webnovel

Mengapa harus petir?

Setelah Erfly merasa baikan, Cakya memutuskan untuk turun, karena jam tangannya sudah menunjukkan pukul 5 sore.

Akan terlalu banyak bahaya kalau mereka dihutan hingga malam, bukan hanya binatang buas, jalan yang tidak rata akan menambah kesulitan untuk mereka. Cakya sudah biasa kalau harus keluar masuk hutan, kali ini berbeda dia tidak sendiri, ada Erfly gadis imut yang hanya setinggi pundaknya yang harus dia jaga.

Baru 30 menit berjalan, perut Erfly mulai protes. Cakya memilih untuk istirahat, duduk diatas pohon tumbang. Cakya merogoh kantong tas gitarnya, menyerahkan sepotong roti kehadapan Erfly, sebenarnya itu roti yang disimpan Cakya untuk bekalnya nanti kalau terlambat turun.

"Cakya g'ak makan...?", Erfly bertanya merasa sungkan.

Cakya hanya menggelengkan kepala, kemudian berjalan memasuki hutan dengan meninggalkan Erfly dan gitar kesayangannya.

"Kemana lagi ni anak? Dasar aneh", Erfly menggerutu sendiri sembari memakan roti pemberian Cakya.

Setelah rotinya habis Cakya tidak kunjung muncul, Erfly berniat untuk menyusul Cakya kedalam hutan. Erfly meletakkan gitar Cakya dipunggungnya, kemudian membulatkan tekat untuk menyusul Cakya.

15 menit Erfly hanya berputar - putar tanpa tahu arah, rasa haus mulai menyerang tenggorokannya. Erfly mulai cemas saat seekor babi hutan tiba-tiba muncul dari semak-semak, Erfly berlari sekuat tenaga tak tentu arah, yang ada dipikirinnya bagaimana cara berlari sejauh mungkin dari binatang tersebut.

Erfly bernapas lega saat dia yakin telah berhasil menghindari serangan babi hutan, sialnya Erfly malah tergelincir karena tesandung akar pohon. Erfly meringis kesakitan.

***

Cakya panik, saat sampai diposisi dia meninggalkan Erfly, gadis itu sudah tidak ada lagi ditempat semula, demikian juga dengan gitar kesayangannya.

Cakya kembali melangkah menelusuri jejak Erfly. "Gadis bodoh...! Nambahin masalah saja...", gerutu Cakya dalam hati.

***

Erfly mencoba berdiri, tetapi kakinya tidak mampu menahan bobot badannya. "Aaauuu....!", Erfly meringis kesakitan. "Sial banget sih, udah nyasar kehutan, ditinggalkan pula, dasar Cowok aneh", Erfly berteriak melampiaskan kekesalannya.

Erfly kembali merasa cemas, saat semak belukar dihadapannya bergerak, dia mengira akan ada binatang buas yang muncul lagi.

Senyumnya melebar, saat yang muncul adalah Cakya. "Cewek resek...! Nambahin masalah aja! Diam aja ditempat tadi apa susahnya sih...?", Cakya bicara kesal melampiaskan amarahnya.

Senyum Erfly seketika langsung pudar. "Kamu yang resek, ninggalin cewek sendirian ditengah hutan...!", balas Erfly dengan nada lebih tinggi.

"Udah tahu hutan, jangan sok tau...", Cakya kembali menimpali omongan Erfly.

Karena kesal Erfly berniat ingin pergi meninggalkan Cakya bersama gitar kesayangannya. Erfly berdiri dan mencoba melangkah, sial kakinya masih tidak kuat menahan bobot badannya, Erfly terjatuh. Spontan Cakya menarik tangan Erfly, kalau tidak satu masalah lagi tercipta, kepala Erfly akan langsung menghantam pohon dihadapannya.

Cakya membantu Erfly duduk ditempat yang nyaman. "Mau ngapain kamu...?", Erfly bicara cemas. "Nurut aja kenapa sih...?!", balas Cakya sewot.

"Awas,aku mau pulang..."

"Pergelangan kaki Erfly terkilir, diam dulu bisa g'ak biar Cakya periksa?"

"G'ak perlu, emang situ dokter"

Erfly kembali berusaha untuk berdiri, kali ini Cakya hanya duduk manis menatap usaha Erfly sambil bertopang dagu. Sama seperti sebelumnya Erfly jatuh mendarat ketanah, Cakya tidak bereaksi sama sekali. Erfly menangis tertahan menahan rasa sakit yang melebihi sebelumnya.

Cakya jongkok tepat menghadap kaki kanan Erfly, dengan perlahan Cakya memeriksa luka lebam dikaki gadis dihadapannya. Cakya melepaskan syal yang sedari tadi melingkar dipergelangan tangannya, kemudian membalut luka Erfly dengan telaten.

Setelah selesai, Cakya menyerahkan botol minum kehadapan Erfly. "Minum dulu, haus kan habis marah-marah dan nangis...?", Cakya bicara pelan kemudian duduk tepat disamping Erfly.

