Setelah memastikan pakaiannya sudah rapi, Ferisha kembali berjalan, terlebih lagi suara ketukan pintu itu kembali membuat Ferisha jengah.
Tok! Tok!
"Ya, tunggulah!" kata Ferisha bersiap membukakan pintu dan kedua mata Ferisha membulat sempurna.
"Kau? Apa yang kau lakukan disini?" tanya Ferisha, merasa terkejut dengan kehadiran Noel secara tiba-tiba.
Noel menegakan tubuhnya, dengan pandangan lurus ke depan, "Maafkan aku, Nona. Hanya saja - aku harus berbicara dengan Tuan Gavin," balasnya.
Ferisha menghembuskan nafasnya lega, "Ya! Kau harus membawanya pulang, aku akan membangunkannya." kata Ferisha menutup pintu kamar setelah itu berbalik dan menghampiri tempat tidur, biarkan saja Noel menunggu - toh Ferisha tak peduli.
"Wake up! Noel menunggumu," kata Ferisha melipat kedua tangannya di dada.
Ferisha menghembuskan nafasnya perlahan, ia naik ke atas tempat tidur, duduk disamping Gavin, kemudian hendak meraih tangan Gavin, namun tiba-tiba saja Gavin menarik Ferisha hingga terjatuh di atas tubuh kekar Gavin.
"Morning kiss, babygirl." kata Gavin dengan suara beratnya, khas pria bangun tidur.
Ferisha menggeleng, ia hendak bangkit dari atas tubuh kekar Gavin, namun rasanya sangat sulit, "Lepaskan aku! Noel menunggumu, kau tau bagaimana jadinya jika Alodie tau tentang kita, di--
"Kita? Apa yang kita lakukan, hm?" tukas Gavin membuat Ferisha sontak terdiam, ia merasa malu sekarang, namun bukankah Ferisha tidak bersalah sama sekali?
Gavin terkekeh melihat raut wajah kebingungan yang Ferisha pancarkan, kemudian Gavin mendekatkan wajahnya, dan---
Cup
Gavin mengecup bibir Ferisha sedikit lebih lama, "Ada banyak hal yang harus aku lakukan hari ini, baby. Aku tak bisa menemui mu, jangan melakukan sesuatu hal yang berbahaya," kata Gavin seolah tahu jika kedatangan Noel adalah, untuk menyampaikan pekerjaan.
Akhirnya Ferisha bisa bangkit dari tidurnya, membuat dirinya sendiri mampu bernafas dengan tenang, perihal Gavin yang mengatakan jika dirinya akan sangat sibuk, Ferisha sungguh tak peduli.
"Jangan pergi ke tempat dimana keluarga mu berada, aku sudah meminta orang suruhan ku untuk membatasi pergerakan mu dengan Alodie," kata Gavin membuat Ferisha melongo tak percaya, apa yang Gavin katakan?
Apa Gavin tau perihal itu? Apa Gavin sungguh meretas segala tentangnya? Yang ada dalam dirinya? Bahkan Ferisha tak bercerita apapun dan pada siapapun.
"Kau--
"Aku tidak ingin kau membantah," tukas Gavin kembali mendekat setelah memakai pakaiannya, kemudian mengecup pipi Ferisha sedikit lebih lama, "Aku akan sangat merindukanmu, baby." bisik Gavin kemudian meninggalkan Ferisha yang sudah mematung tanpa kata.
Gavin sungguh membuat Ferisha tak karuan, Gavin membuat Ferisha bungkam dan sialnya lagi Ferisha selalu nyaman ada di samping Gavin, terlebih lagi pada saat Ferisha ada di posisi terendah, Gavin selalu ada memeluknya.
Disisi lain, Gavin tampak tak rela meninggalkan Ferisha, mengingat ada banyak hal yang mungkin bisa saja Ferisha lalui tanpa sengaja, apalagi keluarga Ferisha pun tengah ada di Islandia, hal itu akan menjadi sesuatu hal paling menyedihkan untuk Ferisha, Ferisha mungkin bisa menyembunyikannya, namun Ferisha tidak akan pernah bisa berhenti merasakannya. Namun mau bagaimana lagi? Gavin tak bisa meninggalkan proyeknya.
"Tuan, maaf karena aku mengganggu waktu tidurmu bersama dengan Nona." kata Noel pada Gavin, namun Gavin tidak meresponnya sama sekali, Gavin lebih memilih memasang raut wajah tanpa ekspresi seolah tak peduli dengan apapun yang dikatakan oleh Noel.
