Aaron tidak main-main dengan ucapannya, dia kembali naik ke ranjang dan merangkak berniat menindih tubuhku lagi. Aku berusaha mati-matian untuk menghindarinya, seandainya aku bisa melompat keluar menuju jendela, pasti sudah kulakukan karena inilah kesempatanku untuk melarikan diri darinya. Sayangnya rencana hanya tinggal rencana karena seperti yang kukatakan tadi tubuhku semakin lemas seiring waktu berjalan, seolah tenagaku tersedot habis, aku sudah tak sanggup menggerakannya lagi.
Aaron sudah kembali menindih tubuhku dengan sempurna, menggunakan bilah pisaunya yang tumpul dia menelusuri kulit wajahku, mulai dari kening, pisaunya turun ke salah satu pipiku, lalu beralih mendekati bibirku.
"Zero setiap hari menikmati bibirmu yang lembut ini, bukan? Si bocah ingusan itu benar-benar beruntung. Padahal bibirmu, kulitmu yang putih mulus, wajah cantikmu, tubuhmu yang indah dan seksi, serta semua yang ada dalam dirimu seharusnya menjadi milikku. Bukan milik bocah kurang ajar itu."
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com