webnovel

Part 16

  Apa yang baru saja terjadi?

  Aku membuka mata, menemukan diriku berada di tengah-tengah sebuah lembah dengan sebuah bangunan besar di depan. Bangunan tersebut terbuat dari batu putih besar yang diukir menjadi sebuah altar raksasa dengan dua cincin putih diam mengambang di atasnya. Di kiri maupun kanan, terdapat pegunungan tinggi, pegunungan yang entah mengapa terasa begitu sepi, hening tanpa adanya kehidupan. 

  Tiba-tiba aku tersadar bahwa badanku baru saja ditusuk menggunakan sebuah pedang dan langsung menyentuh dada di mana seharusnya pedang tersebut berada, namun tak menemukan apa-apa, bahkan ketika kulihat di dalam baju, sama sekali tak ada bekas luka yang justru membuatku bertanya-tanya, apakah aku sudah berada di surga? Lalu, mengapa begitu sepi? Bukankah seharusnya terdapat banyak orang mengingat tiap orang yang telah beristirahat, seharusnya berada di sini. Mungkinkah surga tiap orang berbeda?

  Karena penasaran, akupun melangkah mendekati bangunan tersebut yang makin lama makin kusadari bahwa ternyata bangunan tersebut benar-benar sangat besar, sama tinggi dengan pegunungan dengan besar yang hampir memakan seluruh bagian lembah. Tak ada jendela maupun ventilasi udara pada bangunan ini, mulus tanpa adanya kerusakan, tampak megah seolah baru saja selesai dibangun. 

  Tak mungkin kan ada mahluk hidup yang mampu membuat sesuatu seperti ini? Dengan ukuran sebesar ini, akan memakan waktu bertahun-tahun dan belum tentu dapat terbentuk secara rapi tanpa adanya kecacatan seperti yang kulihat sekarang. Bangunan di depan mataku ini, seakan memancarkan aura mistik, aura yang tak dapat dimiliki mahluk hidup biasa, melainkan sesuatu yang berada di luar akal sehat. Entah mengapa, aku terus memiliki niat untuk memberi sebuah penghormatan yang aku sendiri tak tahu harus diberikan pada siapa.

  Beberapa menit kemudian, ketika aku memerhatikan langit, aku baru sadar kalau ternyata awan di atas sana sama sekali tak bergerak, melainkan diam layaknya sebuah lukisan. Aku sudah merasa aneh semenjak awal dan berusaha mencari apa yang mungkin menyebabkannya dan tak dapat menemukan apapun hingga aku mengambil waktu sesaat, memerhatikan awan yang tersembunyi di balik puncak pegunungan, menunggu hingga awan tersebut keluar dengan sendirinya tetapi nihil, tak ada yang terjadi, masih diam di tempat. 

  Mungkinkah waktu pada dunia ini berhenti berputar? Kalau iya, mengapa? 

  Lucunya, meskipun hal-hal aneh ini terjadi, aku sama sekali tak merasa waspada, melainkan justru merasa tenang, seolah aku berada pada tempat seharusnya, sebuah tempat yang telah lama hilang, tempat yang mungkin dapat kusebut sebagai rumah. Namun, kalau sesuatu yang segalanya membeku di tempat seperti ini adalah rumah, aku ini apa? Seorang manusia biasa takkan dapat tinggal lama di tempat seperti ini tanpa kehilangan akalnya. Terlalu hening, terlalu hampa, kosong tak memiliki tujuan. Sedangkan manusia bahkan seluruh mahluk hidup mesti memiliki sebuah tujuan dalam hidup mereka sebagai bahan bakar untuk terus melangkah maju. Mahluk hidup tanpa sebuah tujuan sama saja dengan benda mati yang menunggu untuk dibuang. 

  Itu benar, tak mungkin ini adalah rumahku. Aku yang selalu mencari-cari tujuan hidupku, berusaha menggapai impian dan hidup biasa layaknya manusia lain tak mungkin tinggal di dalam sini. Ini bukanlah rumah, melainkan sebuah penjara, penjara yang sengaja diciptakan untuk mengurung sesuatu yang tak dapat dikurung hanya dengan akal biasa. Sesuatu yang berada di luar pemahaman mahluk hidup. 

  "Itu benar"

  Aku tersentak kaget, menoleh ke belakang berusaha mencari asal suara asing tersebut namun tak menemukan siapa-siapa. Di kiri maupun kanan, atas maupun bawah, aku tak menemukan siapa-siapa, hanya diriku seorang, sendirian. 

  "Itu karena aku adalah dirimu"

  "Berhentilah bercanda dan tunjukkan dirimu. Aku benar-benar tak memiliki niat untuk meladenimu sekarang" Tukasku sembari mengepalkan kedua tangan, bersiap untuk bertahan seandainya sesuatu datang menerjang. 

