webnovel

Cinta Cowok Dingin

Jangan salahkan aku menjadi seperti ini, sebab ini semua karena dirimu yang meninggalkan aku sendiri tanpa penjelasan darimu.

Wulandari_8096 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
34 Chs

Curhat

Happy Reading

.

.

.

"Mereka gak pacaran" putus Fian tiba-tiba membuat Fatan dan Agung geli melihat tingkat Fian yang sedang kasmaran.

"Prtt" Agung tak kuat menahan tawanya.

"Apa lo ketawa-ketawa?" sinis Fian.

"Gak papa" goda Agung sambil menyodorkan hpnya di depan wajah Fian agar Fian dapat melihat foto Dwi dan Briyan yang sedang bergandengan.

"Lo mau mati ya" marah Fian melempar bantalnya ke kawah Agung.

Buk

"Prff hahaha tepat sasaran" Fatan tertawa saat melihat muka ngenes Agung setelah mendapat lemparan manja dari Fian.

"Ketawa aja lo nih rasain"

Buk

Agung melempar bantal ke arah Fatan karena tidak terima ditertawakan dan mereka pun perang bantal seperti anak kecil.

.

.

.

Tok tok tok

"Hah hah hah masuk" teriak Fian dengan nafas terengah-engah.

"Wa-wak-waktunya ganti infus" kata Suster Dina saat memasuki ruangan dan melihat Fian dan teman-temannya yang terengah-engah dengan keringat bercucuran dan kancing baju yang terbuka membuat mereka terlihat sangat seksi.

"Oh iya" balas Fian dengan suara yang serak-serak basah membuatnya semaki terlihat seksi.

"Ayo cepat ngapain masih disana?" kata Fian judes saat melihat Suster Dina yang tak bergerak dari tempatnya.

"Eh iy-iya" kata Suster Dina gugup.

"Prtt" Agung dan Fatan menahan ketawa karena tau apa yang sebenarnya terjadi pada suster itu.

"Apaan sih?" tanya Fian tak paham.

"Gak papa gak papa" jawab Fatan dengan senyum jail.

"Gak jelas lo pada" dengkus Fian.

"Astaga ini kenapa infusnya udah lepas" kaget Suster Dina saat melihat tali infus Fian sudah terlepas dengan jarum yang masih menancap di tangannya.

"Emangnya kenapa kalo lepas lagian udah abis juga kan (isi infusnya)" jawab Fian cuek.

"Iya tapi ini gak boleh sembarang lepas-lepas nanti berdarah loh" cemas Suster Dina dan di balas oleh Fian dengan memperlihatkan tangannya yang tidak mengeluarkan darah sama sekali.

"Kok bisa?" tanya Suster Dina kaget.

"Aduh sus ini mah kecil buat Fian, ya gak?" jawab Fatan sambil merangkul Fian.

"Kamu pernah belajar medis ya?" tanya Suster Dina penasaran.

"Gak" jawab Fian singkat.

"Terus?" merasa tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan jadi Suster Dina terus bertanya kepada Fian.

"Emang apa susahnya sih lepas infus" kesal Fian karena terus ditanya.

"Masih mau ganti infus gak? kalo lo gak mau biar gue sendiri aja" tanya Fian dingin karena kesal pada Suster Dina yang terus bertanya tapi tidak melakukan tugasnya.

"Eh ma-masih masih" Suster Dina cepat-cepat mengganti infus Fian agar bisa segera pergi dari sana. Sebenarnya tadi dia sangat ingin berlama-lama disana tapi karena sikap dingin Fian yang membuatnya takut dia jadi merasa berbahaya jika harus berlama-lama disana.

"Kalo gitu saya pergi dulu" lanjutnya setelah selesai mengganti infus Fian.

Brakkk

"Hahahhah" sesaat setelah Suster Dina keluar Fatan dan Agung tidak dapat lagi menahan tawanya dan langsung tertawa terbahak-bahak.

"Gila jahat banget lo Yan" kata Agung masih dengan memegangi perutnya yang sakit karena tertawa.

"Lo berdua yang gila gak ada sebab ketawa-ketawa" sinis Fian.

"Ya elah lo gak liat apa muka ketakutan Suster Dina tadi" kata Fatan yang ikut nimbrung.

