webnovel

#7

Pukul tujuh lebih lima menit, aku telah siap untuk pergi kuliah. Dengan baju kotak-kotak dipadu dengan kardigan polos dan dengan jeans, aku berangkat kuliah. Setelan simple dan gak ribet adalah ciri khasku.

Jarak dari kontrakan ke kampus pun cukup dekat hanya menaiki satu angkot saja.

Saat sedang on the way ke kampus dan aku pun sedang fokus melihat handphone, tiba-tiba angkot terhenti sehingga membuatku hampir saja terjatuh. Ternyata di depan angkot sedang ada keributan dan sepertinya para penjahat berkeroyok memukuli seseorang. Semua orang yang ada di dalam angkot turun untuk menolong orang itu termasuk aku yang juga berniat ingin menolongnya. Dan saat kami semua turun, para penjahat itu telah kabur dan seseorang yang dipukuli tadi sudah tergeletak di jalan.

Semua orang menolong orang itu dan saat ia membalikan badan ternyata dia adalah Revan. Wajahnya kini penuh dengan luka biru dan di sudut bibirnya ada  darah yang cukup banyak.

Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Semua orang telah masuk ke dalam angkot, dan sedang menungguku. Dan aku masih saja berdiri merasa iba dengan kondisi Revan saat ini. Bagaimana mungkin aku bisa meninggalkan nya, Revan adalah teman sekelasku walaupun kami tak akrab tapi dia tetaplah temanku. Akhirnya aku memutuskan untuk membantu Revan terlebih dahulu dan tak lupa memberikan uang untuk ongkos angkot.

Revan saat ini sedang duduk di tepi jalan. Dan aku mencoba menghampirinya.

"lo gak papa kan? " tanyaku pada Revan sedikit khawatir

"kenapa lo gak pergi aja?" tanya Revan dengan sikapnya yang masih dingin dan sambil memegang luka di sudut bibirnya.

Aku duduk di sebelahnya dengan memiringkan posisi badanku ke arahnya.

"boleh gue lihat luka lo?" tanya ku kemudian

Revan tak menjawab, ia hanya menundukan kepala.

"Revan" aku memanggilnya agar dapat melihat lukanya

Dan dia pun akhirnya menoleh ke arahku. Aku cukup terkejut. Mata kami sekilas berpandangan namun aku segera memalingkan ke arah lukanya. Aku tak tahu kenapa setiap melihat nya jantungku serasa deg-degan. Dan kali ini melihat mata Revan yang cukup sendu membuat aku semakin khawatir.

Aku mengamati setiap luka di wajahnya yang cukup parah. Kemudian melihat ke arah sikut tangannya yang juga sedikit terluka.

"apa perlu kita ke rumah sakit? " tanya ku pada Revan sementara Revan masih melihatku.

Saat aku melihatnya Revan pun memalingkan pandangan nya dan melihat ke depan ke arah jalanan.

"gak perlu. Gue gak papa kok" jawab nya kemudian

"ya udah, tunggu disini bentar ya" ucapku kemudian pergi mencari apotek terdekat dan mencari plester, tisu, serta obat-obat lainnya.

Tak lama kemudian setelah memberi perlengkapan yang dirasa cukup, aku pun kembali ke arah mobil Revan yang cukup terlihat dari jauh.

Aku melihat Revan yang masih duduk sambil memegang luka di bibirnya.

"Revan, bisa kita ke mobil lo sebentar? " tanya ku pada Revan

Tanpa menjawab pertanyaan ku, Revan beranjak dari duduknya, menghampiriku, memegang tanganku, menarikku ke arah mobilnya dan membukakan pintu untuk ku. Aku kaget dengan sikap Revan yang membuatku sedikit bingung.

Revan kemudian masuk ke dalam mobil tepatnya duduk di sebelahku. Dan masih dengan sikap dingin nya, suasana pun terlihat hening meski dalam beberapa detik.

"Revan, bisa lo lihat ke arah gue? Biar gue bisa obatin luka lo" tanyaku memecah keheningan

"kenapa lo nolongin gue? " tanya Revan yang masih dengan tatapan nya ke depan tanpa melihatku

Aku menarik nafas panjang " karena lo temen gue" jawabku membuat Revan melihatku sekarang.

Seperti yang kulihat dia menatapku dengan sendu seperti terdapat banyak masalah di hidupnya. Berbeda dengan Revan di kampus yang terlihat lebih cool dengan sikapnya yang lebih dingin daripada kutub utara.

Aku tak mau terus-terusan terjebak dalam situasi tatap menatap ini, aku pun dengan segera mengambil tisu basah membersihkan luka di sudut bibirnya, kemudian setelah itu membersihkan nya dengan tisu dan mengoleskan sedikit obat merah.

"udah selesai. Luka lo yang biru harus di kompres pake air anget. Nanti lo lakuin ya di rumah. Gue permisi dulu" ucapku pada Revan kemudian sebelum pergi aku menyimpulkan senyumanku walaupun aku tahu tak akan di balas olehnya.

Dan saat akan membukakan pintu, tiba-tiba Revan memegang tanganku dan membuatku bingung.

"lo mau kemana? " tanya Revan

"eum.. Ke kampus" jawabku

"bareng gue aja. Pake sabuk pengaman lo. Kita udah telat" ucapnya kemudian ia menginjak gas mobilnya sampai melaju dengan cepat.

Sesampainya di kampus, benar saja mata pelajaran Bu Dona telah di mulai. Untuk pertama kalinya, aku telat memasuki jam kuliah. Apa yang akan terjadi selanjutnya padaku? Apa aku akan mendapat nilai C?

Saat sudah berada di depan pintu, kakiku terhenti dengan refleks karena ragu. Revan yang ada di belakangku kemudian memberiku sebuah tumpukan kertas.

"lo pegang ini" ucap Revan

Kemudian tanpa ragu Revan membuka pintu dan pembelajaran Bu Dona terhenti seketika kala mereka melihat aku dan Revan yang kesiangan.

"kalian? Kenapa kalian bisa terlambat? " tanya Bu Dona dan perhatian satu kelas masih terfokus pada aku dan Revan.

"Maaf Bu, tadi saya ada kecelakaan di jalan" jawab Revan

"dan kamu Elvira? " tanya Bu Dona kemudian padaku

"saya.. "

"Dia terlambat karena mengerjakan tugas yang tadi ibu berikan pada saya" Revan spontan memotong perkataanku dan menjawab pertanyaan Bu Dona yang diberikan padaku.

"tugas? " tanya Bu Dona

"iya Bu, karena saya kecelakaan saya menelpon dia untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh ibu karena saya kira tugas itu sangat penting karena saya pasti akan kesiangan" jawab Revan tanpa ragu padahal aku tak melakukan apa yanh dikatakan Revan.

"ohh begitu,, benar Elvira? " tanya Bu Dona

"eumm.. Iya Bu" jawabku sedikit ragu karena tak tahu harus berbuat apa.

"maaf kan saya Bu, karena ada kendala, jadi saya tidak bisa mengerjakan tugasnya. " ucap Revan

"tidak apa-apa Revan. Sekarang kalian boleh duduk. " perintah Bu Dona.

Aku kemudian duduk. Begitu pun dengan Revan. Semua pandangan masih tertuju pada kami. Dan aku sangat risih. Tapi bagaimana pun aku harus berterima kasih pada Revan karena lagi-lagi dia menolongku.