  Dari samping, terdengar sebuah suara yang sulit untuk dijelaskan dan dari asal suara tersebut, terbentuk seorang laki-laki dari kumpulan kubus biru transparan. Dia memiliki wujud yang sama persis sepertiku, layaknya sebuah clone, begitu sempurna tanpa adanya perbedaan. Sosok itu melangkah maju, memiringkan kepalanya dengan wajah bingung melihat posisiku yang sudah siap menyerang "Apa yang dirimu ingin lakukan? Menyerang diri sendiri? Kau tahu kau akan ikut terluka bukan?"

  "Aku takkan percaya begitu saja, terutama tidak dengan mahluk yang tercipta dari kumpulan kubus transparan" Balasku ketus, mengambil jarak sebanyak dua langkah, tak ingin berada di dekatnya, tidak dengan wajah mencurigakan tersebut. 

  "Kau sadar kau baru saja menghina dirimu sendiri bukan?"

  "Kau bisa mendengarku?" Tanyaku dengan mata melebar.

  Dia menghela napas, menggeleng kecewa lalu balik menatapku dengan tatapan orang tua yang baru saja melihat nilai ujian anak mereka "Aku bingung bagaimana bisa kita adalah dua orang yang sama. Tapi, kau tahu, aku tak bisa menyalahkanmu yang sudah tersegel begitu lama sampai mengalami amnesia dan menciptakan sebuah persona lain dalam kepala sendiri. Panggil saja aku Z, aku tak mau membuat otak kacangmu itu kebingungan karena nama yang sama" Perintahnya, menoleh memerhatikan bangunan besar di depan yang tampak menculang begitu tinggi. 

  "Tak kusangka akan tiba waktunya bagi kita untuk berbicara seperti ini. Entah sudah berapa lama aku menunggu. Detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam, hari demi hari hingga akhirnya menjadi tahun demi tahun. Mungkin aku harus mengatakan 'selamat pulang', tapi rasanya kurang pas mengingat ini adalah penjara yang telah mengurung kita. Setidaknya kau dapat merasakan dunia luar, sementara diriku hanya bisa berada di sini, menunggu hingga kau kembali" Jelasnya pelan.

  "Kalau kau memang bagian dari diriku yang lain, bukankah seharusnya kau dapat merasakan apa yang kurasakan? Sesuai apa yang kau bilang tadi. Aku memukulmu dan kita berdua merasakan sakitnya" Balasku, masih sulit untuk percaya. Aku tak bisa begitu saja mempercayai seseorang, terutama jika dirimu baru saja dipindah duniakan. Siapa yang tahu ternyata mahluk di depanku ini ternyata menginginkan tubuhku sehingga mengatakan hal-hal seperti ini untuk membuatku bingung-

  Aku masih bisa mendengarmu kau tahu.

  Sial, aku benar-benar lupa terhadap hal tersebut.

  Ia menghela napas sekali lagi "Terserah dirimu percaya atau tidak, intinya aku telah menjawab rasa penasaranmu dan ya, aku juga bisa merasakan apa yang kau rasakan. Namun, karena sebelumnya kau masih belum sadar terhadap segel ini, aku hanya merasakan samar-samar yang dirimu rasakan. Tenang saja, aku bahagia merasakannya, dibanding tak merasakan apa-apa dalam dunia yang adalah sebuah potongan kecil dari sebuah dunia besar. Kau benar-benar harus mengendalikan hatimu itu, kau selalu membiarkannya mengendalikan dirimu. Bukan hal yang buruk, tapi kau dapat membahayakan nyawa kita berdua"

  "Oke oke, baiklah. Anggap saja aku sudah mempercayaimu, pasti ada alasan mengapa aku tiba-tiba kembali menemukan dunia ataupun segel ini bukan? Dan kau belum memberitahu alasanmu menungguku" Protesku, sulit untuk mencerna yang sementara terjadi. 

  "Oh, itu mudah. Aku menunggumu karena sudah waktunya bagi kita untuk bzzzt"

  "Apa?"

  "Aku bilang, sudah waktunya bagi kita untuk bzzzt"

  Aku menggeleng pelan dan dia langsung mengerti, seakan kami benar-benar adalah orang yang sama, satu pikiran dan satu jiwa. Dia kembali menggeleng kecewa, melihat ke atas, ke arah langit yang terdiam, layaknya sebuah lukisan "Sepertinya, apapun yang menyegel kita, telah mengerahkan segalanya agar kita tak dapat kembali melaksanakan misi, sebuah rencana yang sepenuhnya gagal karena ternyata kau dipanggil juga ke Alterra. Dunia tempatmu dipindahkan, itulah Alterra" Sambungnya cepat ketika melihat tatapan kosongku "Aku masih tak mengerti mengapa kita adalah orang yang sama" Dan tentu saja, dia kembali menghela napas berat seakan baru saja melihat sebuah kegagalan terbesar dalam hidup.