webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Teen
Not enough ratings
251 Chs

Kupu-kupu tak bersayap

Telah 3 hari Cakya tidak masuk sekolah, tanpa ada yang tahu alasannya kenapa. Sejak kejadian pertemuan tidak sengaja Erfly yang memergoki Cakya dipuncak yang menghardik gadis belia, yang belakangan Erfly tahu dia adiknya Cakya berkat informasi dari Gama.

Erfly melangkah perlahan menuju kelasnya. Senyumnya merekah saat melihat Cakya keluar dari daun pintu kelas mereka. Erfly mempercepat langkahnya, satelah tepat berada dihadapan Cakya langkah Erfly terhenti bermaksud ingin menyapa Cakya.

Cakya tidak menghentikan langkahnya seperti Erfly, tetapi malah mengadu bahu kanannya dengan bahu kanan Erfly. Karena gerakan spontan Cakya tidak diprediksi oleh Erfly, Erfly kehilangan keseimbangan dan tersungkur kelantai, wajahnya meringis menahan sakit sambil menatap punggung Cakya yang semakin menghilang.

"Kamu tidak apa-apa?", Gama yang sedari tadi didaun pintu kelas berlari menghampiri Erfly.

Dada Erfly tiba-tiba terasa sakit, nafasnyapun mulai tidak beraturan." Kamu kenapa...?", tanya Gama cemas.

Dunia Erfly langsung gelap seketika.

***

Perlahan Erfly membuka matanya, matanya langsung menangkap seluet wajah lelaki. Bermuka oval, rambut hitam potongan ABRI, mata hitam jernih nan sayu, serta alis tebal merata.

Erfly langsung berusaha bangun dari posisi tidurnya, karena kesadarannya kembali pulih,lelaki yang ada dihadapannya saat ini adalah lelaki yang membuat dirinya jatuh pingsan.

"Cakya...?!", ucap Erfly kaget.

Cakya menyodorkan segelas air ke bibir Erfly, dengan patuh Erfly meminum air tersebut.

Sesaat suasana hening, hingga akhirnya Cakya membuka mulutnya yang sebelumnya terkunci rapat.

"Maaf", ucap Cakya pelan, nyaris tidak terdengar oleh Erfly.

"Untuk...?!", balas Erfly bingung.

"Cakya g'ak tau caranya buat bisa ngobrol sama kamu", ucap Cakya jujur.

"Kan bisa baik-baik, g'ak perlu kayak gini...!", Erfly naik pitam.

Cakya menatap lantai yang dipijakinya, tidak ada kata yang keluar untuk membalas ucapan Erfly.

"Cakya kemana saja g'ak masuk 3 hari...?", Erfly mencoba memecah keheningan.

Bukannya menjawab Cakya malah menatap Erfly dalam. Tatapan itu langsung tepat menusuk jantung Erfly. Nafasnya kembali sesak, jantungnya berdebar semakin kencang seolah ingin meledak. Erfly dengan cepat meraba tas yang ada disampingnya, mengeluarkan botol obat, kemudian meminum 2 butir obat tersebut. Perlahan nafas Erfly kembali teratur.

"Siapa kamu sebenarnya...?", ucap Erfly menuntut jawaban.

Cakya memasang wajah bingung dengan pertanyaan Erfly. Dia sama sekali tidak mengerti arah pertanyaan Erfly.

"Setiap kali aku didekat kamu jantungku bereaksi, setiap kali aku menatap mata itu, mata itu seolah berteriak minta tolong kepadaku. Apa kita pernah kenal sebelumnya...? Kenapa suara mu bahkan tidak asing diingatanku?",Erfly kembali menuntut jawaban.

Cakya beranjak dari kursinya, air mata kembali menyerbu kelopak matanya. Cakya berlari sekuat tenaga menjauh dari Erfly, bahkan dia tidak menghiraukan panggilan Erfly.

***

"Cakya, kamu mau kemana...?!", Gama yang berpapasan dengan Cakya dilorong menuju gerbang bertanya bingung. Cakya hanya menepis tangan Gama dan berlalu dengan motornya.

