Kening Lila mengerut dalam. Lila masih berdiri di depan pintu bercat coklat yang baru saja ditutup itu sambil menatap Lova, Malik dan Abdul secara bergantian.
"Loh. Kok, malah pada diem gini, sih?" tanya Lila semakin tidak mengerti.
Lila mendengus keras ketika tidak ada yang mau membuka suara. "Aku tanya sekali lagi. Siapa yang baper sama siapa? Kenapa gak ada yang mau jawab?" tanya Lila sambil berjalan menghampiri ketiganya. "Mal--"
"Lova. Lova yang baper sama Axe." potong Lova cepat.
Lila tertawa kecil. "Ya ampun. Kirain serius banget sampai pada gak bisa jawab gitu."
"Lova takutnya serius, Lila." sewot Lova.
Lila, Malik dan Abdul, ketiganya kompak tertawa keras.
"Apaan, sih?! Malah ketawa. Lova lagi takut bikin pengakuan bukan lagi ngelawak." protes Lova. Raut wajahnya berubah menjadi cemberut dengan bibir yang mengerucut.
"Iya-iya, sweetheart. Jangan ngambek, ah." goda Lila sambil mencolek dagu runcing Lova pelan. Lila duduk di samping Lova dan merangkul bahu sahabatnya itu. Perlahan menempelkan kepalanya di kepala Lova.
Lila mengusap-usap rambut Lova sayang. "It's okay, sweetheart. Aku, Malik sama Abdul gak akan marah kalau kamu baper. Itu perasaan normal, kok. Dan udah waktunya juga kamu punya perasaan kaya gitu." ucapannya diangguki Malik dan Abdul. "Aku, Malik sama Abdul aja udah pacar-pacaran dari SMP."
Lova melirik Lila. "Tapi, ini Axel, Lila."
Malik tersenyum kecil. Pelan-pelan menarik dan menggenggam tangan kanan Lova erat. "Kenapa sama Axel, hm?"
"Kan, playboy." cicit Lova.
"Kita gak bisa atur kepada siapa hati kita akan jatuh, princess. Sekalipun itu Axel, tetep gak ada yang bisa menyalahkan perasaan kamu sama Axel."
Abdul melakukan hal yang sama dengan Malik. Namun, Abdul melakukannya pada tangan kiri Lova. "Jawaban untuk perasaan kamu itu cuma ada dua pilihan. One sided love atau berbalas. Yang jangan Vava pernah lupa, jatuh itu sakit."
Lila terbahak. "Eh! Abdul. Tumben banget omongan kamu agak bener, ya ampun."
"Njir, lah La! Harus agak banget, ya?"
Lila tergelak seraya melepaskan rangkulannya. Lalu memegang kedua bahu Lova mengarahkan sahabatnya itu menghadap padanya. "Ikutin aja apa kata hati kamu, sweetheart. Cuma hati yang gak bisa bohong. Nikmati aja setiap prosesnya. Toh, kenyataannya hidup gak melulu soal tawa bahagia, tapi juga tangis sedih. Yang namanya jatuh udah jelas pasti sakit, tapi setiap rasa sakit selalu ada obatnya, sweetheart. Don't worry too much, hm?"
Lova menganggukan kepalanya pelan. Senyum lebar di bibir tipisnya membuat ketiga sahabatnya itu tertular ikut tersenyum.
"Good girl!" Lila menarik Lova ke dalam pelukannya yang langsung dibalas oleh sahabatnya itu. "Jangan lupa sama apa yang udah pernah kita bicarain berdua waktu itu, sweetheart." Lova tidak menjawab. Namun, Lila dapat merasakan kepala Lova yang bersandar di bahunya itu mengangguk kecil.
"Apapun nantinya yang terjadi. Walau itu hal buruk sekalipun. Kamu gak sendirian, princess. Semuanya ada disini buat kamu." sambung Malik sambil menepuk-nepuk punggung tangan Lova pelan.
"Everything is gonna be fine, Va." tambah Abdul. Tangan kirinya yang bebas terulur mengacak rambut Lova pelan.
Lova tersenyum di balik punggung Lila. Sementara ketiganya saling tatap dengan tatapan yang entah apa artinya. Hanya mereka bertiga dan Tuhan yang tahu.
-firstlove-
Malik duduk di samping menghadap Lova yang sedang duduk di kursi meja belajarnya mengerjakan tugas entah apa. Mengangkat kedua bahunya tak acuh, dia tidak terlalu peduli dengan tugas-tugas sekolah itu.
Malik melipat kedua tangannya di atas meja. Perlahan menjatuhkan pipinya di atas lipatan tangannya. Malik menatap Lova lekat. Raut wajah gadis itu tampak tegang sedang berpikir keras. Malik tertawa kecil membuat Lova langsung menoleh menatapnya.
"Kenapa Malik?"
Malik menggelengkan kepalanya. "Ngerjain apa, hm? Susah banget kayanya."
