webnovel

Terlihat Berkelas

Sebuah mobil berwarna abu-abu masuk kedalam rumah mewah nan megah dengan pelataran yang sangat luas. Beberapa petugas menjaga pintu gerbang yang berjarak beberapa kilometer dari rumah utama, perlu beberapa menit dari gerbang menuju rumah yang teramat mewah dari jarak beberapa kilometer. Dengan setelan jas rapi berawarna biru navy, senada dengan sepatu warna hitam mengkilap. Serasi dengan dress biru navy dengan model Sabrina yang tidak terlalu pendek dan terlihat elegan. Keduanya nampak menggemaskan untuk seorang pasangan yang berpura-pusa menjadi suami istri. Dandi yang memandangi istri palsunya tak bisa berkata-kata lagi, matanya hanya tertuju pada leher dan bahu Liliana yang nampak seksi namun berkelas. Sangat berbeda dengan penampilan Liliana di bar beberapa hari yang lalu, saat pertama kali Dandi bertemu dengan Liliana sebagai wanita bayaran.

"Sini lagi, jangan keliatan canggung gitu. Jangan sampai semuanya tau kalo kita cuma pura-pura" bisik Liliana menggandeng tangan Dandi yang terlihat menjauh dari dirinya.

"Kamu bisa dandan kaya gini juga ternyata" goda Dandi berbisik ditelinga Liliana yang membuat Liliana tersenyum sombong.

"Apa yang nggak aku bisa?" tanya Liliana sombong.

Mereka berjalan menuju taman belakang rumah untuk mengikuti pesta yang diselenggarakan seorang wanita yang benar-benar menyayangi Dandi sepenuh hati. Disusurinya sisi-sisi tempat untuk mencari perempuan paruh baya yang menggunakan kursi roda, namun belum saja dirinya menemukan wanita itu. Tiba-tiba terengar suara yang menyuruh keduanya untuk masuk kedalam rumah terlebih dahulu, mereka pun menuruti perkataan wanita yang mereka kenal sebagai Tante Tria.

"Cucuku Dandi, kenapa baru sekarang kamu temui nima? Apa harus nunggu nima meninggal dulu baru kamu mau temui nima?" tanya seorang wanita yang duduk dikursi roda dengan syal hijau dilehernya.

"Bukan gitu, nima. Banyak yang harus Dandi urus sebagai manager baru di kantor nima" jawab Dandi sambil bersimpuh didepan Nima Meria yang tak mampu berdiri lagi.

"Ini istri mu, cantik sekali. Kenapa kalian harus menikah di Jepang, apa dia nggak bisa ngomong Indonesia" tanya Nima Meria pada Dandi.

"Apa lagi ini?" pikir Liliana bingung dengan perkataan Nima Meria yang sebelumnya belum ia bicarakan dengan Dandi.

"Dia bisa Bahasa Indonesia, nima. Iya kan, sayang?" tanya Dandi teringat pada rencananya yang belum ia bicarakan kepada Liliana.

"Ah, iya. Nima. Oh ya, aku bawakan Nima hadiah" kata Liliana memberikan sebuah bingkisan kecil yang hanya dilirik ketus oleh Tante Tria.

Rupanya lirikan ketus Tante Tria hanya pembuka sebelum dirinya bena-benar terkejut dengan isi bingkisan yang dibawa Liliana, sebuah hiasan patung kontempores yang dibuat langsung oleh sastrawan terkenal yang memiliki studio dan gedung pameran bernama "Maden Wood". Buru-buru direbutnya patung yang selama ini ia idamkan menghiasi ruang tamunya, pikir Tante Tria. Namun harapannya pupus saat Liliana merebut kembali patung itu dan mengembalikannya pada Nima Meria.

Sebuah panggilan dari pembawa acara yang mengatur jalannya acara hari itu membuat Tante Tris, Nima, Dandi dan Liliana bergegas menuju panggung. Hiasan roti dengan angka 23 tahun jelas terlihat oleh semua tamu undangan yang datang ke acara malam itu. Tidak lain ialah Kenny, sepupu perempuan Dandi dan anak satu-satunya dari Tante Tria dan Om Budi. Semuanya berkumpul tanpa terkecuali. Semua tamu udangan dan keluarga hanyut dalam persta ulang tahun Dandi yang dirayakan sangat mewah oleh Nima Meria, pesta ulang tahun yang digabung dengan pesta perayaan pernikahan Dandi dan Liliana di Indonesia. Oleh sebab itu lah pakaian mereka memang dirancang mewah seperti pengantin, itulah yang baru Liliana sadari. Untung saja dirinya tidak terlalu buruk beracting.

"Kayaknya aku pernah liat istri lu deh, Dan" kata Kenny yang kini bercengkrama dengan Dandi dan teman-teman yang lain.

