webnovel

10. Albidum

Seorang wanita paruh baya yang tengah duduk diatas sofa sedang memasukkan beberapa pakaian ke dalam sebuah koper kecil berwarna kuning. Tangannya yang putih dengan cekatan melipat baju-baju, memasukkannya kedalam koper secara rapih. Ia juga memasukkan beberapa miniatur anime kesukaan putranya itu.

Sedangkan di depannya berdiri seorang pria dewasa yang tengah berbicara dengan pemuda yang duduk di atas ranjang rumah sakit.

Mereka berdua terlihat menikmati perbincangan yang mereka lakukan satu sama lain. Dan terkadang, wanita menggelengkan kepalanya seraya terkekeh karena melihat guyonan yang dilakukan oleh suami dan putra kesayangannya itu.

"Pah. Kemarin suster yang nganter makan nya cakep banget pah!" Ujar Aris pada papahnya yang sedang duduk di sofa dengan senyum menggoda.

Papahnya melirik wanita yang duduk disampingnya. Lalu mengedipkan mata pada Aris beberapa kali, tersenyum mesum, dan terkekeh kecil.

"Papah sih kalo kamu betah disini. Kita cancle aja pulang ke rumahnya. Toh dirumah ga ada apa-apa." Ujar papahnya seraya melirik kembali istrinya.

Sedangkan wanita itu malah acuh dan lebih memilih mengecek isi koper.

"Udah mah bentukannya kek gitar listrik. BEUH! Pokonya mah the best deh pah!"

"Bisa kali jadi mamah baru aku." Sambung Aris yang sedang berusaha untuk membuat kesal mamahnya itu.

"Nikahin aja pah. Aku rela ko." Celetuk Sarah dengan wajah datar.

Sedangkan Aris dan Joddy malah terkekeh kecil melihat respon Sarah yang ternyata malah membangkitkan jiwa jahil mereka berdua.

"Berisi ga Ris?" Tanya Joddy kembali.

"Beuh! Bukan maen pah! Depan, belakang, atas, bawah berisi semua!" Sahut Aris.

Sarah berdiri dan mendekati mereka berdua. Berusaha membereskan seprei ranjang rumah sakit yang agak berantakan.

"Awas, awas kalian berdua!" Ujar Sarah sedikit ketus.

"Ih mamah kenapa sih mah? Sensi banget kayanya." Celetuk Aris seraya memandangi mamahnya yang tengah membenarkan posisi bantal.

"Geser Ris!" Teriak Sarah namun dengan volume yang cukup rendah. Bukannya berpindah, Aris malah menggerakkan kepalanya dan lebih memilih diam di tempat.

Sarah yang melihat tingkah putranya ini hanya bisa diam seraya menatap tajam padanya. Tapi bukannya merasa takut dan segera berpindah. Aris tetap diam dan malah memancing emosi Sarah.

Sarah yang sedikit kesal pun menepuk bahunya pelan. Membuat Aris sedikit meringis.

"Aww! Sakit mah! Nanti kalo potong gimana?" Pekik Arus seraya mengusap bahunya pelan.

"Lebay banget si kamu. Awas!" Balas Sarah dengan ketus lagi.

"Wah. Papah ga ikutan kalo ini mah. Papah mau ke bawah dulu ya. Mau siapin mobil."Ujar Joddy seraya menyengir. Lalu dengan segera ia berjalan keluar ruangan dan meninggalkan Aris yang tengah menatapnya dengan tatapan melas.

Aris memandangi Sarah yang tengah melipat selimut di depannya ini. Suasana ruangan seketika berubah sepi. Ia ragu untuk membuka pembicaraan.

"Mah." Panggil Aris pada Sarah. Sedangkan Sarah hanya meliriknya sekilas saja. Lalu beralih pada koper kuningnya kembali. Memasukkan beberapa kartu mainan yang ia temukan dibalik selimut.

Aris masih terdiam seraya memandangi mamahnya. Ia semakin ragu untuk membuka pembicaraan dengan beliau. Inilah ending yang akan Aris dapat setelah menggoda mamahnya. Dia padahal sudah tahu bahwa karakter mamah yang tegas dan sedikit pemarah ini harusnya tidak boleh di ajak becanda.

Tapi tetap, itu tidak membuat prinsip Aris bergeser. Karena mau se marah apapun mamahnya. Mamahnya akan tetap memperlakukan Aris sebaik mungkin.

Dengan keberanian sebesar buah kurma. Aris pun akhirnya mengangkat suara.

"Mah. Kemarin Evelyn jenguk Aris. Dia terus kasih ini ke Aris." Aris menunjukkan gantungan kunci itu pada mamahnya.

Sarah yang melihat itu seketika mengerutkan keningnya. Dan dengan perlahan mengambil benda itu dari tangan Aris.

