webnovel

GERIMIS SENDU

WARNING (21+)!!! Harap bijak memilih bacaan. Terdapat adegan yang mungkin kurang nyaman. Atau kurang cocok untuk pembaca di bawah 21 tahun. seorang gadis yang hidupnya penuh dengan cobaan yang sama sekali tak pernah ia ingin hal itu terjadi dalam hidupnya. lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga yang selalu dipenuhi dengan kekerasan fisik maupun verbal. Ali, cowok satu angkatan yang jauh hati pada Davina meskipun awalnya mereka saling membencinya. Pria baik dan tulus pada Davina. Rico Hardinata, pria playboy yang punya segudang antrean wanita yang bisa dengan mudah ia dapatkan. Suatu ketika terjadi tragedi yang mengakibatkan kenangan indah akan masa sekolah berubah menjadi kenangan paling buruk untuk ketiganya.

YuiSakura · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
400 Chs

Dengan Rico

"Kamu engga apa - apa?" tanya Ali.

"Engga," jawab Davina.

"Udah buruan kuantar pulang," ucap Ali.

Sejak kejadian itu, Ali selalu was - was jika Davina bertemu dengan Sapto tanpa sepengetahuannya.

Setelah Sapto selesai menjalani masa skors, ia kembali ke sekolah dan menjalani hari seperti biasa.

Davina melintas di depan kantin saat jam pelajaran olahraga. Ia tak mengikuti pelajaran olahraga raga karena sedang datang bulan.

Rico yang berada di kantin menarik Davina begitu saja ke sampingnya saat ia melintas.

"Mas?"

"Mas siapa? Kamu tahu namaku? Engga pernah nyebut namaku," ucap Rico.

Davina merasa tak nyaman karena banyak teman - teman Rico berada di kantin.

"Kog engga ikut pelajaran kenapa?" tanya Rico.

"Engga apa - apa," jawab Davina.

Rico tersenyum ke arah Davina. "Masih aja, jutek. Entar manisnya ilang, lho," ledek Rico.

"Ric?"panggil Bagas salah seorang temannya yang ada di kantin juga bersamanya.

"Apaan?"

"Ada angin apa, biasanya yang bening. Jangan - jangan mau pedekate sama temen sekelasnya, ya? Si siapa, tuh?"

"Siapa? Ngarang aja? Aku cuma kenal dia anak kelas dua," sahut Rico.

"Kemarin sama sama si Nindi anak kelas satu ngomongnya juga begitu,"

"Udah, ah, aku engga mau di sini. Aku mau pergi," ucap Davina.

"Eh, sini dulu. Makan dulu. Kamu mau aku pesenin apa? Soto, rames, atau apa?"

."Engga, aku mau ke perpustakaan," ucap Davina.

"Ih, kutu buku banget, sih? Sini, temenin aku makan," ucap Rico.

Tak berapa lama, Sapto datang dan melihat Rico sedang genit kepada Davina.

Sapto menghampiri Rico dan duduk di samping Davina. Dirangkulnya Davina dengan sengaja.

"Jadi lagi ngincer cewe ini, kamu, Ric?" tanya Sapto.

Dirangkul oleh Sapto, sontak Davina langsung berdiri dan menatap kasar ke arah Sapto.

"Apa? Mau apa?" Sapto menarik tangan Davina dan memintanya duduk lagi.

"To, jangan!" Rico tak suka dengan sikap Sapto kepada Davina.

"Lho, kenapa? Kamu boleh genit ke dia. Tapi aku engga boleh?" tanya Sapto.

"Bukan perkara boleh atau engga boleh. Dia udah jelas engga mau! Lagian aku engga megang - megang," sahut Rico.

"Alah, entar kalau udah kedapet juga bakal kamu pegang - pegang. Cewek jaman sekarang, kan, gampangan ... "

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Sapto.

Semua yang ada di kantin menatap Davina yang menampar wajah Sapto. Davina langsung berdiri dan meninggalkan kantin begitu saja.

"Brengsek kamu, To!" Rico berdiri dan langsung mengejar Davina.

"Davina! Davina!"

Davina berlari dan terus berlari melewati lorong - lorong kelas dan bersembunyi di belakang sekolah. Ia menangis di belakang sekolah.

Ucapan Sapto begitu mengena di hati Davina. Bagaimana tidak, ia dan Ali, hubungan mereka sudah semakin berbahaya.

Satu kali mereka pernah berbuat, dan itu membuat Ali memang mengontrol dirinya agar tak melakukannya lagi. Akan tetapi, skinsip yang terjadi diantara mereka sungguh sudah di luar batas pacaran anak SMA.

Rico mendapati Davina menangis di belakang sekolah di dekat gudang. Dan Davina terlihat begitu syok. Ia segera menghampiri gadis itu dan duduk di sampingnya.

