webnovel

FIRST LOVE

Percayakah kamu dengan ungkapan jika cinta pertama selalu gagal? Atau cinta pertama tidak pernah berhasil? Lova Putri Alexander Archelaus : Cinta pertama. Pertama kalinya aku belajar untuk mencintai sekaligus melepaskan Axe. Jadi haruskah aku percaya dengan ungkapan itu? Axelle Adelio Cetta : Apa itu cinta? Bahkan aku sendiri saja tidak tahu apa nama yang benar untuk rasaku pada Lova. Jadi bagaimana aku bisa tahu cinta pertamaku gagal atau tidak? Mohon dukungannya dengan meninggalkan jejak berupa vote, comment dan review. Cover : Pinterest

Dewa90_ · Teen
Not enough ratings
433 Chs

FIRST LOVE | 37

Malik perlahan membuka pintu kamarnya lebar-lebar dan berdiri bersandar pada bingkai pintu kamarnya dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Memperhatikan Lova yang sedang menjadi salah satu dari kaum rebahan di atas ranjangnya dengan posisi telungkup di bawah selimut.

Malik memanjangkan lehernya mengintip apa yang sedang Lova lakukan. Gadis itu rupanya sedang membaca salah satu koleksi komik miliknya. Senyumnya seketika terbit ketika mendengar suara kekehan geli Lova. Malik geleng-geleng kepala.

Malik dengan gerakan cepat menoleh ketika merasakan sebuah tepukan yang mendarat di bahunya sebelah kanan.

"Ngapain, sih lo diri di situ? Nutupin pintu, amat."

Malik melepaskan kedua tangannya. Menoyor kepala Abdul keras. "Kaget, bangsul!"

Abdul melirik Malik sekilas. Lalu mengangkat kedua bahunya tak acuh. "Awas, minggir! Gue mau masuk." Abdul balas Malik dengan mendorong bahu Malik kencang hingga sahabatnya itu terjungkal nyaris saja terjatuh.

"Kampret!" umpat Malik keras.

Abdul hanya tertawa jahat. Berlalu melewati Malik begitu saja. Abdul berjalan menghampiri Lova. "Vava, Vava, Vava." panggil Abdul beruntun sambil menusuk-nusuk punggung Lova pelan.

Lova terjengit sedikit kaget. Langsung memutar kepalanya ke arah belakangnya. Senyum manisnya terbit ketika melihat Malik dan Abdul sudah berada di dalam kamar.

Lova kembali memutar kepalanya seraya melepaskan headset dari kedua telinganya dengan tangan kanan. Langsung menutup komik yang tadi sedang dibaca dan meletakkannya di atas nakas yang berada di samping kiri ranjang berukuran pas dua orang di kamar Malik yang bernuansa minimalis dengan dinding yang dicat dengan warna dasar yaitu putih dan lantai vinyl wood-effect.

Bagian menarik dari kamar laki-laki itu adalah langit-langit gypsum yang dibuat menjorok masuk ke dalam atap di gambar dengan pola lapangan hijau permainan bola basket. Pada lingkaran tengah lapangan tergantung metro ceiling fan.

Lova bangun dari posisi telungkupnya. Duduk bersila menghadap Malik dan Abdul yang masih saja berdiri di tempat mereka.

"Malik sama Abdul habis dari mana, sih? Udah sore begini. Kenapa baru pulang?" tanya Lova sambil matanya memperhatikan Malik yang sedang membuka kaitan kancing lalu melepaskan kemeja putih seragam laki-laki itu menyisakan kaos oblong warna putih.

"Cowoklah, Va. Biasa."

Kening Lova mengerut. Langsung menoleh menatap Abdul. "Emang biasanya cowok itu ngapain aja kalau pulang sampai sore, Abdul?"

"Nongkrong, lah Va. Cari ciwi-ciwi semok, bahenol, montok."

"Njir, lah Lik! Ngapa dah lo!" sungut Abdul sambil menyingkirkan kemeja Malik yang dilemparkan oleh laki-laki itu di atas kepalanya.

"Bacot lo, anjir!"

Abdul hanya cengengesan sambil melirik Lova yang masih terdiam mencerna ucapannya. Untung saja Lova itu polos-polos ngegemesin bukan perempuan semacam Lila yang garang seperti macan betina. Bawaannya ngegas terus.

"Ciwi-ciwi itu apa, Abdul?"

"Hah?!" Abdul melongo kaget. Ya Lord! Masih dibahas, ya ...

"Mampusin!" cibir Malik keras membuat Abdul langsung meliriknya tajam. Malik hanya mengangkat kedua bahunya tak acuh sambil bersiul mengejek sahabatnya itu.

"Apa Abdul?"

