"Kok gua?" Tanya Kendra, degup jantungnya sudah tak karuan.
"Ngga tau? Penasaran saja, elu normal kan Ken?" Entah itu sebuah candaan atau ejekan?
"Pertanyaan macam apa itu Tha !?" Protes Kendra.
"Jawab saja elu lurus kan?" Tanya Ditha lagi. Kendra semakin bingung apa maksud Ditha sebenarnya, menganggap dia seorang gay? Ih najis.
"Kampret! Apa yang bikin lu mikir gua ngga normal?" Kendra kaget setengah mati.
"Liat gue, lu tertarik ngga?" Goda Ditha
Ditha membuka Blazernya, menampilkan keseksian tubuhnya yang terbungkus halter neck dimana sisi dada terluar terbuka menampakkan kemulusan kulitnya dengan gundukan dadanya yang sedikit menyembul disana, lagi – lagi Kendra menelan ludah.
"Pertanyaan konyol! Tentu saja gua tertarik ama elu?" Kendra membuang pandangannya jauh – jauh, Semakin lama dia tatap belahan dada Ditha, celananya bertambah sesak.
"Masa!" Ditha maju mendekat. Jarak mereka sangat - sangat dekat sekarang, bahkan hembusan hangat nafas Ditha sampai terasa di wajah Kendra. Mengalahkan kencangnya angin pantai yang dingin.
"A-apa!" Pekik Kendra.
"Cium aku!" Tantang Ditha, Kendra mundur selangkah, ia mengucek matanya beberapa kali, memastikan bahwa ini bukan halusinasi
"Lu gila ya Tha, maksud lu apa?" Jujur, bukannya tak mau menuruti tantangan Ditha, tapi Kendra tak mau perasaan yang seharusnya dia bunuh, malah makin tumbuh liar.
"Buktikan saja kalau lu normal! Biar penasaran gua selama ini terjawab." Ditha memaksanya dengan meninggikan nada suaranya, Kendra mendesah panjang, pilihan yang sangat sulit.
Tentu saja dia ingin membuktikan bahwa dia lelaki normal, tapi bukan dengan menciumnya, Ditha cewek sekantor-seruangannya, yang selama ini Kendra mati-matian menjaga matanya agar bisa menahan nafsu liarnya, menjaga hati agar tak jatuh kedalam pesonanya, dan kini dia ingin di cium! Double strike kalau dia menurutinya.
"Berarti benar, dugaan gue, lu ngga normal Ke…mm"
Ucapan Ditha terbungkam oleh bibir Kendra yang langsung melumatnya. Ditha double terkejut, terkejut karena tak menyangka Kendra akan menciumnya tiba – tiba, terkejut karena ciuman Kendra dirasakannya sangat-sangat berbeda, tak seperti saat dia berciuman dengan Joe, ciuman ini terasa lebih ... tulus dan lembut, bahkan Ditha tak sadar telah melingkarkan tangannya ke leher Kendra.
Lama mereka berciuman sampai napas terasa hampir putus, dan Kendra dengan segera mengakhirinya.
"Sorry Tha gua kelepasan?" Kendra menjadi kikuk, dia berusaha melap bibirnya, dia khawatir Ditha berpikir negative tentangnya, yang selama ini Kendra jaga image buruk itu dihadapan Ditha.
Kendra masih belum percaya bahwa dia telah mencium sahabatnya, partner kerjanya, yang selama ini sangat ia hormati dengan selalu menjaga kehormatannya.
"Anggap aja gua minta kenang-kenangan dari elu?" Sahut Ditha enteng, senyumnya juga tak seperti biasa, seperti ada kepuasan disana.
"Bangke dengan ngejebak gua dan ngatain gua gay!" Protes Kendra.
"Sorry untuk itu, tapi jujur, lu menginginkannya kan?" Tebak Ditha, munafik kalau Kendra tak pernah menginginkannya.
"Jangan samain gua dengan lelaki brengsek yang suka godain-godain elu Tha! Gua selalu respek ke elu, meski kadang dandanan elu selalu mengundang gua untuk melakukan hal yang tak pantas ke elu!" Semprot Kendra.
Ditha diam tertegun. Sungguh dugaan - dugaannya selama ini tentang Kendra salah, menganggap Kendra tak normal, menganggap semua lelaki pasti menginginkan dirinya, tubuhnya, ahh, Ditha tiba – tiba merasa bersalah.
"Kenapa bukan elu sih Ken...," matanya sayu menatap Kendra.
"Apanya?" Apalagi ini pikir Kendra.
"Gua selalu berharap, elu nembak gue Ken. Beberapa bulan terakhir gue emang sengaja berpakaian minim, itu semata buat narik perhatian elu, tapi elu selalu nyuekin gue, itu kenapa gue pikir elu bukan pria normal?" Tutur Ditha.
"Ya Tuhan Ditha! Setengah mampus gua menahan nafsu ke elu, dan elu ternyata emang sengaja ngelakuin itu cuma buat menarik perhatian gua? Lah elu kan udah punya cowok Tha? Itu alasan kenapa gua menahan diri agar tak jatuh hati ke elu." Somplak bener sih si Ditha ini, sudah punya cowok masih ngarepin gua nembak dia? Gumam Adhit dalam hati.