Lova mengangguk sekilas. Kembali memutar kepalanya menatap soal-soal matematika yang ada di atas meja belajar Malik. "Tugas matematika. Besok harus dikumpulin. Ada beberapa soal yang Lova belum ketemuin jawabannya. Padahal caranya udah bener." terang Lova sambil mengutak atik lagi jawabannya.
"Hmm," gumam Malik pelan. "Coba ulangi lagi dari awal, princess. Kamu pasti melewatkan sesuatu."
"Iya. Ini, juga lagi coba Lova ulangin lagi kok, Malik."
Malik mengangguk. Lalu berdehem kecil. "Kamu ... gimana sama Axel, princess?" tanya Malik pelan sambil memanjangkan tangan kanannya memainkan ujung rambut halus Lova.
Lova mengernyit. Perlahan mengangkat wajahnya dari buku tugas. Lova memutar kepalanya menatap Malik seraya meletakkan pulpennya di atas buku tugas. "Kok, Malik tiba-tiba tanya kaya gitu? Kenapa?"
Malik melirik Lova sambil menarik tangan kanannya dan kembali melipat dengan tangan kirinya di atas meja. Mengedikan bahunya sebelah. "Ya ... gak apa-apa. Aku cuma mau tahu aja. Kamu gak banyak cerita soal kamu sama Axel."
Lova tersenyum kecil sambil melipat kedua tangannya di atas meja. Perlahan menjatuhkan pipinya di atas lipatan tangannya menghadap Malik membuat dia dan laki-laki itu saling tatap dalam jarak yang sangat dekat.
"Lova baik-baik aja. Malik jangan khawatir. Soal Axe, dia ... memperlakukan Lova dengan baik. Gak pernah Lova lihat Axe jalan atau chat sama cewek lain, untuk saat ini." Lova tertawa kecil melihat Malik melotot tajam. "Axe juga gak pernah marah apalagi bentak-bentak Lova."
Tangan kanan Malik terulur mengusap kepala Lova sayang beberapa kali. "Bagus, deh kalau si playboy itu tobat. Kamu jangan kenapa-napa, hm?" Malik menjauhkan tangannya dan menatap Lova dalam.
Lova terkekeh pelan. Kini tangan kanannya yang terulur mengusap-usap sebelah pipi Malik pelan. "Sayang Malik banget."
Malik memejamkan kedua matanya meresapi sentuhan tangan halus Lova sambil tertawa kecil. Menangkap tangan Lova di pipinya dan perlahan membawa tangan Lova ke bibirnya. Malik mencium telapak tangan gadis itu sedikit lama.
Malik membuka kedua matanya menatap tepat di manik mata Lova. "Sayang Lova double banget." ucapannya langsung di balas kekehan kecil dari bibir tipis Lova.
Lova langsung menegakan duduknya. "Oke kalau gitu, sekarang--" Lova memegang pulpennya. "Biar Lova selesaikan dulu tugas matematika Lova. Setelah itu, Lova sama Malik harus sikat gigi sebelum tidur." Lova menoleh menatap Malik sambil nyengir lebar. "Lova udah ngantuk soalnya."
Malik hanya tersenyum kecil dan mengangguk kecil. Terdiam menatap wajah cantik Lova yang tak pernah membuatnya bosan. Ada yang bertanya dimana Abdul? Abdul harus mengurungkan niat ikut menginap di rumahnya karena mendapatkan panggilan yang tak bisa ditolak dari Muya, sebutan Abdul untuk ibu sahabatnya itu.
Drrrt ... drrrt ...
Baik Lova maupun Malik langsung saja menoleh ke arah meja nakas yang berada di samping kanan ranjang kamar Malik ketika mendengar suara getaran panjang tanda ada panggilan masuk di ponsel yang ternyata milik Lova itu.
Drrrt ... drrrt ...
Lova beranjak berdiri dan berjalan pelan menuju meja nakas untuk melihat siapa gerangan orang yang meneleponnya. Sebelum sampai di meja nakas Lova menyempatkan menoleh menatap jam dinding di kamar Malik. Pukul setengah sepuluh malam.
Axe is calling ...
"Axe?" gumam Lova pelan, namun masih bisa didengar oleh telinga normal Malik.
Drrrt ... drrrt ...
Ponselnya kembali bergetar, Lova buru-buru menggeser tombol hijau pada layar ponsel. Lova menempelkan benda pipih itu di telinganya. Sementara Malik berjalan menghampiri Lova yang kini sudah duduk di tepi ranjang.
"Halo Axe?"
["Lama amat, sih lo angkatnya, my Lov?"]
Lova langsung melirik Malik ketika merasakan pergerakan laki-laki yang sudah duduk di sampingnya itu. Mengulum bibir menahan tawanya ketika melihat Malik perlahan mendekatkan telinga laki-laki itu sebelah kanan ke ponselnya.