Abdul menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ciwi-ciwi itu ... semacam ..."

"Semacam ...?" beo Lova sambil menatap Abdul dengan tatapan menuntut.

"Semacam ... teman perempuan, Va." Abdul menjulurkan telunjuknya. "Nah. Iya, bener itu. Teman perempuan."

Lova manggut-manggut seraya mengerucutkan bibirnya menggumamkan kata 'oh' tanpa suara membuat Malik tertawa kecil gemas melihatnya.

Malik berjalan menghampiri Lova. Lalu mengacak rambut gadis itu pelan. "Gampang percaya banget sih, princess."

"Loh! Emangnya Abdul bohongin Lova?" tanya Lova menatap Abdul dan Malik bergantian.

Abdul seketika beranjak berdiri dan berdehem keras di belakang Malik mencoba memperingatkan sahabatnya itu untuk tidak membocorkan maksud kalimatnya tadi. Langsung melarikan diri ke lemari baju Malik.

Malik tertawa puas ketika melihat raut wajah panik Abdul yang tidak bisa disembunyikan. "Abdul gak bohong kok, princess. Ciwi-ciwi itu sama dengan cewek-cewek."

Lova ber-oh ria sambil melirik Abdul. Kedua mata Lova seketika melebar. "Eh!" Lova langsung saja menutup mata dengan kedua tangannya. "Ih! Abdul, jangan main buka baju sembarang gitu, dong ... Lova belum siap-siap tutup mata, nih."

Malik tertawa geli. Sementara Abdul berdecak samar seraya membalikan badannya.

"Badan aku itu sebagus Malik lho, Va. Ada absnya juga kayak apa itu, boyband korea yang sering kamu lihat sama Lila. Sekali-kali lihat aku gak apa-apa kali, Va. Kamu gak pernah mau lihat, sih. Tutup mata terus. Tapi kalau Malik yang lepas baju pasti dipantengin terus. Cemburu, akutu ..."

"Cimbiri, akiti ... Hilih!" cibir Malik.

Lova tertawa geli mendengar suara bebek Malik. "Malik sama Abdul ya, beda dong ..."

"Bedanya apa, sih?"

"Ya ... beda aja pokoknya Abdul."

Abdul hanya mendengus keras. Langsung memutar badannya menghadap ke arah lemari Malik dan menarik salah satu kaos di dalam lemari sahabatnya itu dengan asal.

"Lo ada baju sendiri di kamar lo ya, Nyet!"

"Bodo!" jawab Abdul ketus sambil memakai kaos Malik ke tubuhnya.

Malik berdecak keras.

"Malik ...?"

Malik langsung menoleh dan menundukan kepalanya. "Iya, princess?"

"Abdul udah pakai baju belum?"

"Udah, Va, udah." bukan Malik yang menjawab. Tapi Abdul yang menyerobot sebelum sahabatnya itu menjawab pertanyaan Lova lebih dulu.

Malik tersenyum kecil. Tangan kanannya terulur kembali mengacak rambut Lova pelan. "Udah. Kamu bisa buka mata kamu sekarang, princess."

Lova menjauhkan kedua tangannya. Mendongakan kepalanya sedikit agar bisa melihat wajah Malik. Lova tersenyum manis menatap laki-laki yang sudah berdiri di depannya menghalangi pandangannya terhadap Abdul itu.

"Kamu kesini sama siapa, princess?"

"Sama Lila, Malik. Tadi Lova ikut sama ayah pulangnya. Daddy gak bisa jemput soalnya." terang Lova seraya melingkarkan kedua tangannya memeluk pinggang Malik erat dan membenamkan wajahnya di atas perut laki-laki itu.

Malik terkekeh. Langsung membalas pelukan Lova dan mengecup puncak kepala gadis itu sekilas.

Abdul menjatuhkan bokongnya di atas ranjang empuk Malik. Menatap Lova penasaran. "Emang uncle kemana? Kok, tumben banget gak bisa jemput Vava?" tanya Abdul sambil menyugar rambutnya ke belakang.

Lova perlahan menjauhkan wajahnya tanpa melepaskan kedua tangannya dari pinggang Malik. Lalu menoleh menatap Abdul. "Daddy ada kerjaan di luar kota sama uncle Bagus, Abdul."

Abdul manggut-manggut sambil menyatukan kedua tangan di atas lututnya. Sementara Malik tertawa kecil ketika melihat raut wajah Lova berubah menjadi cemberut.

"Kenapa, hm?" Malik mengelus-elus rambut Lova sayang. "Kok, mukanya jadi cemberut kaya gitu." ucapannya membuat Abdul langsung menoleh memperhatikan wajah Lova.