"Alah, bagi gue sih nggak terlalu pasaran banget kok wajahnya" jawab Dandi sambil memandangi Liliana yang sibuk berkumpul dengan nima dan teman-temannya.

"Dimana ya?" tanya Kenny lagi.

"Udah ah, nggak usah dipikirin. Kita one shot gimana?" kata Dandi berusaha menutup identitas Liliana dan melah mengajak saudara sepupunya menghabiskan wine yang sedari tadi dipegangnya.

Mereka berdua memang keras kepala, tidak ada yang mau mengakui kekalahan. Kedua hanyut dalam minuman masing-masing, saling beradu untuk mendapatkan kemenangan yang hanya mereka berdua saja yang tau. Hingga keduanya jatuh terkapar dan mabuk, Kenny yang sudah tak sadar langsung tertidur diatas meja tempatnya duduk bersama Dandi. Sedangkan Dandi dengan setengah sadar menghmpiri Liliana dan menarik Liliana memasuki rumah nimanya, dirinya kemudian memeluk Liliana dan kedua jatuh diata sofa kamar Dandi sewaktu dirinya kecil. Dandi yang tak sadarkan diri berubah menjadi menangis tersedu-sedu dipelukan Liliana, Liliana yang hendak berdiri pun kembali duduk dan memeluk tubuh Dandi tanpa tau apa maksud Dandi menangis.

"Mah, aku kangen. Kenapa kalian tinggalin aku sendiri sih? Aku kangen kalian mah, pah" rancau Dandi dengan isak tangis sedih disepanjang kalimatnya.

Liliana yang bingung dengan maksud Dandi hanya bisa memeluk Dandi dan menepuk-nepuk punggungnya untuk sedikit menenangkan Dandi.

"Dia emang gitu setelah perpisahan kedua orang tuanya" kata Tanta Tria yang tiba-tiba masuk ke kamar Dandi.

"Aku masuk karna pintu kebuka. Mungkin kamu udah denger cerita ini dari Dandi, tapi emang dia bakal kaya gitu sampai pagi. Dan itulah yang buat dirinya susah nemuin wanita yang cocok buat dia, untung dia ketemu kamu" jelas Tante Tria.

Liliana yang masih tak paham dengan maksud Tante Tria hanya diam dan masih mencoba menenangkan Dandi yang terus merengek dipelukannya.

"Mamahnya yang mencintai laki-laki lain membuat dirinya takut menjalin hubungan dengan wanita mana pun, beberapa kali aku jodohkan dia dengan anak temenku. Tapi berakhir dengan kaburnya dia ke Jepang, mungkin karena disana ada kamu. Jadi dia lebih nyaman dengan kamu, aku titip Dandi ya. Semoga kamu bisa mengobati luka hati Dandi selama ini" kata Tante Tria yang kemudian bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan kamar Dandi dengan menutup pintu kamar. Tante Tria nampak berbeda saat pertama kali dirinya mendengar suaranya dirumah Dandi beberapa waktu lalu, dirinya memang belum bertemu secara langsung saat itu, namun ketika Liliana mendengar suara yang jelas membuktikan bahwa Tante Tria adalah prang yang jutek dan judes. Ternyata itu semua karena sikap Dandi yang selalu membuat khawatir tante dan nimanya. Sebagai adik dari ibu Dandi, jelas Tante Tria merasa sangat bersalah, karena kakaknya lah yang membuat ponakannya memiliki trauma yang amat dalam. Dandi yang tadinya memeluk erat tubuh Liliana kini berganti memposisikan dirinya untuk tidur di paha Liliana, namun Liliana yang merasa risih akhirnya meletakkan kepala Dandi pada bantal yang berada disebelah kirinya. Kemudian dirinya juga memposisikan diri untuk berbaring disebelah.

Dandi kini benar-benar tak sadarkan diri, diusapnya pipi Dandi yang kemerahan. Dielusnya rambut Dandi yang seikit menutup matanya, bulu matanya yang lebat serta alisnya yang tebal membuat wajah Dandi nampak lebih menawan saat terpejam.

"Ternyata luka batin mu yang membuat sikap mu seperti itu ke aku. Andai aku tau lebih awal, mungkin aku tidak akan sebenci ini kepada mu" kata Liliana yang masih mengusap-usap pipi Dandi.

Seperti ada desiran ombak yang dirasakan Liliana saat itu, apakah dirinya benar mencintai Dandi atau hanya merasa kasihan dengan keadaan Dandi sekarang. Liliana paham betul apa yang dirasakan Dandi, bibirnya yang merah membuat hati Liliana semakin berdegub kencang. Dirinya ingin sekali mencium Dandi, namun dirinya harus bersikap professional. Liliana sudah menandatangani perjanjian yang salah satunya tertulis tidak boleh melakukan kontak fisik lebih dari bergandengan atau bersalaman. Ya, dirinya akhirnya memandang wajah Dandi dari jarak yang dekat hingga dirinya tertidur.