Erfly tertunduk menerima botol minum dari Cakya, kemudian meminum air tersebut tanpa diminta. Erfly kembali menyerahkan botol minum kepada pemiliknya, diluar dugaan, Cakya langsung meminum habis sisa air didalam botol.

Cakya kembali meletakkan botol kosong kedalam kantong celananya, kemudian duduk jongkok membelakangi Erfly.

"Apa-apaan nih...?", tanya Erfly bingung.

"Naik, kita lanjutkan perjalanan", Cakya bicara pelan.

"Aku bisa jalan sendiri", balas Erfly sewot.

"Dengan kaki Erfly yang seperti itu, yang ada cidera kaki Erfly kian parah. Dan mau sampai kapan...? Ini sudah mau malam, sepertinya juga mau hujan. Hutan semakin berbahaya kalau malam", Cakya mencoba membujuk Erfly.

"Tapi...", ucapan Erfly terputus karena disela Cakya.

"Jangan keras kepala jadi cewek kenapa sih...?", hardik Cakya.

Tidak diberi pilihan, Erfly akhirnya mengikuti perintah Cakya, setelah gitar Cakya ada dipunggung Erfly, Erfly naik kepunggung Cakya.

Tidak ada kata yang keluar dari mulut dua sejoli itu sepanjang sisa perjalanan. Cakya mulai merasa lega, setelah berjalan selama 1 jam penuh, pintu rimba mulai terlihat,artinya hanya tinggal beberapa meter lagi menuju pos penjagaan.

Tiba-tiba kilat menyambar diikuti petir yang keras, Erfly spontan memeluk Cakya dengan erat. Cakya merasa aneh karena merasa ada perubahan dari tubuh Erfly, tubuhnya tiba-tiba gemetar.

"Erfly g'ak papa...?", tanya Cakya cemas.

Erfly tidak menjawab pertanyaan Cakya, melainkan tubuhnya kembali merespon. Seperti orang yang melihat hantu, tubuhnya gemetar hebat. Cakya mempercepat langkahnya agar cepat tiba di pos penjagaan.

Cakya menurunkan Erfly diteras rumah pos penjagaan, Cakya langsung melepaskan gitar yang masih dipundak Erfly. Petir kembali menyambar, Erfly langsung merangkul kedua lututnya, badannya masih gemetaran.

Cakya meletakkan telapak tangannya dipipi Erfly, berharap itu bisa memberikan kenyamanan, "Erfly kenapa...?", Cakya bertanya pelan. Perlahan Cakya duduk tepat disamping Erfly yang matanya masih terpejam.

Hujan mulai turun semakin deras, beruntung mereka telah sampai di pos penjagaan, kalau tidak satu masalah lagi yang harus mereka hadapi saat ini.

Erfly merebahkan dirinya kelantai, seolah badannya tidak punya tulang lagi untuk menopang tubuhnya. Kepalanya mendarat dipaha Cakya, tidak ada pergerakan yang dilakukan oleh Cakya. Matanya menatap tubuh Erfly yang melingkar tepat disampingnya. Perlahan tubuh itu tidak gemetaran lagi, diganti dengan nafas yang kian teratur, menandakan Erfly menuju alam mimpi.

Cakya membuka jaketnya menyelimuti tubuh Erfly yang melingkar seperti bayi dalam kandungan. Cakya perlahan bersandar kedinding rumah mencari posisi nyaman.

***

"Cakya...?", kang Untung membuka pintu rumah minimalis tempat Erfly dan Cakya berteduh.

"Kenapa tidak mengetuk...?", kang Untung bertanya pelan, Cakya hanya tersenyum penuh arti.

"Itu Erfly...?", kang Untung bertanya lagi setelah sadar kalau Cakya tidak sendiri. Dan dibalas hanya dengan anggukan kepala Cakya.

"Aku baru saja mau naik mencarinya, karena sudah malam, takut dia tersesat lagi. Beruntung dia ketemu kamu", kang Untung kembali kedalam rumah.

Hanya selang beberapa menit kang Untung keluar dengan dua cangkir kopi, menyerahkan satu ketangan Cakya yang dibalas dengan anggukan kepala sopan oleh Cakya.

Cakya menyeruput kopi pemberian kang Untung untuk menghangatkan tubuhnya. Kemudian Cakya mengeluarkan rokok dari dalam tas gitarnya, perlahan mulai menghisap sebatang rokok untuk merileks tubuhnya agar lebih santai.

Erfly mulai terbangun saat Cakya telah selesai menghabiskan 2 batang rokoknya, kang Untung memutuskan masuk kedalam rumah untuk melakukan sholat magrib.

Erfly duduk dengan malu, setelah sadar kepalanya diatas paha Cakya. "Maaf...", ucap Erfly malu, kalau saja lampunya terang Cakya sudah pasti bisa melihat rona merah dipipi Erfly.

Cakya kembali menghisap rokoknya yang ketiga. "Kamu kenapa...?", tanya Cakya santai mencoba mencairkan suasana.

Tiba-tiba petir kembali menyambar, Erfly spontan menyerbu kepelukan Cakya. "Mengapa harus petir?", Garutu Erfly dalam hati.