Lova mengangkat kepalanya menatap Malik yang sedang menunduk menatapnya juga. "Lova, kan jadi sendirian karena daddy pergi. Lova mau tidurnya di sini aja sama Malik, ya?" tanya Lova sambil mengerjapkan matanya lucu.

Malik tertawa kecil. Ibunya sudah memberitahu perihal Lova yang beberapa hari akan menginap di rumahnya. Jadi dia sudah tidak akan kaget lagi mendengar penuturan Lova. Malik menganggukan kepalanya pelan. "Boleh, princess."

Abdul menatap Lova dengan tangan kanan dilipat di atas pangkuan dan menumpukan siku tangan kiri di atas lututnya bertopang dagu. "Kamu kalau mau peluk-pelukan itu sama aku aja kenapa sih, Va?" tanya Abdul. "Cari rasa baru gitu. Jangan sama Malik terus."

Lova tertawa kecil melihat wajah cemberut Abdul. Lalu mengangkat kepalanya menatap Malik yang sedang menatap Abdul tajam. "Malik, Lova udah boleh peluk Abdul belum?"

Malik langsung saja menunduk. "Never, princess."

"Haish!" desis Abdul kesal sambil mengangkat dagunya dan menendang betis Malik keras. "Njirr, lah Lik! Gak ridho amat kalau lihat temen sendiri seneng! Bawaannya panas mulu. Setan emang, lo!"

"Bangke! Bisa jatuh bego! Gue lagi pegang Lova, nih!"

Lova tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala.

"Gue juga mau tidur di sini."

Malik tak menghiraukan ucapan Abdul. "Udah sore, kenapa belum ganti baju, princess?"

Lova mengurai pelukannya. "Nanti sekalian mau mandi aja gantinya, Malik. Malik sama Abdul duduk sini, coba. Lova mau ngomong sesuatu." titah Lova dengan suara pelan sambil mengulurkan kedua tangannya menepuk bagian ranjang kosong di depannya meminta Malik dan Abdul duduk di sana.

"Kenapa, princess? Kayanya serius banget."

Abdul mengangguk setuju. "Iya, ada apa, sih Va. Tumben-tumbenan, lho kamu kaya gini."

Lova tersenyum tipis. "Gak ada apa-apa, kok. Tapi itu ... emm ..."

Malik mengangkat alisnya sebelah. Sementara Abdul menautkan kedua alisnya.

Lova melirik Malik dan Abdul yang sudah duduk bersila di depannya itu takut-takut sambil meremas-remas tangannya sendiri. "Lova minta maaf." ucap Lova dengan cepat. Lova menghembuskan nafas panjang. Gugup sekali.

"Gimana-gimana, princess?" tanya Malik sambil memajukan telinganya sedikit dan melipat kedua tangannya di depan dada.

Abdul menyeret bokongnya sedikit maju lebih dekat dengan Lova. "Aku gak denger kamu bilang apa. Cepet banget ngomongnya."

Lova menghela nafas berat. Lalu berdehem kecil sambil bergerak mencari posisi nyamannya. "Lova mau minta maaf Malik, Abdul." kata Lova sambil menatap Malik dan Abdul secara bergantian.

Malik menatap Lova lekat-lekat. Sementara kening Abdul mengerut samar. Keduanya, kompak terdiam sejenak. Lalu seperti mendapatkan sebuah komando Malik dan Abdul saling melempar pandangan.

"Ekhem!" Lova berdehem keras mencoba memancing Malik atau Abdul untuk membuka suara. Dan usahanya berhasil terbukti dari kedua laki-laki di depannya itu langsung menoleh menatapnya. Lova mengulas senyum kaku.

"Kamu minta maaf untuk apa, princess?"

"Seingat aku, kamu gak pernah ada buat salah sama kita berdua, Va." kalimat yang diucapkan Abdul langsung mendapatkan anggukan setuju dari Malik.

Lova menghela nafas pelan. "Kali ini ..." Lova menelan salivanya susah payah. "Lova ada bikin salah. Lova ... gak turutin permintaan Malik dan gak ikutin ucapan Abdul waktu itu."

Malik dan Abdul nyaris secara bersamaan melepaskan kedua tanganya. Keduanya kembali saling melempar pandangan seolah berbicara melalui sorot mata mereka berdua.

"Lova baper sama Axe." Lova menunduk tak berani menatap keduanya. Sementara Malik dan Abdul menoleh dengan gerakan cepat ke arahnya secara bersamaan.

"Siapa yang baper sama siapa?" tiba-tiba saja terdengar suara Lila dari arah pintu kamar Malik. Sontak. Lova, Malik dan Abdul, ketiganya langsung kompak mengalihkan pandangan mereka pada Lila.

Tbc.

Creation is hard, cheer me up!

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Dewa90_creators' thoughts