Abimanyu duduk di ruangan khususnya tempat biasanya di kumpul bersama Jonny kaki tangannya serta beberapa anak buahnya untuk membahas sesuatu hal.
Dengan di temani beberapa macam minuman yang berakohol, malam ini mereka membahas masalah Benny.
"Bang, sebaiknya kita segera bergerak cepat, jika tidak Benny semakin berulah di area kita." ucap Jonny.
"Jangan dulu, kita harus mencari tahu dulu apa motif Benny melakukannya. Aku yakin di balik Benny ada seseorang yang telah menyuruhnya." ucap Abimanyu santai sambil menikmati segelas winenya.
"Oke Bang, kita akan menunggu komando Babang dulu, baru kita bergerak."
"Hm...sementara kerahkan anak buahmu untuk memantau Benny terus." Abimanyu memberi perintah.
"Siap Bang... Oh ya Bang, bagaimana tadi tante Linda mantap tidak Bang." Goda Nico yang duduk di samping Jonny.
Abimanyu tidak menjawab Nico selain kekehan dan senyuman.
Bagi Abimanyu melayani wanita yang telah menyewanya adalah pekerjaan malamnya. Dan dia melakukannya di luar perasaannya, tanpa hati, tanpa cinta, dan tanpa ikatan. Semuanya akan berakhir mengikuti searah jarum jam yang berakhir, ya hanya dua jam Abimanyu menjual dirinya.
"Ting...Ting...Ting"
Sebuah pesan masuk dari Steffi.
"Bang cepat pulang, Steffi takut Bang sepertinya ada seseorang di luar rumah Bang."
"Kamu tenang, ada pisau lipat di laci mejaku. Simpan di balik celanamu buat berjaga-jaga, aku pulang sekarang."
Abimanyu segera bangun dari duduknya, menatap ke semua anak buahnya.
"Kita pulang sekarang, Steffi dalam bahaya."
Bergegas Abimanyu serta anak buahnya keluar dari Cafe bintang sinar.
Berenam mereka mengendarai tiga motor, melaju kencang membelah gelap malam.
Steffi yang berada di kamar Abimanyu, mengambil segera pisau lipat di laci meja. Sesuai intruksi Abi, Steffi menyimpan pisau lipatnya di balik celananya.
Ketakutan mulai menyergap hati dan pikiran Steffi. Steffi merapatkan tubuhnya di dinding di balik pintu kamar Abimanyu.
Telinga dan mata Stefi fokus pada tiap gerakan yang dia dengar dan yang dia lihat.
"Sregggg...sreggg...tap...tap"
Terdengar suara kaki yang terseret dan beberapa kali orang yang seperti melompat. "Apakah orang itu sudah masuk?" telinga Steffi semakin fokus mendengar, matanya menatap terus ke cendela kamar.
Terdengar bunyi orang yang sedang mencukil pintu. Dan pikiran Steffi sudah tidak bisa lagi berpikir saat terdengar suara kaki berjalan di ruangan tamu dan berjalan makin mengarah ke kamar Abi di mana dia berada.
"Brakkkkk"
Wajah Steffi mendongak, melihat lelaki bertubuh besar dan berwajah gelap sudah berada di hadapannya dengan sebuah seringaian dengan sebuah pisau yang di tergenggam.
"Kamu mau bersembunyi di mana lagi Banci?" mata laki-laki itu melotot menatap tajam Steffi.
Hati Steffi mengkerut, keringat dingin sudah bercucuran di keningnya. Ketakutannya yang besar membuat tubuh Steffi gemetar.
Dengan kasar laki-laki itu menarik tangan Steffi dengan kencang dan menyeretnya keluar dari kamar menuju ruang tamu.
Di dorongnya tubuh Steffi dengan keras hingga tubuh Steffi jatuh terduduk sebuah di kursi. Di keluarkannya tali dari sakunya, kemudian dengan tenaga penuh di cekalnya kedua tangan Steffi yang menolak keras saat di cekal.
"Hm...sekarang kamu tidak bisa macam-macam lagi Banci."
Stefi dengan cepat meludahi wajah laki-laki saat berulang-ulang menyebut dirinya Banci.
Laki-laki itu menatapnya tajam dengan seringaian di bibirnya, wajahnya tepat di depan wajah Steffi.
Di tekannya ujung belati itu di pipi mulut Steffi. Steffi mengkerutkan wajahnya dengan sangat ketakutan, matanya terpejam dengan airmata yang sudah mengalir deras.
Dengan satu goresan ujung belati itu sudah menggores pipi halus Steffi.
"Sreettt"
"Aaauuuhhhhhh!! sakiittttt!!" jerit Steffi melengking menggema di sunyinya malam. Tangan laki-laki itu menampar wajah Steffi dengan keras.