Ia sama sekali tak berusaha menenangkannya. Bahkan memberikan waktu untuk Davina menuntaskan tangisannya.

Hampir lima belas menit Davina menangis. Setelah selesai, Rico mengeluarkan sapu tangan.

"Dilap itu, jijik banget," ujar Rico sambil menunjuk ke hidung Davina.

Davina pun langsung menarik sapu tangan Rico dan mengusapnya ke wajahnya. Ia mengeluarkan semua cairan di hidungnya. Rico hanya bisa terkekeh melihat Davina.

"Makasih," Davina mengembalikan lagi satu tangan Rico.

"Dahlan, buat kamu aja. Engga, deh" sahut Rico.

"Ya, udah nanti aku cuci," ucap Davina.

"Udah lega?" tanya Rico.

"Hem," sahut Davina.

"Sapto emang gitu. Dia anaknya black - blakan. Tapi dia setia kawan kog," ucap Rico.

"Bodo amat," sahut Davina.

"Engga usah dengerin apa kata anak - anak. Mereka emang suka ngomong aneh soal aku*" ucap Rico.

"Engga peduli," sahut Davina.

"Sekali - kali, tuh, mbok, ya, peduli sama aku. Ali melulu yang dipeduliin." ucap Rico.

Davina menoleh ke arah Rico. Lalu memegangi keningnya.

"Engga panas?" gumam Davina.

"Emangnya aku gila? Enggalah," ucap Rico sedikit sewot.

"Mas naksir sama aku?" tanya Davina sambil menatap ke arah Rico.

Rico tiba - tiba terkekeh mendengar ucapan Davina. Seketika Davina merasa malu mendengar tawa renyah dari Rico.

"Apa kalau mau deket, harus selalu ada rasa, ya? Haduhh, kamu, kan sekolah di STM, mayoritas temennya cowok. Ya, kan, ngga mungkin yang deket sama kamu, kamu anggap naksir semua, kan?"

"Buat apa kita deket?"

"Ya, engga apa - apa. Nambah temen, kan, sah, sah aja," ucap Rico.

"Aneh," ucap Davina.

"Kamu, tuh, ya. Waktu aku baru masuk setelah empat bulan aku magang. Engga pernah senyum sedikitpun. Wajahnya murung. Dan kalau disapa selalu cuek. Ada masalah apa?"

Davina tertegun mendengar ucapan Rico. Baru kali ini ada seseorang yang memperhatikannya seperti itu.

Ali juga baik padanya. Akan tetapi, Ali tak pernah memberikan tanggapannya tentang Davina. Dan, yang pasti, Ali tak pernah bisa membuatnya sesantai ini dengan orang lain.

"Cowok kamu itu, posesif, ya?" tanya Rico.

"Eumh, ya, kadang," ucap Davina.

"Kadang, gimana. Aku sering ngeliat dia kalau ngeliat kamu jalan sama temen cowokmu sekelas, kayaknya engga suka banget,"

"Eh, Mas, ngapain merhatiin cowok orang. Perhatiin, tuh, cewek, dong," ucap Davina.

"Cewek, mah, jelas. Mau yang model apa? Pasti bisa kudapatin," ucap Rico bangga.

"Oh, jadi playboy, nih, ceritanya?" sahut Davina.

Rico tersenyum ke arah Davina. Ia tak menyangka bisa melihat gadis ini sesantai ini.

"Ngapain senyum?" Davina curiga akan senyuman Rico.

"Itu mata kamu bengkak, Kayak habis ditabok!" sahut Rico.

"Ya, gara - gara siapa? Kan, gara - gara, Mas ... "

" Hayo, siapa?"

"Aku ah, gelap,"

"Rico, kita ini pernah tiga malam bareng. Masa engga inget nama. Yang diinget Ali aja," ucap Rico.

Davina dan Rico mejadi akrab sejak itu. Akan tetapi, ia tak pernah mengatakannya kepada Ali.

Suatu ketika saat Davina tak berangkat sekolah, Rico mencari Davina ke kelasnya dan bersamaan dengan Ali yang seharian tak melihat kekasihnya.

"Dek, Vina ada?" tanya Rico kepada salah seorang teman sekelas Davina.

"Engga masuk, Mas," jawab teman Davina.

"Oh, engga masuk, ya," Rico segera keluar dari kelas Davina. Saat berbalik ia melihat Ali di depannya.

"Ngapain nyari Davina?" tanya Ali.

"Kenapa? Engga boleh? Ada hukum yang ngelarang? Engga, kan?" ucap Rico.

"Mas Rico tahu, kan dia pacarku?"

"Lah, terus kenapa? Kalau pacaran engga boleh kenal sama orang lain? Posesif banget!"

Bersambung ...