Ranti tersenyum lebar, pandagannya juga menatap lekat pemuda peniup suling.
"Kau memang selalu memukau Ghandy," ucap Ranti yang sedang berbicara sendiri pada dirinya.
Rukha yang masih hanyut dalam pandangan, tiba-tiba terhentak. Ia mengedipkan mata dan menarik napas panjang.
'Apa yang sedang aku lakukan, mengapa aku memandangnya terlalu lama.' pikirnya.
Suara gendang kembali menonjol, diikuti dengan naiknya tempo musik. Percampuran suara alat-alat musik ritmis mulai kembali terdengar semarak . Mereka menampilkannya dengan penuh semangat.
"Hhhhm,,,Ranti." Panggil Rukha sambil menyentuh bahu Ranti.
Ranti menoleh memandang Rukha sambil menaikkan alisnya.
"Berapa lama lagi kita disini?" Tanya Rukha.
"Apaa?" Tanya Ranti yang tidak mendengar pertanyaan Rukha. Karena kerasnya suara musik.
"Berapa lama lagi kita disni?" Ulang Rukha membisik Ranti.
"Kau ingin pergi?" Bisik Ranti.
Rukha menggeleng ragu sembari tersenyum tipis pada Ranti. Ranti pun tersenyum dan kembali melihat kearah panggung.
Rukha menundukkan pandangannya. Ia sudah mulai merasa tidak nyaman dengan apa yang dirasakannya.
Dan berusaha mengalihkan pikirannya ke hal yang lain, seketika ia mengingat kain Batik yang tadi dilihatnya.
Terdengar suara riuh tepukan tangan penonton.
Penampilan musik sudah selesai, terlihat pemusik yang mulai bersiap untuk beranjak dari panggung. Tampak juga para penari tradisional sudah bersiap untuk naik kepanggung.
"Bagaimana penampilan musik tradisional dikampungku. Bagus bukan?"
Ranti bertanya dengan suara yang sedikit keras sambil memberikan tepuk tangan meriah.
Rukha tersenyum dan mengangguk sembari memberikan tepukan tangan.
"Ranti," panggil Rukha lagi.
"Iya Rukha. Kau butuh sesuatu?"
"Mmm… bisakah kita kembali ke bazar yang tadi?"
"Oh, tentu. Tapi, apakah kau tidak ingin melihat pertunjukan yang lain?"
Ia sangat ingin melihatnya, tapi ia merasa hati dan pikirannya sudah mulai tidak nyaman. Ia tak tahu apa yang sedang dirasakannya saat ini.
Pikirannya juga tertuju pada kain Batik yang dilihatnya dibazar sebelumnya.
"Aaaaa… kau ingin membeli kain Batik tadi?" Timpal Ranti mengingat Rukha sempat tertegun dengan kain batik itu.
Rukha tersenyum dan mengangguk perlahan.
"Baiklah, kita harus bergegas. Aku harap kain itu belum terjual," ucap Ranti.
Mereka berbalik, mulai melangkah menjauh dari panggung. Berjalan menuju bazar.
"Padahal, aku baru saja mau mengenalimu dengan seseorang," ucap Ranti
Rukha yang sedang memikirkan sesuatu tidak mendengar perkataan Ranti.
Suasana terlihat ramai, para pengunjung memenuhi bazar-bazar.
Pikiran Rukha masih terganggu dengan pandangan mata indah pemuda itu. Pandangan pertama yang membuat getaran kencang pada hati yang belum pernah tersinggahi.
Didalam keramaian pengunjung yang lain, mereka terus berjalan dengan hati-hati.
*****
"Wah! Kau terlihat terburu-buru," ucap Rendra sambil melihat Ghandy yang melipat perlengkapan manggung dan sudah mengganti baju.
Ghandy melihat temannya itu dan tersenyum tipis.
Para pemusik yang lainnya masih terlihat mengenakan baju penampilan mereka.
"Aku duluan." Kata Ghandy pada Rendra.
Ia berjalan kearah depan panggung, memperhatikan setiap penonton. Berharap akan melihat gadis bermata biru tua itu lagi.
Ia berjalan dan terus melangkah, memasuki barisan-barisan penonton yang berada dibagian kanan depan panggung. Karena terakhir kali ia melihat gadis itu disina.
Pandangannya tidak juga menemui gadis yang dicarinya. Ia memutuskan untuk melangkah menjauhi panggung. Menyisiri jalan diantara bazar-bazar, sambil memperhatikan kanan dan kiri. Sesekali ia juga memfokuskan pandangannya kedepan.
"Didalam keramaian seperti ini, rasanya tidak mungkin aku bisa menemukannya lagi." Kata Ghandy pada dirinya.
*****
"Ranti! Ternyata itu kau." Sapa seorang penajaga bazar.
"Eh, mbak Ayu." Jawab Ranti sambil tersenyum.
"Kali ini dimana bazar Ibu, mbak?" Tanya Ranti
"Kau ini malah bertanya." Jawab mbak Ayu sambil menepuk bahu Ranti.
