Muka Satria nampak kecut melihat keakraban kami. Setelah itu dia lebih memilih diam tidak berniat menanggapi segala kekonyolanku, Mas Ardan, dan Kak Reni mengenang masa-masa dulu. Bobrok memang, tapi jika diingat lucu dan membuatku terbahak.
Kami berdiri di pintu salah satu cinema sebuah mall, melihat-lihat banner film yang sedang diputar. Dan kami memutuskan menonton film komedi romantis. Aku rasa itu pilihan yang tepat, sekaligus untuk menghibur Kak Reni yang murung sepanjang hari ini.
Tengah malam kami baru keluar dari cinema. Filmnya tadi romantis banget. Endingnya itu bikin senyum-senyum sendiri.
"Filmnya keren banget," kataku begitu keluar dari studio.
"Judulnya juga. Tetanggaku Jodohku," timpal Mas Ardan.
"Apanya yang keren. Kehaluan yang haqiqi," pangkas Satria membuatku berdecak.
"Semua film itu halu, Bang. Jarang diambil dari kisah nyata. Tapi yang halu itu yang manis," ujarku tersenyum puas.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com