***
"Kau tau, dulu aku sempat mendapat hukuman dari Kak Gavin, dia menyuruhku untuk naik buss, dan itu sangat menyebalkan. Seumur hidupku, aku baru melalui hari tersial ku, aku mengalami pegal-pegal di kaki ku, lelah karena menunggu buss datang, astaga! Mengingat itu membuat ku kesal," kata Alodie sembari menceritakan hal paling acak yang dirinya miliki, sebelum pergi mengunjungi tempat-tempat menyenangkan di Islandia, mereka memilih untuk singgah di mall terlebih dahulu, jangan tanya mengapa - memang tempat pertama yang selalu mereka pikirkan adalah Mall, mengunjungi butik-butik terkenal yang mendunia, tak peduli berapa banyak uang yang mereka habiskan.
Belum sempat Ferisha menjawab, Alodie sudah kembali buka suara, "Dan kau tau apa? Aku mendengar ada dua orang wanita mengatakan jika mereka sangat kesal karena pada saat membeli beberapa pakaian, mereka diikuti oleh pelayan toko, aku merasa heran— mengapa setiap kali aku memasuki butik, tidak ada staf yang mengikuti ku, padahal ada banyak staf yang menjaga setiap penjuru ruangan, seperti disini tentunya." sambungnya sembari memasuki sebuah butik terkenal yang mendunia.
"Karena kau selalu mengunjungi butik dengan brand yang sudah mendunia, mereka jelas melayani dengan begitu profesional." balas Ferisha merasa jengah dengan Alodie yang bahkan sangat amat aneh karena menceritakan banyak hal mengenai kehidupannya, namun jika dipikirkan lagi Alodie sangat menyenangkan.
Alodie sangat berbeda dari Gavin yang sangat dingin dan tak tersentuh, Alodie tampak periang, berbeda dengan Gavin yang terlihat sangat kejam, ya - ada banyak perbedaan diantara mereka.
"Aku ingin membeli scarf," kata Ferisha berjalan menghampiri gantungan dimana scarf itu berada, sebenarnya Ferisha sering mengunjungi butik dengan brand terkenal di berbagai negara yang dirinya kunjungi, tak heran jika Ferisha tampak lebih leluasa disini, memang pada kenyataannya Ferisha sudah terbiasa.
"Aku sudah memiliki banyak, aku akan meminta para staf mengeluarkan koleksi tas terbaru," balas Alodie berbalik dan memanggil salah seorang staf pria berjas untuk mengeluarkan apa yang dirinya inginkan.
Sedangkan Ferisha masih tampak fokus, dirinya membalikan tubuhnya, melihat area sebrang dimana tempat deretan dasi dan juga pakaian-pakaian pria beserta tas di pampang sempurna, terbesit rasa ingin membeli salah satu dasi yang tergantung disana, bisa saja Ferisha memberikan hadiah pada Gavin bukan? Ya, mengingat saat itu Gavin sudah berbaik hati pada Ferisha, dengan memberikan pelukan gratis saat Ferisha sedih.
"Ferisha lihatlah, bagaimana menurutmu?" tanya Alodie membuyarkan lamunan Ferisha, membuat Ferisha terpaksa menepis keinginan sebelumnya, memfokuskan diri sepenuhnya ke arah Alodie yang tampak memegang sebuah tas berwarna putih, sedangkan deretan tas lainnya ada di atas meja.
"Ya, itu sangat cantik, sangat cocok dengan mu," kata Ferisha membuat Alodie tersenyum senang.
"Baiklah, aku akan mengambil ini." kata Alodie menyodorkan tasnya pada staf butik, kemudian kembali mengalihkan arah pandangnya ke arah Ferisha, "Apa kau sudah menemukan scarf yang cocok?" tanyanya membuat Ferisha kembali membalikan tubuhnya, kemudian menunjuk salah satu scarf dengan motif sederhana.
"Aku ingin ini," kata Ferisha pada staf yang tak jauh dari dirinya berada, kemudian berjalan menghampiri Alodie, "Apa ada hal yang ingin kau beli lagi?" sambung Ferisha namun Alodie menggelengkan kepalanya.
"Kau ingin membayarnya dengan apa, Nona?" tanya salah seorang pramuniaga itu.
Ferisha tampak mengeluarkan debitnya dari dalam tas yang dirinya bawa, lalu menyodorkannya, "Debit."
Pramuniaga itu tersenyum sembari mengagguk dan segera memproses pembayaran.
"Nona, maaf. Kartumu ditolak."