"Tapi gue bakal lebih milih elu, seandainya elu nembak gue! "
"Jangan ngomong kayak gitu Tha, coba balik keadaan, kalo cowok lu yang ngelakuin ini emang lu mau? Dan gua juga pasti marah kalo cewek gua ngelakuin ini!"
Munafik? Bukan, Kendra selalu memegang prinsip jangan pernah merebut pacar orang meski dia mampu dan bisa.
Dan dalam kasus Ditha, apapun bisa ia lakukan sebetulnya, apalagi Ditha selalu memberinya lampu hijau.
Ditha terdiam menatap Kendra lekat-lekat. Hanya Kendra yang berani menolaknya, hanya Kendra yang ia pancing sedemikian rupa agar hatinya tergugah, tapi tak sedikit pun tergoyah.
"Gua bisa kok putusin Joe? Tiket dan surat resign gua bisa gua batalin semua? Asal elu bilang iya" Kata Ditha nekat. Entah apa alasan Ditha sampai se-nekat itu, hanya demi seorang Kendradinata? Yang masa depannya saja masih susah payah ia kejar, sungguh berbeda jauh dengan pacar Ditha, Joe, yang masa depannya sudah pasti cerah.
"Tha … jangan, lagian lu sendiri kan yang bilang Taeyong aja lu ogah, lu cantik...sexy, cowok lu bule, lah gua apa? Apa yang lu liat dari gua? Apa yang lu harapin dari sosok Kendra?" Akhirnya Kendra tahu siapa itu Taehyong, dan dia bukanlah tukang bakso, Ditha ngasal ternyata.
"Lu bikin gua nyaman Dhit." Ucap Ditha lirih.
"Bullshit!" Kendra mengutuk dalam hati.
Kenapa alasan itu yang selau dipakai para wanita ketika bersamanya. Linda, SPG sebuah toko handphone di daerah Teuku Umar, yang ia kenal setahun kemaren, saat ia ingin mengganti handphonenya pun beralasan yang sama.
"Gua ngerasa nyaman kalo deket elu." Saat itu di sampai menangis sesenggukan, ketika Kendra berusaha menjauh darinya.
Setelah terungkap kalau ternyata dia juga sudah punya cowok, yang bekerja sebagai pramusaji disebuah kapal pesiar, dan ketika dekat dengan Kendra, Linda baru tiga bulan ditinggal melaut.
Ya tentu saja dia merasa nyaman, karena cowoknya tak ada disampingnya.
Kendra sampai tak habis pikir, apakah ini sebuah kutukan baginya, yang selalu didekati cewek yang kebetulan sudah mempunyai kekasih. Ataukah karena sikapnya yang terlalu baik hingga membuat kesan dirinya perhatian, ini juga alasannya kenapa selama ini dirinya menjaga jarak dengan makhluk bernama wanita.
Padahal untuk cewek yang baru ia kenal, Kendra tak pernah berusaha menggoda, seperti yang di lakukan oleh kebanyakan cowok, Kendra paling benci melakukan itu. Wanita baginya adalah makhluk yang harus selalu dijaga kehormatannya, dengan menggoda, itu sama saja dengan melecehkannya,mungkin itu juga yang membuat Kendra terasa istimewa dimata para cewek, sudah tampangnya ganteng perilakunya sopan, siapa yang tak akan meleleh di perlakukan istimewa olehnya.
"Tha ... jangan korbankan masa depan lu hanya untuk menuruti ego lu. Joe sudah jelas Tha, dia punya segalanya, lah gua, emang lu mau makan perhatian doang?"Ledek Kendra, meski sebenarnya dia paksakan juga berkata itu, Kendra tak boleh egois, meski dia merasakan perih yang sama, tapi dia tak mau mengorbankan kebahagian Ditha, yang menurutnya dengan Joe lah dia akan menemukan bahagia, Dita tak tahu, dalam suasana yang remang – remang, manik mata Kendra terlihat berkaca- kaca.
Ditha menonjok dada Kendra pelan, meski terlihat sedih, ia paksakan juga untuk tersenyum, Kendra mencoba memeluk sahabatnya sekali lagi.
"I love you so much Ken."
"I love you too my friend."
****
Dan malam pun terus merangkak perlahan. Bulan sabit yang tinggal segaris separo tergantung pucat di ujung cakrawala, tugasnya hampir purna. Esok malam ia harus tidur, untuk terbangun di malam berikutnya. Berusaha memberikan pancaran terbaiknya, agar malam tak terlalu gulita dan bintang kesepian dalam kelipnya.
***
Maret telah mencapai ujung, tinggal sehari April akan mengganti tugasnya.
Sebuah pesawat melaju dilandasan pacu menyelaraskan kecepatan bersiap untuk take off, sebuah hati yang terluka ikut terbang bersamanya, meninggalkan kenangan dan juga harapan yang tak bisa ia genggam.
Andaikan harapan itu menyambutnya, mungkin negeri kanguru tak akan menjadi tujuannya.
'Selamat tinggal Tha' adalah pesan terakhir yang tak pernah di balas oleh Ditha