"Kepo." gumam Lova hanya menggerakan bibirnya saja tanpa suara membuat Malik terkekeh juga tanpa suara.
["Heh! Kok, diem. My Lov ...? Halo ... woy!"]
"Eh?!" Lova berjengit kecil.
["Lagi ngapain lo? Curiga gue."]
"Oh, itu ... tadi itu Lova lagi ngerjain tugas, Axe. Ponselnya Lova taruh di meja nakas. Kenapa? Axe kangen Lova makanya telepon, hm?" goda Lova sambil melirik ke arah Malik yang sedang memutar kedua bola mata laki-laki itu malas membuat Lova tersenyum kecil.
Terdengar suara dengusan keras Axel dibalik telepon. ["In your dream! Mana ada! Pede amat lu ..."]
Lova manggut-manggut. "Emm ... gitu, yaudah."
["Yaudah apa?"]
"Axe gak kangen, kan? Yaudah, Lova tutup teleponnya. By--"
["Jangan ... "]
Lova terkekeh pelan. Tangannya yang bebas meraih tangan Malik. Lova memainkan jari laki-laki itu. "Jangan ditutup?"
["Iyalah!"] suara Axel terdengar ketus di telinga Lova.
Lova tersenyum kecil. "Apa, sih? Kok, jadi ngegas gitu."
["Kalau gue bilang karena seharian ini gue cuma ketemu lo sebentar. Lo percaya, my Lov?"]
Gerakan tangan Lova yang sedang memainkan jari Malik terhenti. Tawa gelinya langsung terbit. Sementara Malik berekspresi seperti ingin muntah. Buaya! Crocodile! Fuckboy! Malik bersungut-sungut dalam hati.
["Malah ketawa! Percaya kagak, lo!"]
Lova berdehem pelan. "Lova percaya, kok Axe. Yaudah."
["Yaudah apalagi, my Lov?"]
"Yaudah, besok lama-lama sama Lova. Axe, jangan banyak-banyak bolosnya."
["Gue pikir-pikir dulu."] langsung terdengar tawa keras Axel membuat Lova sedikit menjauhkan telinganya dari ponsel.
"Oke." jawab Lova singkat karena sudah terlanjur kesal dengan ucapan Axel.
Lova mengalihkan pandangannya memperhatikan Malik yang sedang berjalan ke meja belajar. Laki-laki itu lebih dulu memeriksa buku tugasnya sebelum menyusunkan roster mata pelajaran besok untuknya. Lova tersenyum kecil.
["Kok, oke?"]
Lova mendengus samar. "Terus gimana, Axe ... "
["Ngambek ya, lo?"]
Lova tetap saja menggeleng walau tahu Axel tidak akan melihatnya. "Enggak. Udah, ah. Bye!"
Tut!
Lova menutup sambungan telepon sepihak. Ugh! Axe menyebalkan! Lova menekan tombol merah pada layar ponselnya dengan kencang tanpa perasaan.
"Ada apa, princess?"
"Hmm?" jawab Lova bergumam tanpa melihat Malik. Pandangannya tertuju pada layar ponselnya yang sedang menampakan caller id Axel memanggil. Lova mencebikan bibirnya.
"Princess?" panggil Malik halus sambil memegang bahu Lova sebelah.
Perlahan mengangkat wajahnya menatap Malik. Lova tersenyum kecil dan tak lupa menggelengkan kepalanya juga. "Lova gak apa-apa kok, Malik." balas Lova sambil kembali meletakkan ponselnya di atas nakas.
Malik hanya mengangguk. Menarik pelan kedua tangan Lova hingga gadis itu berdiri.
"Lova udah ngantuk. Sikat gigi yuk, Malik."
"Hmm,"
Keduanya berjalan sambil bergandengan tangan masuk ke dalam kamar mandi yang berada di dalam kamar Malik. Malik mengeluarkan sedikit odol di atas sikat gigi warna hijau Lova, lalu menyerahkan pada Lova yang langsung diterima gadis yang berdiri di sampingnya itu.
Lova tersenyum manis. "Thank you, Malik ku ... "
Malik terkekeh pelan sambil memasukan odol pada gelas yang diletakkan di depan wastafel. "Sama-sama, my princess ..." balas Malik dengan mengikuti gaya bicara Lova membuat gadis itu tertawa kecil mendengarnya.
Lova tersenyum kecil ketika Malik melingkarkan satu tangan laki-laki itu yang bebas di bahunya. Memeluknya dari belakang. Lova mengangkat tangannya yang bebas memegang lengan Malik.
Lova dan Malik, keduanya saling melemparkan pandangan lewat cermin di depan mereka berdua. Menikmati aktifitas bersama mereka berdua dengan sesekali saling menggoda.
Tbc.
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!
I tagged this book, come and support me with a thumbs up!
Like it ? Add to library!
Have some idea about my story? Comment it and let me know.
Creation is hard, cheer me up!