"Cakya segitu sukanya sama gunung...?", Erfly bertanya pelan, menatap sendu ke wajah Cakya.
"Cakya pernah cerita, kalau gunung udah kayak rumah kedua buat Cakya", Cakya bicara jujur.
"Apa karna disini banyak kenangan tentang Asri...?", Erfly bertanya lugas, sekuat hati Erfly menyiapkan diri dengan segala kemungkinan yang akan datang.
"Cakya...", Cakya tertunduk.
"Itu yang ngebuat Erfly g'ak jawab pertanyaan Cakya waktu itu", Erfly bicara lirih.
"Ah... Maksudnya...?", Cakya bingung tidak mengerti kemana arah omongan Erfly.
"Cakya sendiri belum yakin sama perasaan Cakya, bagaimana Erfly bisa yakin kalau Cakya beneran suka sama Erfly...?", Erfly bicara santai, akan tetapi kata-kata itu langsung menusuk tepat ke luka Cakya yang berdarah.
"Jadi... Karena itu, Erfly memilih Gama...?", Cakya bertanya diluar dugaan Erfly.
"Kok jadi Gama...?", Erfly bertanya bingung.
"Erfly udah jadian kan sama Gama...? Beberapa kali Cakya lihat Erfly pelukan sama dia. Dan Erfly sama dia juga ganti panggilan abang adek. Apa namanya kalau bukan karena kalian udah jadian...?", Cakya kembali meradang, luka hatinya semakin perih.
"Cakya... Erfly itu...", Erfly tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena disela oleh Cakya lagi.
"Kenapa harus Gama sih...? Om Cakya sendiri. Ini sakit banget tau g'ak...?", Cakya bicara lirih.
"Kamu diam dulu bisa g'ak sih...!!!", Erfly berteriak kesal.
Cakya bengong melihat reaksi Erfly, tidak pernah dia melihat Erfly seemosi ini sebelumnya.
"Erfly itu sayangnya sama Cakya bukan Gama...!!!", Erfly bicara polos.
"Hah...?", Cakya tidak percaya dengan apa yang didengarnya saat ini.
"Kalau Erfly g'ak sayang sama Cakya. Ngapain Erfly repot-repot nyariin Cakya seharian. Ngapain juga Erfly nekat kesini padahal g'ak tahu jalan. Masuk hutan sendirian...!", Erfly menyelesaikan kalimatnya hanya dengan satu nafas.
Cakya langsung menarik Erfly kedalam pelukannya.
"Terima kasih...", Cakya berbisik pelan.
***
Alfa akhirnya dapat menyelesaikan operasi lebih cepat dari perkiraan. 4 jam 45 menit, Alfa berhasil keluar dari kamar operasi.
Setelah menjelaskan secara garis besar keadaan pasien kepada wali pasien, Alfa mohon diri kembali keruangannya.
Sial bagi Alfa, tubuhnya limbung. Seketika semua menjadi gelap. Alfa jatuh pingsan.
Suasana langsung panik, Alfa segera di bawa keruang UGD. Setelah yakin Alfa hanya keletihan karena melakukan operasi maraton selama hampir 18 jam. Alfa dibaringkan di salah satu ranjang UGD dengan tangan tertusuk infus.
***
Cakya melepaskan pelukannya. "Kalau Erfly sama Gama tidak ada apa-apa, kenapa Erfly sama Gama bisa dekat banget akhir-akhir ini...?", Cakya masih penasaran tentang hubungan Erfly dan Gama.
"Oh... Itu. Kita lagi investasi kos-kosan. Jadinya kita sering diskusiin masalah itu. Dan... Kalau soal panggilan itu, Gama cerita kalau Erfly itu mirip sama Asri. Makanya dia kalau lihat Erfly jadi ingat Asri, makanya dia minta Erfly manggil dia abang. Katanya untuk melepaskan kangen sama Asri", Erfly sengaja berbohong untuk melihat reaksi Cakya. "Emang iya, Erfly... Mirip sama Asri...?", Erfly berusaha meyakinkan hatinya kali ini.
"Hanya di beberapa sisi, terkadang Erfly mirip sama Asri", Cakya bicara enggan.
"Contohnya...?", Erfly berusaha mengejar jawaban.
"Kebiasaan Erfly menghirup uap kelopak mawar. Maniak makanan seafood. Cara jalan. Tomboy, sukanya pakai sendal gunung, kaos oblong ditutupi kemeja. Dan... Terutama mata Erfly", Cakya menatap langsung kebola mata Erfly.
"Dan... Erfly benar. Gunung adalah satu-satunya tempat favorit Asri. Makanya setiap kali punya masalah Cakya lebih memilih menyendiri kesini", Cakya bicara jujur.
"Gunung dan hati Cakya, jawaban yang manis menenangkan amarah. Tapi... Dalam marah tidak pernah ditemukan jawaban yang manis", Erfly bicara lirih.
