tengah kami demi mengambil jarak agar dapat menenangkan kepala yang aku yakin kini mengalirkan darah segar dari hantaman tadi. Aku beruntung goblin tersebut masih tak menggunakan sisi tajam tombak untuk segera membunuhku, namun aku sekaligus khawatir, tahu kalau goblin ini sepertinya hanya bersenang-senang saja. Di saat dia bosan, saat itulah juga aku kehilangan nyawa. Aku harus mencari cara untuk setidaknya membuat dia pingsan agar dapat pergi mencari mereka.

  "Ada apa manusia? Hanya segitu sajakah kemampuanmu? Seharusnya kau tak berkeliaran di sekitar sini jika hanya itu yang dapat dirimu lakukan. Jika aku benar-benar ingin membunuhmu, kau sudah mati dari awal. Ayolah, jangan membuatku bosan, kau tahu apa yang akan terjadi bukan?" Tantangnya sembari menunjukkan seringai yang sama.

  Sialan, aku tahu aku tak dapat membantah itu, tapi mendengarnya secara langsung membuat darahku mendidih. Apa hanya segini saja? Bagaimana bisa aku membantu mereka bertiga jika menghadapi goblin saja aku tak bisa? Aku tak bisa seperti ini terus, tapi apa yang dapat kulakukan? Berpikirlah Zent, jangan biarkan goblin itu mempermalukanmu.

  Ah!

  "Untuk ukuran monster, kau termasuk pintar berbicara ya. Tak kusangka mahluk primitif seperti kalian dapat menggunakan mulut sebaik itu, kukira kalian hanya menggunakannya untuk makan makanan busuk saja" Pancingku yang berhasil membuat mata goblin tersebut bergidik menahan emosi, terlihat dari genggamannya pada tombak yang mengeras "Kenapa? Kau tak terima? Akuilah, kalian hanya mahluk rendahan di bawah manusia" 

  Dia seketika melompat, melempar perisainya ke arahku yang kuhindari ke samping kiri, lalu lanjut berguling ke depan ketika ia mendorong tombaknya ke depan. Tak sampai sedetik kemudian, ia sudah berbalik sembari mengayunkan tombak tersebut yang kutahan menggunakan kaki kiri, berhasil membuatnya tersentak kaget ketika melihat sebuah perisai mana berukuran kecil tampak pada sisi luar kaki tersebut. Tak ingin melewatkan kesempatan ini, aku melangkah maju, menguatkan kepalan tangan di mana telah kukerahkan energi dari kemampuan baru tersebut yang kulepaskan bersamaan ketika menghantam sisi kiri tubuhnya. 

  Suara menggelegar tercipta, diiringi hempasan energi kuat, mengirim kepulan debu beterbangan di udara. Kedua goblin di belakang sampai harus melindungi mata mereka agar tak kemasukan debu sembari berusaha mencari tahu apakah pemimpin mereka selamat. Ketika akhirnya debu perlahan menghilang, tak jauh di depan, mereka melihat goblin besar tersebut terbatuk mengeluarkan darah. Ia jatuh lemas ke depan, menghantam tanah dengan kuat tanpa adanya energi untuk dapat bangkit berdiri. 

  Di samping, aku terengah-engah, kecapaian sesudah mengeluarkan energi besar yang tak kusangka kumiliki. Aku hanya mencoba merubah energi yang membuatku mampu bergerak cepat dan melompat tinggi itu sebagai sebuah energi yang justru memberiku sebuah ledakan energi jika dipusatkan hanya dalam satu titik. Tak kusangka diriku ini dapat bekerja. Mungkin aku termasuk beruntung, namun sayangnya tidak dengan goblin yang kini terkapar lemas di hadapanku. 

  Apakah aku baru saja berhasil menghadapi lawan pertama di dunia ini? 

  Tapi, ketika aku baru saja akan merasa bangga akan diri sendiri, sebuah kata membuatku terasa seperti dihantam oleh sebuah palu godam. Mataku terbelalak mendengarnya dengan jantung berdegup kencang dan napas yang makin tak beraturan.

  "Ayah!" Teriak kedua goblin yang kini berlari mendekati goblin besar tersebut "Ayah! Ayah buka matamu! Ayah!"

  Ayah? Jadi kedua goblin berukuran kecil ini memanglah anak kecil? Apa.. A-aku baru saja membunuh... 

  Aku tak dapat berpikir lagi, kepalaku terasa berputar kuat seakan sebuah pusaran badai sedang mengamuk di dalamnya, membuat badanku jatuh lemas ke tanah, tak mampu mengumpulkan kekuatan sedikitpun bahkan hanya untuk berdiri. 

  A-aku baru saja membunuh.. Membunuh seorang orang tua di... Depan anak mereka. Hah hah hah, apa? Tidak mungkin bukan? Aku.. Membunuh.. Aku.. Tidak. Dia masih hidup, aku tak memukul sekuat itu, aku.. maaf. Aku, a-aku tak tahu..

  "Kau! Kau membunuh ayah kami! Ayah cuma ingin mengajak kami berjalan setelah bekerja selama sebulan! Mengapa kau membunuhnya! KAU MANUSIA SIALAN!" Sahut salah satu dari mereka yang tak dapat kulihat. 

  Kemudian, tangis. Hanya itulah yang dapat kudengar di tengah hutan ini. Sebuah jeritan keras meminta Sang ayah untuk kembali pada mereka, jeritan yang membuat dadaku terasa disayat oleh ribuan belati, lalu disiram oleh asam dan dicakar layaknya mencari sebuah perasaan, perasaan yang disebut sebagai sebuah penyesalan. Aku tak tahu harus berpikir apa, aku benar-benar mengira mereka hanyalah prajurit goblin yang sementara berpatroli dan bukannya satu keluarga kecil. Aku mengira, kedua goblin itu hanyalah goblin berukuran kecil seperti di balik layar..

  Lalu, jika mereka adalah goblin yang kau kira sama seperti dalam game, kau takkan merasa bersalah?

  Tidak, aku, aku mengira.. Mereka adalah monster, mahluk jahat yang harus dibunuh.

  Mereka dan kita tak ada bedanya kau tahu? Bahkan manusia masih jauh lebih buruk ketimbang mereka. Lalu, apakah kita bukan monser yang layak dibunuh seperti katamu? Yang layak untuk dimusnahkan?

  A-aku.. Tak tahu. Aku tak tahu! AKU TAK TAHU!!

  "Zent! Zent! ZENT!!"

  Aku melihat ke samping, menemukan Celine sedang berdiri di sana bersama kedua sahabatnya yang menatap kedua goblin muda itu dengan simpati. Rio menutup mulut menggunakan kedua tangan, tak mampu menahan keterkejutan sementara Rayven berlutut di samping mereka, memberikan sebuah penghormatan pada Sang ayah.

  "Ayo kita pulang"