"Takut kenapa coba gue aja gak ngapa-ngapain dia" heran Fian.

"Iya sih elo sih diam aja udah bikin takut orang sih" celetuk Fatan membuat Agung semakin tertawa menjadi-jadi.

"Sialan lo" Fian melempar Fatan dengan apel yang ada disampingnya tempat tidurnya.

Bletak

"Aduh sakit woi" keluh Fatan karena apel yang dilempar Fian tepat mengenai keningnya.

"Rasain" puas Fian.

"Aduh" Fatan mengelus-elus keningnya yang sepertinya sudah benjol.

"Hahaha" Agung tertawa karena melihat muka Fatan yang menyedihkan.

"Lo mau juga?" tanya Fian yang sudah memainkan apel ditangannya siap untuk melempar Agung.

"Eh gak gue gak ikut-ikutan" tolak Agung panik sambil melambai-lambaikan tangannya.

Krauk

Mendengar penolakan dari Agung, Fian langsung memakan apel di tangannya.

"Hmm manis juga" kata Fian sesaat setelah menekan apel yang hampir di lemparnya itu.

"Eh Yan gue mau nanya deh" kata Agung setelah berfikir cukup lama untuk merangkai kata-kata yang tidak akan membuat Fian marah.

"Appa?" tanya Fian sambil mengunyah apelnya.

"Lo dari kapan suka sama Dwi?" tanya Agung hati-hati.

"Iya bener gue aja yang sama lo terus gak tau kalo lo suka sama Dwi, kalo lo sendiri gak ngomong" protes Fatan.

"Tapi ya kalo di pikir-pikir Dwi juga belum sebulan pindah ke sekolah kita, berarti lo belum lama juga dong suka sama dia" tebak Agung.

"Bukan" kata Fian dengan nada sendu.

"Apa yang bukan?" tanya Fatan heran karena perubahan nada suara dan ekspresi Fian yang menjadi sendu.

"Gue udah suka sama dia 4 tahun" lanjut Fian membuat Fatan dan Agung kaget tak percaya.

"4 tahun berarti dari kelas 1 SMP?" tanya Agung tak percaya.

"Iya" Fian membenarkan perkataan Agung membuat Agung dan Fatan semakin kaget.

"Ternyata lo sebucin itu, untung aja gue cepat sadar diri dan gak jadi ngejar Dwi" kata Fatan bersyukur.

"Lo suka sama Dwi?" tanya Fian garang.

"Gak gak gue dulu cuman ngerasa dia cantik makanya sedikit tertarik, itupun cuman sedikit kok" jelas Fatan cepat agar Fian tak salah paham dan menjadi musibah baginya.

"Awas aja lo" ancam Fian.

"Iya tenang gue gak berani" jawab Fatan sambil mengangkat kedua tangannya kesamping kepala tanda menyerah.

"Udahlah dia gak mungkin berani apa lagi tau lo suka sama Dwi mana berani dia ngerebut" kata Agung membela Fatan agar Fian tidak marah dan membuat persahabatan mereka rusak.

"Tapi kita kan udah sahabatan dari TK, kok gue gak pernah dengar lo dekat sama cewek?" tanya Agung heran.

"Waktu SMP kelas 1 gue kan beda sekolah sama kalian. Waktu itu gue ketemu dia pas lagi ospek, gue sama Dwi dapat misi yang sama jadi kita sepakat buat nyelesain barengan dan semenjak itu kita jadi dekat walau gak satu kelas karena dia dapat kelas pertama sedangkan gue terakhir. Terus itu waktu istirahat yang paling gue tunggu-tunggu karena gue bisa ketemu dia, dia selalu nungguin gue di depan kelas setiap bel bunyi dan seiring waktu berjalan gue sadar kalo gue suka sama dia jadi gue tembak dia dan ternyata dia juga suka sama gue dan akhirnya kita pacaran. Pas ujian akhir semester nyokap gue balik dan ngatur gue secara berlebihan dia gak bolehin gue pacaran dan gue gak tau apa yang dia omongin dengan Dwi sampai-sampai Dwi gak ada kabar lagi dan waktu awal semester kelas 2 gue baru tau kalo dia udah pindah ke luar negeri" cerita Fian dengan mata yang sudah merah menahan air mata yang hendak jatuh.

.

.

.

TBC...