"Cakya salah, Cakya udah marah-marah g'ak jelas sama Erfly", Cakya kembali meminta maaf.
"Sok jagoan lagi, pake acara mukul Gama segala", Erfly pura-pura sewot.
"Iya, besok Cakya minta maaf deh...", Cakya bicara lagi.
"Pakai acara kabur-kaburan lagi, bikin cemas semua orang", Erfly kembali melanjutkan omelannya.
Cakya tertunduk kali ini tidak berani menjawab.
"Terus drama lagi, ngurung diri dikamar", Erfly meluncurkan peluru berikutnya.
Cakya segera menarik Erfly kepelukannya, terlambat beberapa detik saja. Erfly bisa tertimpa pohon kayu yang tumbang.
"Astagfirullah halazim", Erfly berteriak kaget saat pohon mendarat ketanah.
"Erfly g'ak apa-apa...?", Cakya bertanya cemas.
"G'ak, alhamdulillah", Erfly bicara lega, berusaha menjauh dari Cakya. Tidak sengaja Erfly menyenggol tangan Cakya.
"Aaauuu....", Cakya meringis sakit.
Erfly spontan mengecek tangan Cakya, ada sobekan luka ditelapak kiri tangan Cakya.
"Ya ampun Cakya, Cakya berdarah...", Erfly bicara panik.
"Cakya g'ak apa-apa kok", Cakya melangkah kearah danau, untuk membersihkan lukanya.
Erfly mendekati Cakya, kemudian mengeluarkan syal dari saku celananya. Erfly membungkus luka Cakya agar tidak mengeluarkan darah lagi.
"Cakya maaf, gara-gara mau menolong Erfly jadi luka begini", Erfly bicara disela tangisnya.
"Cakya g'ak apa-apa kok. Sebaiknya kita turun sekarang. Nanti kita pinjam P3K di pos penjaga", Cakya berusaha menenangkan Erfly.
***
Alfa mulai sadar. Alfa melirik kiri kanan, Kahfi yang tidak sengaja lewat melihat Alfa sadar langsung menghampiri Alfa.
"Ini rumah sakit buat pasien, kamu dokter malah menambah daftar pasien", Kahfi tertawa puas meledeki Alfa.
Alfa duduk dari posisi berbaring. Kemudian menarik jarum infus dari tangannya.
"Kamu pikir sendiri kenapa aku bisa tumbang, dari jam 3 pagi diruang operasi, sambung menyambung hampir 18 jam. Robot sekalipun butuh istirahat ganti baterai kali", Alfa menjawab sewot.
"Istirahat dulu, kamu masih lemah", Kahfi berusaha menahan Alfa.
"Makanan rumah sakit g'ak enak", Alfa bicara pelan, kemudian melirik kiri kanan. "Mumpung sepi, temani Alfa makan di restoran dekat sini saja", Alfa bicara serius.
"Ada sejarahnya Kahfi menolak diajak makan...?", Kahfi tertawa lagi.
Kemudian berlalu bersama Alfa.
***
Erfly dan Cakya mulai turun gunung, perlu kehati-hatian ekstra karena sudah malam. Beruntung HP Erfly bisa memberi sedikit cahaya untuk menerangi jalan.
1 jam 40 menit mereka akhirnya sampai di pos penjaga pintu rimba. Mereka langsung disambut kang Untung yang sedang merokok diteras rumah.
"Kirain kemping di danau", kang Untung bicara begitu melihat Erfly dan Cakya muncul.
"G'ak kang, ini juga mau langsung pulang sebentar lagi", Erfly bicara pelan.
Kang Untung manggut-manggut pelan mendengar ucapan Erfly.
"Kang, ada obat buat luka g'ak...?", Erfly bertanya lagi.
"Siapa yang luka...?", kang Untung bertanya cemas.
"Cakya, kena sepihan batu, karena menghindari pohon tumbang di danau", Erfly bicara apa adanya.
Kang Untung berlalu kedalam rumah, beberapa saat kemudian keluar dengan kotak P3k. Erfly dengan telaten mengobati Cakya.
"Neng gelis, berbakat jadi dokter nyak. Rapih pisan ei", kang Untung mengacungkan 2 jempolnya. (Gadis manis, berbakat jadi dokter ya. Hasilnya rapi)
"Dari kecil mainnya sama keluarga dokter. Kalau pengobatan standar bisa kang", Erfly menjelaskan.
"Akang kedalam dulu, belum sholat isya", kang Untung berlalu masuk kedalam rumah.
"Keluarga dokter...? Bukannya ayah Erfly pengusaha...?", Cakya bertanya bingung.
"Koko Alfa, keturunan Tionghoa. Karena sering ditinggal jadi Erfly lebih sering menghabiskan waktu di klinik ayahnya Ko Alfa", Erfly bicara jujur.