webnovel

Cinta Diujung Kabut

Rukha memutuskan berangkat ke Yogyakarta untuk belajar Seni Batik Tulis agar ia mendapati perhatian dari sang Ayah. Disana Rukha bertemu dengan seorang pemuda bernama Ghandy yang tidak lain adalah anak dari Larasati seorang seniman Batik Tulis yang nanti nya akan melatih Rukha. Mereka saling memendam rasa yang mendalam. Kisah lampau yang telah lama terkubur kembali terkuak ketika Rukha menceritakan kepada Larasati tentang alasannya belajar Seni Batik Tulis. Rahasia besar satu-persatu terungkap, membuat semua orang terjerat dalam belenggu perasaan yang menyakitkan. Sanggupkah Rukha dan Gandhy menghadapi kenyataan pahit cinta yang telah menjerat bagai akar beringin tak berujung? Bagaimana hidup ini bisa begitu kejam dalam mengisyaratkan sebuah cinta. Ikuti kisah Rukha dan Gandhy yang penuh Tragedi dan air mata. -KembangJati-

KembangJati · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
24 Chs

Kamu takut?

Guyuran hujan terdengar jelas dari atap tenda bazar. Para pengunjung mulai berlarian mencari tempat untuk berteduh. Mereka mengisi setiap bazar yang terlihat lenggang.

Ghandy sedikit terkejut saat seseorang menabraknya dari belakang, membuat jarak antara ia dan Rukha menjadi semakin dekat.

"Ma maaf," ucap Ghandy melihat raut wajah Rukha yang juga terkejut dengan pergeseran posisinya secara tiba-tiba.

Para pengunjung yang datang dari berbagai arah mulai memadati bazar batik ditempat Rukha dan Ghandy bertemu.

Rukha mulai tidak nyaman, karena orang berlarian masuk dengan asal tanpa memperhatikan orang lain yang disekitarnya.

Beberapa kali Rukha hampir tetabrak dan dihimpit, ia mengambil langkah mundur kebelakang hingga pinggangnya menempel pada meja kain Batik.

Ghandy yang memahami ke tidak-nyamanan Rukha, memindahkan posisinya berdiri. Ia berdiri tegak tepat didepan Rukha. Seakan membentengi orang-orang yang lewat agar tidak menyentuh Rukha.

Ghandy memandang sekitar sambil berdiri dihapan Rukha, ia mengalihkan pandangannya agar Rukha tidak merasa risih.

Rukha tertegun melihat Ghandy yang berdiri dekat didepannya. Ia memandang lekat wajah pria yang baru saja dikenalnya.

Jantungnya kembali berdebar tak berarah.

Ia merasa tidak tenang dengan apa yang dirasanya. Namun, ia berusaha menutupi agar tidak terlihat oleh Ghandy.

Angin terasa kencang, ditambah dengan kilat yang menyambar seperti flash, disusul dengan suara gemuruh yang besar dan perlahan mengecil.

Rukha menutup telinga dan menundukkan kepalanya.

"Kamu takut?" Tanya Ghandy yang melihat Rukha dengan spontan menutup telinga sembari suara gemuruh yang bersahutan.

Rukha menggeleng dengan ragu, sambil memandang kebawah dan masih menutup telinganya.

Tubuh Rukha tersentak bersamaan dengan suara gemuruh yang besar dan bulat.

Ghandy melihatnya sembari tersenyum tipis.

"Anggap saja itu suara drom besar yang digulingkan oleh anak- anak yang sedang bermain," ucap Ghandy sambil melihat Rukha yang tidak melihatnya.

"Kamu tidak perlu takut. Drom itu tidak akan mengguling dan menimpamu." Timpal Ghandy sambil sedikit berceletuk.

Rukha merasa malu mendengar celetukan Ghandy yang sepertinya menganggap Rukha sebagai gadis kecil yang takut pada gemuruh. Perlahan Rukha mulai membuka telinganya dan mengangkat wajahnya. Mereka bertemu pandang dan kembali menatap satu sama lain dengan jarak yang dekat.

Dalam hanyutnya pandangan, tubuh Ghandy tiba-tiba tertolak kedepan yang tentu saja membuat dirinya menabrak Rukha.

Dengan refleks Ghandy menangkap tubuh Rukha dan merangkul pinggulnya yang hampir terjatuh kebelakang.

Saat yang bersamaan, Rukha dengan spontan memegang erat lengan Ghandy dalam genggaman yang sangat erat.

Tanpa sadar, jarak mereka kini semakin mendekat.

Tangan kanan Ghandy merangkul pinggul Rukha.

Sementara wajah Rukha masih bersembunyi dibalik dada Ghandy sambil menggenggam erat lengannya.

Ghandy menatap gadis yang tidak sedang menatapnya. Perasaannya mulai kacau, Ia dapat merasakan detakan jantungnya yang berderap kencang bagaikan suara langakah kuda yang sedang berpacu.

Rukha yang menyadari poisinya, langsung melepaskan diri. Ia mengusap bajunya yang tidak ada noda. Membenarkan rambut yang tidak berantakan. Sementara Ghandy masih terpana dengan apa yang dirasanya.

"Maaf Ndok." Terdengar suara wanita tua dari arah belakang Ghandy.

Pandangan Ghandy terpecah saat mendengar suara itu. Ia membalikkan badanya. Melihat seorang nenek yang sedang membantu gadis kecil berusia enam tahun berdiri.

