webnovel

##Bab 47 Febi, Korbankan Dirimu!

"Febi, Febi-ku yang cantik dan imut, cepat gunakan pesonamu untuk membantu kami memenangkan proyek Hotel Hydra! Tolonglah ...."

Febi benar-benar kehilangan kata-kata melihat kelakuan Tasya. Dia mendorong wajah Tasya menjauh dengan telapak tangannya, "Pergi, pergi! Aku tidak punya pesona itu."

Julian tidak buta, dengan dia yang sangat sempurna itu, wanita seperti apa yang tidak menyukainya? Bagaimana mungkin dia terpikat dengan wanita yang sudah menikah ini? Namun ... kenapa pagi tadi dia tiba-tiba menciumnya?

Dia berkata impas, tapi bisakah ciuman dianggap impas?

Tasya tidak tahu saat ini Febi sedang berpikir keras. Dia hanya terus-menerus memeluknya, "Tidak, kamu punya. Kamu adalah wanita paling menarik di dunia ini! Febi, lihat tubuhmu, wajahmu. Kalau kamu tidak memiliki pesona, siapa lagi yang memiliki pesona? Asalkan kamu menggodanya sedikit, Pak Julian pasti akan jatuh ke tanganmu."

Febi tidak berdaya dengan sanjungan Tasya, "Tasya, bisakah kamu sedikit bermoral? Kamu ingin aku mengorbankan diri, ya?"

"Sayang, tebakanmu benar. kamu tidak akan rugi kalau mengorbankan diri untuk Pak Julian."

"Bukankah perubahan sikapmu terlalu cepat? Siapa yang barusan bilang dia ... tidak normal dan menyuruhku untuk tidak bersamanya?"

"Itu karena aku tidak tahu dia orang hebat."

"Tasya, kamu benar-benar mirip dengan seorang penjilat." Febi memelototinya. Moral orang ini benar-benar sudah hilang.

"Menjadi penjilat Pak Julian, aku rela."

Begitu Febi berkata dia akan kembali ke Perusahaan Konstruksi Cyra, seperti yang diharapkan, bos departemen proyek, Kak Robby segera mengangkat tangannya untuk menyambut Febi. Selain itu, dia meminta Febi segera bekerja besok. Sebuah masalah besar telah terselesaikan. Febi keluar dari Perusahaan Konstruksi Cyra dan kembali ke Kediaman Keluarga Dinata.

Ketika Febi berpikir akan kembali ke rumah itu, sepanjang jalan suasana hatinya terus-menerus buruk.

Adegan tadi malam di F10 mulai muncul di benak Febi, hingga membuat dadanya merasa sangat sesak. Jika dia tidak bertemu dengan Julian dan meminta Julian membawanya keluar, dia benar-benar tidak tahu bagaimana dia akan dipermalukan di depan wanita itu.

Taksi diparkir di depan Kediaman Keluarga Dinata. Dia meremas erat tas di tangannya, lalu mengambil napas dalam-dalam dan keluar dari mobil.

Begitu masuk, dia melihat Nando duduk di sofa. Bahkan dengan punggung menghadapnya, Febi bisa merasakan aura dingin yang memancar dari tubuh Nando saat ini.

Ayah mertua, ibu mertua maupun adik iparnya tidak ada di sana. Hanya Bibi Della yang sedang membersihkan ruangan. Terlihat jelas, bahkan Bibi Della telah menyadari aura yang tidak biasa di aula ini, jadi dia diam-diam melirik Febi, tapi tidak berani menyapa.

Febi menegakkan punggungnya dan berencana untuk naik ke lantai atas.

Sebelum jari kaki Febi mendarat di anak tangga pertama, teriakan dingin datang dari belakang, "Berhenti!"

Febi menyeringai, dia sama sekali tidak berhenti seolah-olah tidak mendengar teriakan itu.

Sikap ini tiba-tiba memicu kemarahan Nando. Kapan Febi pernah mengabaikannya seperti ini? Dia melompat dari sofa, bergegas ke arah Febi, lalu dia memutar tubuh ramping Febi dan menekannya ke pegangan tangga giok putih.

Tanpa menunggu Febi menarik napas, telapak tangan besar itu langsung mencekik leher Febi yang seputih salju, kekuatan tangan itu begitu kuat seolah-olah ingin mematahkan lehernya. Wajah Febi langsung memucat dan napasnya menjadi terengah-engah.