"Mamah pernah bikin gantungan kaya gini di toko. Tapi cuma beberapa sih Ris. Itu cuma kustom aja." Ujar Sarah seraya melihat-lihat benda itu yang sekarang ia genggam.

"Itu bunga dandelion kan mah?" Tanya Aris dengan sedikit ragu. Takut-takut tebakannya salah.

"Iya. Ini jenis Albidum. Bunga ini tumbuh cuma setahun sekali, dan banyak terdapat di Jepang. Khususnya daratan bagian selatan." Jelas Sarah seraya mengembalikan lagi benda itu pada Aris.

Aris spontan menerima nya. Ia juga kini tengah melihat-lihat benda itu.

"Evelyn dapet kaya gitu empat mah." Ujarnya seraya menatap Sarah.

Sarah tersenyum lalu menatap Aris seraya berkata, "Wah. Boleh mintain buat mamah engga?" Ujarnya sumringah.

"Enak aja!"

Mereka berdua berdebat tentang benda itu. Akibatnya, suasana pun kembali menjadi cair dan sangat nyaman.

Sedangkan di jalanan menuju rumah sakit.

Sebuah motor melaju kencang, menyelip kendaraan lain dengan lihai, membuat gadis yang dibonceng di belakang motor kembali mengencangkan kembali tangannya pada pundak si pengemudi.

"Ka. Bisa pelan-pelan engga?" Ujar Evelyn setengah ragu. Karena dia masih merasa kurang nyaman berboncengan dengan laki-laki lain. Apalagi jok motor yang cukup tinggi. Membuat tubuh mungilnya rentan sekali terhadap gerakan.

Kanova yang mendengar itu hanya diam saja. Bibirnya mengkatup dengan pandangan yang melihat spion.

Dia menarik tangan Evelyn, menaruhnya pada pinggang seraya berkata, "Gue bukan supir lo!" Ucap Kanova tegas.

Berbeda dengan Evelyn yang matanya berkedip beberapa kali, menandakan dia terkejut atas tindakan yang baru saja Kanova lakukan terhadapnya.

Ia membiarkan tangannya diam di sana, di atas paha Kanova. Jangankan untuk bergerak, berniat untuk memindahkan tangannya saja dia tidak berani.

Tapi entah kenapa, suasana tiba-tiba mendung. Membuat angin berhembus sedikit kencang. Menerpa wajah cantik Evelyn yang telanjang karena tidak memakai helm.

Kanova yang sempat fokus terhadap jalanan, kini beralih pada spion motor yang menampilkan wajah Evelyn yang sangat jelas karena rambut serta poninya tersibak oleh angin yang cukup kencang itu.

Banyak sekali pemuda dan pemudi yang terkesima melihat wajah Evelyn yang putih, halus, cantik. Apalagi dia sempat tersenyum pada seorang penyeberang. Membuat lekukan manis itu tercetak apik di bibirnya.

Tak lama, Kanova menepikan motornya.

Sontak Evelyn mengerutkan keningnya, bertanya-tanya tentang apa yang akan Kanova lakukan.

"Ko berhenti?" Tanya nya polos seraya turun dari atas motor. Pun dengan Kanova.

Kanova memutar bahu Evelyn agar menghadapnya. Ia lalu melepaskan helm full face yang ia pakai. Lalu tanpa ragu memakai kan kembali helm nya pada Evelyn.

"Mereka liatin terus muka lo. Dan gue ga suka!" Ujarnya seraya mengencangkan sabuk helm.

Evelyn menatap mata tajam itu kembali. Terlihat sekali bahwa mata itu menampilkan amarah.

"Gue ga biasa pake helm." Jelas Evelyn pada Kanova.

"Safety!" Tegasnya seraya menumpaki motornya kembali. Sedangkan Evelyn malah menatapnya dengan wajah sedikit kesal.

Kanova menatap Evelyn, "Ayok naik! Gue tinggal nih!"

Mendengar ancaman yang keluar dari Kanova, Evelyn segara naik ke atas jok motor Kanova yang tinggi. Ia sempat kesusahan, namun akhirnya bisa.

"Pegangan! Kita ngejar waktu soalnya!" Seketika Evelyn pun menurut. Tangannya sudah memegang bahu Kanova.

Tapi bukannya melaju, Kanova malah diam. Wajahnya kesal.

Dan untuk ke sekian kalinya Kanova kembali memindahkan tangan Evelyn pada pinggangnya.

"Pegang ini lebih aman. Kalo dingin. Masuk aja ke saku Hoodie gue." Tegasnya yang langsung di turuti oleh Evelyn.

Kanova melajukan kembali motornya. Karena kencang, Evelyn merasa dingin. Dan akhirnya, dengan ragu ia memasukkan tangannya ke dalam saku hoodie yang Kanova pakai.

Sadar akan hal yang dilakukan Evelyn, Kanova hanya bisa tersenyum seraya melihat spion motor yang menampilkan wajah Evelyn yang tertutupi helm.