"Ohh, tidak apa-apa nek." Ghandy membantu nenek untuk mengangkat gadis kecil itu.

"Lain kali kau harus lebih berhati-hati ketika berjalan ditempat umum, jangan berlari sembarangan. Apalagi dalam keadaan orang yang padat seperti ini." Nenek mengomeli gadis kecil itu.

"Mintalah maaf pada Paman itu." Timpal nenek.

"Oh, tidak apa-apa nek, kau tidak terluka?" Tanya Ghandy pada gadis kecil.

Gadis kecil menggelengkan kepalanya sambil tersenyum pada Ghandy.

Sinenek melanjutkan langkahnya masuk kedalam, sembari Ghandy sedikit membungkukkan badan menghormati Sinenek.

Terlihat pengunjung yang lain sedikit membuka jalan untuk wanita tua dan cucunya itu.

Ghandy tak melepaskan pandangannya pada Sinenek dan cucunya, sampai melihat mereka mendapat tempat berdiri untuk berteduh.

Setelahnya, Ghandy membalikkan badan. Ia tak lagi melihat Rukha. Ghandy memperhatikan arah sekitar, memastikan kembali keberadaan Rukha.

Namun, pandangannya tak menemukan sosok gadis yang dicarinya. Ia menghela napas panjang sambil memejamkan matanya sejenak, dan membukanya perlahan.

Ia melihat kearah luar bazar, guyuran hujan lebat perlahan menjadi rintik hujan yang mereda.

'Maaf nona, aku tidak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman.' Batinnya.

*****

Disaat Ghandy berbalik arah melihat Sinenek, Rukha memutuskan untuk berjalan perlahan, melewati para pengunjung yang sedang berteduh.

Ia berjalan kearah tengah bazar yang berbentuk leter U, mencari Ranti yang sedari tadi tidak kembali menemuinya.

"Rukhaa." Panggil Ranti dari arah depan.

Rukha melihat dan sedikit mendongak kearah sumber suara yang memanggilnya.

Ranti melambaikan tangan, mereka saling berjalan dan bertemu tidak jauh dari depan meja kasir.

"Aku baru saja mau menyusulmu." Jelas Ranti.

"Kau sudah menemui Ibu yang dikatakan Mbak Ayu tadi?" Tanya Rukha

"Aaaa, sudah. Setelah aku selesai bicara padanya. Aku bertemu Mbak Ayu yang sedang mau menemui mu. Karena ada pengunjung lain yang ingin membeli kain batik. Ia menitip pesan bahwa kain batik yang kau cari ternyata sudah laku terjual."

Mereka berbicara ditengah orang-orang yang sedang memadati bazar karena berteduh.

'Harusnya, tadi aku langsung membelinya'. Pikirnya dengan rasa kecewanya.

Ranti kembali memerhatikan wajah temannya.

"Mengapa wajahmu lagi-lagi memerah?" tanya Ranti sambil menyenggol bahu Rukha.

Rukha kembali mengingat moment disaat Ghandy merangkul pinggulnya. Hal itu benar-benar membuatnya merasa malu.

"Hmmm tidak apa-apa," jawab Rukha dengan ragu.

"Apa pipimu selalu muram memerah disaat cuaca dingin?" Tanya Ranti penasaran.

Rukha mengangguk ragu tidak yakin dengan apa yang dipikirkannya saat ini.

"Aaa… sepertinya hujan sudah mulai mereda Ranti, ayo kita bergegas pulang." Rukha mengalihkan pembicaraan sambil melihat kearah luar.

Para pengunjung yang tadinya berteduh, satu persatu mulai beranjak keluar karena hujan sudah mulai mereda.

"Baiklah, ayo kita berlari dirintiknya hujan Rukha. Hhheheheee," ucap Ranti sambil memegang tangan temannya.

"Kita keluar dari arah kanan saja." Ajak Rukha yang tidak ingin kembali kearah kiri.

Mereka beranjak melangkah kepintu bazar dan berdiri sejenak disana.

"Rukha, kau yakin?" Tanya Ranti, meyakinkan keputusan mereka untuk keluar dari bazar dalam keadaan hujan yang masih Rintik.

Rukha mengangguk dengan senyum lebarnya, menandakan bahwa ia yakin dengan keputusan mereka.

Disisi lain, tepatnya disebelah kiri pintu bazar. Ghandy sedang berdiri menatap focus kedepan, seolah sedang memikirkan sesuatu.

Terlihat pengunjung-pengunjung yang lainnya mulai keluar dari bazar melewatinya. Begitupun yang terlihat dari arah kanan pintu bazar.

Rukha dan Ranti mengeratkan genggaman tangan mereka dan mulai melangkah keluar, sembari Ghandy yang memutuskan untuk melangkah mundur dan membalikkan badannya kearah dalam bazar.

Tanpa disadari Rukha dan Ranti baru saja berlari melewatinya yang sudah berjalan masuk kedalam.

Rukha tersenyum lebar, menikamati deraian rintik air hujan yang silih berganti menyentuh wajahnya.

Terlihat dibelakang mereka, laki-laki bertubuh atletis juga ikut berlari sambil memeperhatikan mereka.

'Harusnya, tugas Ku hanya memastikan ia sampai ketempat tujuannya. Mengapa Aku harus berada sampai disini.'

Ucapnya dalam hati, sembari ia terhenti dari larinya dan melihat bungkusan plastik bertuliskan "Rumah Batik Giriloyo" yang berada digenggamnya.