"Kamu sudah berani meludahiku!! rasakan ini!! dan jangan coba-coba berteriak! jika tidak belati ini akan menancap tepat di jantungmu!" ucap laki-laki itu.
Dengan sangat kasar laki-laki itu menyobek pakaian Steffi, hingga terlihat buah dada buatan Steffi .
Laki-laki itu tertawa kencang.
"Aku ingin tahu bagaimana nikmatnya tubuhmu ini Banci." ucap laki-laki itu menelusuri kulit halus Steffi dengan bibirnya.
"Aaaahhhh bedebah!! Enyah kau! jangan sentuh diriku!!" teriak Steffi dengan tangisannya.
"Hai kamu semakin cantik jika menangis." ucap laki-laki dengan tertawa keras,
Dengan airmata yang sudah terurai Steffi nekat bangun dari duduknya danmenubruk perut laki-laki itu dengan kepalanya.
Tubuh laki-kaki itu terdorong ke belakang belatinya terpental jatuh tepat di kaki Steffi, namun apa daya tangan Steffi terikat dengan kuat.
Laki-laki itu menatap Steffi dengan kemarahan, matanya memerah. Dengan sekali hentakan tubuh Steffi di bantingnya ke tanah.
"Buuuggggg"
Suara jeritan dan tangisan Steffi terdengar nyaring.
Laki-laki itu mengambil belati yang tergeletak di lantai dan mengarahkan belati itu pada perut Steffi.
"Sreetttt"
Jeritan Stefi terdengar lagi
"Sekarang kamu akan mati di tanganku Banci!" dengan mengangkat tinggi belatinya laki-laki itu hendak menusuk perut Steffi.
Mata Stefi terpejam menunggu detik kematiannya.
Namun....
"Buuuggg"
Stefi membuka matanya saat mendengar tubuh yang terjatuh ke lantai. Steffi melihat Abimanyu dan beberapa yang lainnya sudah berada di sekelilingnya.
Laki-laki itu dengan terhuyung bangun dan berdiri dengan kuat.
"Hm...satu lawan enam, banci semua!! kalau berani lawan aku!!" tantang laki-laki itu yang mimiliki tubuh sangat besar dan kekar.
Jonny dan Nico bergerak maju namun di tahan oleh Abimanyu.
"Biar aku yang menghadapinya." ucap Abi pada Jonny
"Ayo majulah." tatap Abimanyu menerima tantangan laki-laki itu.
Dengan kuat laki-laki itu maju sambil melayangkan pukulannya yang bertubi-tubi ke arah wajah dan perut Abimanyu.
Abimanyu dengan gesit berkelit bahkan memberikan tendangan di leher laki-laki itu, hingga menyebabkan laki-laki terjerembab di lantai.
Dengan sisa tenaganya laki-laki itu bangkit dan mengambil belatinya yang di masukkan di kantongnya.
Tanpa terlihat dengan cepat laki-laki itu menggores lengan Abimanyu . Abimanyu mencoba menghindar dengan serangan mendadak itu namun naas belati itu berhasil melukai lengannya.
Darah mengalir deras, mata Abimanyu memerah dengan kemarahan yang memuncak, Abimanyu melayangkan kakinya dengan tendangan melingkar di susul dengan tendangan yang lainnya hingga tubuh laki-laki itu ambruk seketika ke lantai.
Jonny mendekati tubuh yang sudah tak bergerak itu.
"Nico, bawa laki-laki itu ke markas, interogasi dia setelah itu bawa ke kantor polisi." perintah Abimanyu.
"Jon, ayo... kita bawa Steffi ke dokter." ucap Abimanyu sambil mengikat lengannya dengan sapu tangannya.
"Bukannya ke rumah sakit aja Bang?" tanya Jonny.
"Jangan! kasihan Steffi. Nanti kita cari dokter yang terdekat aja."
Bertiga mereka memakai motor Abimanyu yang memang besar.
Sedikit berdesakan Abimanyu berada di belakang sambil sambil menutup perut Steffi dengan kemejanya, agar darah yang mengalir bisa berhenti.
Jonny melajukan motornya menyusuri seluruh jalan dengan mata tajamnya mencari rumah yang berplakat dokter.
Di ujung sebuah tikungan Jonny melihat rumah yang di depannya ada tiang plakat yang tertulis Dokter Umum Kasih.
Jonny menghentikan motornya.
"Bang sudah sampai."
Abimanyu segera memapah Steffi untuk segera turun dari motor. Di bantu Jonny bertiga memasuki rumah Dokter yang nampak sepi.
Jonny mengetuk pintu rumah dengan cukup keras. Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan nampak gadis cantik sambil memicingkan matanya menahan kantuk.
"Cari siapa malam-malam begini?" tanya kasih masih belum jelas dengan tiga orang yang di hadapannya.
"Kamu!" ucap Abimanyu sedikit terperangah.
"Kamu!" Kasih membelakkan matanya.