webnovel

Penghuni Pohon Belakang (Part 1)

Harga murah menjadikan Handoko dan Yani untuk membeli rumah yang bisa dibilang sudah agak tua, mereka belum punya anak sehingga rasa senang begitu menghinggapi tak kala punya rumah sekarang ini.

Bukan tanpa alasan mereka bahagia karena ritual ranjang seolah-olah terhalang tak kala mereka tinggal di rumah Handoko selaku suami Yani. Fantasi mereka begitu luar biasa akan hubungan seks, bidan rasanya kalau harus bercinta di kasur dan kasur lagi, mereka ingin sensasi yang lain dan nampaknya sekarang akan jadi kenyataan.

Yani sebenarnya agak kecewa masa iya baru juga pindahan Handoko harus kerja lagi, mana hari ini Handoko masuk siang. Sontak Yani harus menunggu suaminya pulang sekitar jam 11 malam.

"Sayang, mas kerja dulu ya."

"Iya mas hati-hati dijalan."

Tiba-tiba saja Yani ingat akan suatu hal yaitu dia harus masak daging ayam, dirinya agak kecewa karena daging ayam tersebut sudah busuk. Dia baru ingat kalau kulkas rumahnya tidak dia colok, sehingga daging ayam yang ada didalam sana busuk.

"Ya busuk, harus beli lagi ke warung."

Tanpa berpikir panjang Yani buang daging ayam yang sudah busuk tersebut di area pohong belakang, karena dia melihat adanya tumpukan sampah yang siap diambil.

"Eh mbak yang tinggal di rumah angker itu ya?"

"Rumah angker?

Yani tersenyum kecil mendengar ucapan pedagang yang ada di desa tersebut.

"Rajin ibadah aja mbak kalau tinggal disana."

Yani merasa tersindir karena jangankan untuk ibadah, pekerjaan rumah saja bisa seharian tidak selesai pikir Yani.

Jam sudah menunjukkan jam 16.00 aroma bawang putih tercium begitu menggoda, sore itu Yani hendak memasak ayam goreng bumbu kuning.

Sekitar jam 18.30 Yani dikejutkan dengan suara ketukan pintu, saat dibuka pintunya terlihat Handoko tanpa memakai motor.

"Lho kok mas?"

Dengan penuh tanda tanya Yani nampak keheranan dengan hadirnya Handoko, hal itu bukan tanpa alasan karena dia tahu kalau jadwal pulang Handoko itu jam 11 malam.

"Mas mau cuma bilang makasih sudah ngasih makan."

"Apaan sih mas."

Yani tertawa kecil dan hendak membalikkan badannya, tapi tiba-tiba saja Handoko membalikkan kembali badannya dan tanpa ampun dia mencium rakus bibir Yani.

"Mas apa sih? Ayo di kasur aja!"

"Mas gak bisa lama, ini sedang istirahat saja."

"Terus mas mau apa lagi, entar dicariin kepala bagian."

Handoko mengajak Yani untuk duduk di sofa reyot.

"Mas pingin ciuman sama kamu sampai adzan isya."

Yani menelan ludah karena baru kali ini Handoko mengajak ciuman, bahkan bisa dibilang cukup lama.

"Iya mas."

Tanpa basa basi mereka berciuman begitu panas, bahkan Yani merasakan kalau tangan Handoko sedang meremasi payudaranya.

Sejenak Yani melepaskan ciumannya, hidungnya merasa tidak nyaman dengan aroma ketiak Handoko, dia tahu betul kalau Handoko itu punya aroma ketiak yang tidak bau walaupun berkeringat.

"Mas, kok keteknya bau sih? Biasanya wangi gitu."

"Kamu gak suka?"

"Suka-suka aja sih mas, jarang-jarang juga aku cium aroma ketek mas yang kaya gini."

"Kaya gini gimana?"

"Asem tapi buat aku jadi pingin, yuk mas jadi gak tahan nih!"

Tiba-tiba saja suara azan isya berkumandang, pada saat itu juga Yani yang sudah siap untuk disetubuhi oleh Handoko harus kecewa.

"Mas harus kembali lagi, jam istirahat mas udah habis."

Yani agak heran karena perjalanan ke pabrik dan kembali ke rumah itu lumayan memakan waktu, terus Handoko sendiri tidak memakai motor. Tapi pikirannya tidak bisa lupa akan birahi sesaat bersama aja Handoko.

Jam 11 malam Yani terbangun dari tidur sesaatnya, rupanya suara ketukan pintu Handoko membangunkannya.

"Yan, buka pintunyan! Ini mas pulang."

"Iya bentar mas.*

Yani membuka pintu dan bibirnya langsung nyosor pada bibir Handoko, sontak dia kaget karena dia tidak menyukai ciuman apalagi kondisi bibirnya belum gosok gigi.

"Kenapa mas gak mau ciuman tadi mau?"

"Kamu tahu kan mulut mas belum gosok gigi, mana bau juga sayang."

Yani mengendus-endus area ketiak suaminya dan aroma asem seperti tadi hilang seketika, aroma deodoran d a parfum tercium jelas dari baju Handoko.

"Mas pakai parfum lagi?"

"Kamu ini apa-apaan sih Yan, buat apa juga pakai parfum lagi. Kan kamu tahu sendiri mas cuma sekali pakai parfum pas mau pergi kerja."

Yani menelan ludah karena bingung dengan siapa dia beradu air liur, siapa yang meremasi payudaranya sedari tadi.

Bersambung