webnovel

G.X New Impact

Cerita bermula saat seorang profesor terkenal menemukan sebuah serum yang menjadi solusi bagi evolusi makhluk hidup. Namun, secara diam-diam dia menyuntikkan serum tersebut kepada anak-anak bukannya hewan ternak. Penyuntikan serum tersebut menimbulkan anomali aneh pada tubuh anak-anak, fenomena ini disebut Gen-X (Generation of serum X). Berfokus pada seorang anak bernama Snow dan adiknya yang berhasil kabur dari penilitian serum tersebut, dulu mereka hidup sebagai gelandangan dan menghadapi kerasnya hidup, kini mereka dapat menjadi bagian dari departemen pertahahan bernama "INFINITE". Departemen tersebut bertugas menangani para pengguna Gen-X yang melakukan aksi kriminal. Akankah mereka dapat mengatasi segala misi yang diberikan atau malah sebaliknya?

Mavro_Lefko · Ciencia y ficción
Sin suficientes valoraciones
252 Chs

IBUKI

***

"Kami mohon maaf tuan! Kami benar-benar salah paham!"

"..."

"Kami mohon maafkan kami!"

Ya, mereka berdua sampai berulang kali membungkuk dihadapanku.

"Sudahlah kalian berdua, aku yakin Snow tidak menyimpan dendam dengan kalian. Iya kan?"

"..."

"Tuan maafkan kami, akan kami lakukan apapun untuk menebusnya."

"Huh... baiklah, aku maafkan kalian. Tapi sebagai gantinya, kalian harus bisa menyembuhkan luka yang kalian buat ini."

"Baik tuan!"

Benar, hampir setiap sisi tubuhku ada luka memar dan bakar. Luka memar berasal dari Alice yang secara spontan memukulku, dan luka bakar dari Anna yang terbaawa emosi membakarku.

"Tuan, setelah tuan sembuh. Kami siap untuk memberikan hidup ini kepadamu."

"Apa yang kau bicarakan?"

"Maksud saya, kami siap mati ditangan anda."

"Huh? Untuk apa aku melakukannya?"

"Karena kami telah menyerang tuan, dan jika seorang pelayan menyerang tuannya maka pelayan tersebut pantas mati."

Astaga, budaya mereka ssangat berbeda denganku.

"Dengarkan aku, Anna dan Alice. Aku tidak akan pernah memiliki rasa dendam hanya karena luka kecil seperti ini, sudahlah."

***

Ditengah keheningan, muncul seorang pelayan yang menangkapku kemarin. Kali ini dia berwajah ceria.

"Yo, tuan raksasa. Bagaimana pagimu?"

Seketika itu Anna langsung melesat kebelakangnya dan mengunci lehernya dengan pisau kecil.

"Jangan berani menyentuh tuanku."

"Ayolah, aku kemari hanya untuk menyapanya. Terlebih, tuanmu bisa kena masalah kalau pelayannya menyerang penjaga gerbang sepertiku."

"Anna, lepaskan dia."

"Baik tuan."

Wajahnya memang ceria, tapi aku bisa melihat kepalsuan senyumannya itu. Orang ini sangat berbahaya, aku harus hati-hati.

"Kemarilah, silahkan duduk."

"Terimakasih, jadi bagaimana keadaanmu?"

"Sudah lebih baik."

"Bagus kalau begitu... tuan raksasa ada yang ingin aku bicarakan disini, maukah kau mendengarkannya?"

"Katakan saha."

Aku mulai merasa terancam, senyumannya sekarang terlihat seperti senyuman jahat.

"Ikutlah kedalam turnamen beladiri di alun-alun pusat kota, dan bertarunglah denganku disana."

"Kurang ajar!"

Anna langsung tersulut emosi dan hampir mengeluarkan apinya, tapi aku dengan sigap menahannya.

"Anna hentikan."

Sekarang penjaga itu terlihat sangat sombong, jujur saja sekarang ini aku sangat ingin menghajarnya. Tapi, aku tidak bisa membiarkan emosiku membuat teman-temanku terancam. Aku harus tetap tenang.

"Apa tujuanmu?"

"Apa tujuanku kau bilang? Hahaha, astaga.... raksasa memang makhluk tidak berotak ya."

"Kau... kute..."

"Anna cukup! Lanjutkan."

"Aku yakin jendral sudah menceritakan semua tentangku, jadi kau pasti tau kan apa tujuanku?"

"Balas dendam..."

"Tepat sekali, dengan begitu aku bisa melepaskan semua hasrat ini. Akan kubunuh kau, akan kucabik-cabik tubuhmu itu, akan ku ambil semuanya darimu. Termasuk kedua pelayan cantikmu dan perempuan elf itu."

Kalau sudah begini aku sudah tidak bisa menahannya, dengan refleks aku menbuat pisau es yang tajam dan mengarahkannya tepat di mata penjaga itu. Tatapannya terlihat ketakutan, tapi dai masih saja tersenyum.

"Aku tidak akan menyerahkan mereka pada manusia hina sepertimu, jika kau mencoba menyentuh mereka aku pastikan kau tidak akan pernah bisa merasakan tubuhmu lagi."

"Apa kau yakin? Membunuh penjaga akan membuatmu dihukum mati, apa kau masih mau membunuhku?"

Sial! Kalau saja dia orang biasa dan kami tidak berada di kota kebebasan ini, aku pasti sudah memotong kepalanya yang sombong ini.

"Aku sudah mendaftarkanmu di turnamen, jadi kau tinggal berangkat nanti. Jika kau menang, aku akan menyerah dan mengasingkan diri di tempat yang jauh, dan jika kau kalah maka teman-temanmu itu akan menjadi alat pribadiku."

"Kau pikir aku sudi melakukan tawaran ini?!"