"Harusnya kau juga ada untuk mempersiapkan ini semua." Timpal Mbak Ayu lagi.
"Hehehhehe… maaf mbak, kali ini aku tidak bisa ikut memeriahkan bazar. Karena teman ku dari jauh baru saja datang ." Jawab Ranti dengan nada manjanya pada mbak Ayu.
"Kau ini, mengapa kau tidak memberi kabar. Ibu mencarimu karena kau tak terlihat," ucap mbak Ayu.
"Ini teman mu?" Tanya mbak Ayu melihat Rukha.
Ranti tersenyum dan mengangguk.
"Oh maaf, Aku sampai tidak memperhatikan mu," kata mbak Ayu mengalihkan pandangannya pada Rukha yang berada disampang Ranti.
"Ayu." Mbak Ayu menjulurkan tangannnya pada Rukha.
"Rukha." Sembari menyambut juluran tangan mbak Ayu.
"Kau cantik sekali, matamu seperti artist didalam TV," ucap mbak Ayu kagum melihat Rukha.
Rukha tersenyum malu mendengar ucapan mbak Ayu.
"Ah mbak! Kami harus segera masuk kedalam, ada yang ingin Rukha beli." Timpal Ranti
"Ohh iya, iya. Masuklah. Dan ini adalah bazar kita Ranti."
"Benarkah?" Kata Ranti sedikit terkejut.
"Kau harus menemui Ibu dimeja kasir." Mbak ayu memerintahkan Ranti sambil menggodanya.
"Tapi Rukha," jawab Ranti yang tidak ingin meninggalkan temannya lagi.
"Biar Mbak yang menemani Rukha." Jelas Mbak Ayu.
Ranti pun berjalan menuju meja kasir yang berada dibagian tengah bazar berbentuk leter U.
Rukha terus berjalan kebagian depan sebelah kiri bazar yang disusul oleh Mbak Ayu.
"Kain Batik seperti apa yang kau cari Rukha?" Tanya mbak Ayu yang melihat Rukha sedang memperhatikan kain Batik digantungan.
"Kain Batik Bunga Anyelir, tadi aku melihatnya disini mbak." Jawab Rukha sambil menunjuk gantungan kain yang sudah terisi dengan kain yang lain.
"Benarkah kau melihatnya disitu?" Tanya Mbak Ayu menyakinkan.
"Iya, aku sangat yakin. Aku melihatnya disini, Batik dengan dasar kain berwarna putih, bermotif bunga Anyelir dua warna. Motif yang begitu indah." Jawab Rukha dengan pasti.
"Ehm… kau tunggulah disini, biar mbak tanyakan pada yang lain." Jawab Mbak Ayu.
Rukha berdiri diantara kain Batik yang tergantung dan terlipat rapi diatas meja. Ia menunggu Mbak Ayu sambil memperhatikan kain-kain yang lainnya.
Hawa dingin mulai terasa, Rukha terlihat memengang bagian belakang leher dan mengusapnya.
"Kau harus memakai syal ini, jika kau bepergian dimalam hari. Walau disana mungkin tidak sedingin dikebun Murbey."
Hanum berkata sambil memakaikan syal rajut abu tua pada Rukha di Stasiun Hall Bandung.
Rukha mengingat pesan Hanum saat keberangkatannya.
'Aku telah menghilangkannya ibu.' Batinnya.
Ia berdiri dan menunduk mengingat Syal yang diberikan ibunya telah hilang diperjalanan.
Matanya terfocus pada sepasang kaki yang berada didepannya. Menggunakan sendal bertali hitam, dan tentu saja ini adalah kaki laki-laki.
Ia mulai mengangkat pandangannya melihat celana joger bercorak Batik, baju kaos putih terlihat pas dibadannya yang ideal.
Rukha terus mengangkat pandangannya melihat wajah pemuda yang tidak asing baginya. Mata indahnya kembali menatap Rukha.
Mereka bertemu pandang untuk kesekian kalinya dimalam itu.
"Hai," ucap Ghandy.
Rukha membalas dengan senyum tipisnya.
"Saya Ghandy."
Rukha hanya terdiam, mengalihkan pandangannya ke hal yang berada disekitarnya.
"Jika berkenan, bolehkah saya tahu namamu?" Ghandy bertanya dengan sopan sambil menjulurkan tangannya.
"Rukha," jawabnya sopan dan menyambut juluran tangan Ghandy.
Mereka mulai menatap satu sama lain, seakan waktu berhenti.
Angin mulai terasa kencang, rambut coklat bergelombang terusik didalam kunciran oleh angin.
Suara gemuruh mulai terdengar perlahan. Tenda-tenda bazar yang didirikan menghentak didera angin yang sudah terasa kencang.
Rintik hujan terdengar turun satu-persatu, seolah ikut menyapa perkenalan mereka.
Hingga Rintik menjadi ribuan guyuran air hujan. Mereka terhentak dari pandangannya, melepaskan jabatan tangan yang tadinya terangkai bagai jalinan sulaman.
Bak takdir yang sudah mengikat, mereka dipertemukan kembali dibazar Batik Ibu Larasati.