Perlahan tapi pasti aku mulai mendekatkan pisauku ke matanya.

"Oh, aku lupa bilang. Kalau kau menolaknya, maka akan kusebarkan rumor bahwa seekor raksasa menyerang seorang penjaga. Dan jika pemimpin pusat mendengarnya, maka hidupmu dan teman-temanmu akan terancam,"

"Kau, bukanlah manusia. Kau ini IBLIS!"

"Hahaha!"

Dengan cepat dia menghindar dan berjalan santai menuju pintu keluar penginapan.

"Sampai jumpa dipertandingan, raksasa."

***

Ini pilihan yang sulit, disatu sisi aku tidak ingin melawannya dan disisi lain aku tidak bisa membiarkannya menyentuh mereka. Dan jika aku meladeninya, maka bisa saja aku membunuhnya. Karena aku tidak tau, apakah Y-Mir akan bangkit lagi atau tidak?

"Snow, kau tidak apa-apa?"

Chio datang sambil membawakan minuman hangat.

"Jadi bagaimana?"

"Aku tidak tau, rasanya aku ingin pergi saja dari sini. Tapi aku belum mengumpulkan informasi apapun disini, jika aku pergi dengan tangan kosong... itu bukanlah jalan yang baik. Tapi aku juga tidak ingin melibatkan kalian, aku tidak mau menyakiti siapapun."

"Jika itu masalahmu..."

Nona Lumina datang dan ikut duduk dengan kami.

"Kau tidak perlu khawatir, karena pertandingan ini memiliki aturan yang cukup adil."

"Aturan?"

"Ya. Aturan pertama, seluruh peserta boleh menggunakan apapun untuk menang tapi setiap pertandingan diberikan batas waktu tertentu, batas waktunya adalah satu putaran jam pasir. Aturan kedua, peserta dinyatakan menang apabila berhasil menumbangkan lawan atau lawan menyerah, tapi jika peserta dengan sengaja melukai lawan yang sudah menyerah atau memiliki niat membunuh, maka ia akan langsung di diskualifikasi. Aturan ketiga, tidak ada batasan ras atau gender dalam pertandingan ini."

"Bagaimana kita tau jika lawan memiliki niat membunuh."

"Disitulah tugas Jendral, dia akan mencium bau busuk bercambur bau darah segar dari orang yang memiliki hasrat membunuh. Singkatnya ini adalah pertandingan untuk bersenang-senang saja, tapi jika dilihat dari tingkah penjaga tadi... sepertinya dia serius ingin membunuhmu."

Jika itu benar, maka saat melawanku nanti dia akan langsung di diskualifikasi. Dengan begitu aku tidak perlu melawannya.

"Maaf menyela perbincangan kalian."

Tiba-tiba saja ada seoarang penjaga lain datang, dia memasang raut wajah suram.

"Ya, ada apa?"

"Maaf mengganggu waktumu nona Lumina, tapi saya harus berbicara dengan tuan raksasa."

Ada perlu apa dia denganku?

"Baiklah, silahkan duduk."

"Terimakasih."

Sedari tadi dia hanya diam, tidak mengatakan apa-apa. Dia juga terus menerus memalingkan pandangannya padaku, tapi aku bisa merasakan kalau dia datang dengan damai.

"Jadi ada apa?"

"Begini... tuan raksasa, bisakah anda ikut saya sebentar."

"Ada perlua apa?"

"Jadi.... Anu..."

Huh? Kenapa dia sangat kikuk, dia ini penjaga kan?

"Yo, selamat pagi semua."

"Arpa."

"Jendral!"

"Eh? Sedang apa kamu disini?"

"Jendaral saya hanya..."

Dia membisikkan sesuatu ke telinga Arpa, dan seketika wajahnya yang semula santai sekarang menjadi sangat seirus.

"Baiklah aku mengerti. Snow, maaf menggangu, tapi bisakah kau ikut dengan kami?"

"Bisa saja, tapi..."

"Jika kau khawatir dengan teman-temanmu, aku bisa jamin keselamatan mereka selama masih di dalam pengawasan Lumina. Jadi bisakah kau ikut?"

Aku rasa tidak ada pilihan lain.

"Baiklah aku ikut."

***

Kami tiba disebuah desa dipinggira kota, tepat didepan kami sekarang ini adalah sebuah rumah kecil dengan bangunannya yang sudah sangat tua.

"Kita masuk."

"Baik jendral!"

Penjaga itu perlahan membuka pintunya, dan aku diminta untuk tidak berisik dan tetap mengenakan jubahku. Tepat didepanku sekarang adalah sebuah pintu kamar, pintu ini terihat sangat tidak terawat.

"Kita sampai, dengar Snow... apapun yang terjadi, jangan buka jubahmu."

"Baiklah."

Saat masuk, aku melihat ada seorang gadis kecil yang tangan dan kakinya di ikat. Wajahnya sangat pucat, rambutnya sangat panjang. Ditambah lagi, tatapan matanya kosong.

"Halo Ibuki, bagaimana keadaanmu?"

"..."

Dia tidak menjawab.

"Paman datang lagi, maaf ya karena jarang datang. Mau paman gendong?"

Saat Arpa menanyakan itu, seketika gadis itu mengangkat tangannya seakan minta untuk digendong.

"Karena paman sudah disini, kamu tidur ya."

Dengan cepat gadis itu tidur ditempat tidurnya. Saat gadis itu tertidur, Arpa mengajakku keluar rumah karena penjaga tadi sedang membereskan rumah itu.

"Hei Arpa..."

"Ya?"

"Siapa gadis tadi?"

"Sudah kuduga kau akan menanyakannya, dia adalah putri dari penjaga yang menyerangmu."

"Apa?!"

"Dan sekarang dia..."

***

"Terancam Mati"