Gama menghampiri Erfly di UKS," kamu sudah baikan...?", Gama bertanya pelan. Yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Erfly.

"Gam...Cakya kenapa...?", Erfly bertanya pelan, berharap mendapat jawaban dari Gama.

"Kenapa apanya...?", timpal Gama mencoba berkilah.

"3 hari yang lalu saat dipuncak, aku merasa sudah mengenalnya begitu lama. Tapi... Hari ini, dia malah menghindariku seperti melihat orang asing", Erfly menjabarkan perjalanan panjang lebar.

Gama menarik nafas panjang, mengisi otaknya dengan oksigen agar bisa berfikir jernih. Otaknya mulai mencoba merangkai kenangan tentang masalalu Cakya.

"Jujur, aku salut sama kamu", Gama mulai angkat bicara. Yang direspon oleh Erfly dengan kerutan kening tidak mengerti.

"6 bulan yang lalu, Cakya mengalami kecelakaan. Seminggu dia koma dirumahsakit. Saat bangun, dia tidak pernah berbicara sama sekali. Dokter mendiagnosa pita suara Cakya rusak, mungkin saat kecelakaan terjadi benturan keras, atau dia berteriak terlalu keras. Kita semua mengira Cakya bisu selama ini, bahkan keluarganya pun beranggapan hal yang sama. Sampai kamu datang, itu pertama kalinya dia bicara"

Gama kembali menarik nafas panjang.

"Jujur aku senang tahu ternyata dia tidak bisu, tapi... Sekaligus aku khawatir", Gama menggantung penjelasanya.

"Khawatir...?", kejar Erfly penasaran.

"Setelah bertemu kamu dipuncak, Cakya menghilang seolah ditelan bumi. Bahkan kata adiknya dia tidak pulang kerumah. Tiba-tiba dia muncul disekolah pagi ini", Gama bicara perlahan kata perkata. "Dan aku lihat dia pergi meninggalkan sekolah dengan tangis tertahan", Gama menjelaskan yang dilihatnya tadi saat berpapasan dengan Cakya.

***

Erfly menaiki angkot putih, dia bahkan tidak punya tujuan mau kemana. Setelah bertanya kebeberapa orang yang lalu-lalang dipasar sungai penuh, dia mendapat informasi satu-satunya alat transportasi ketempat wisata Aroma Peco hanya angkot putih yang dinaikinya saat ini.

Erfly mulai memejamkan mata saat angkot mulai merangkak diatas jalanan beraspal.

***

Cakya masih asik dengan lamunannya sendiri. Berbaring dibatu besar dengan dikelilingi pepohonan, sungai mengalir menjadi irama musik yg sendu ditelinga Cakya.

"Hei, g'ak jadi naik...?", seorang lelaki setengah baya menghampiri Cakya dan duduk disamping Cakya.

Cakya hanya tersenyum kecut menjawab sapaan lelaki setengah baya itu.

"Naon atuh jang...?", lelaki tersebut penasaran. (ada apa nak?)

Kali ini gelengan kepala perlahan yang menjadi jawaban.

"Saya mau kembali ke pos, mau ikut sekalian", kang Untung menawarkan. Cakya kembali menggelengkan kepalanya sebagai jawaban menghantarkan kepergian kang Untung, polisi hutan yang sudah mengenal Cakya sejak dia duduk di bangku SMP.

***

"Mbak, sudah sampai", sopir angkot membangunkan Erfly.

Erfly mengucek matanya kasar, menatap kiri kanan dengan bingung.

"Ini dimana mas...? "

" Pelompek mbak"

"Hah...?!"

"Mbak mau kegunung tujuhkan...? Tinggal masuk aja mbak, itu posnya mbak, lapor dulu kesana baru naik"

"Saya mau ke Aroma Peco mas"

"Lha itu sudah jauh lewat mbak"

"Bisa antar saya kesana g'ak mas...?"

"Sudah terlalu sore mbak, saya mau pulang. Lagian jam segini g'ak ada angkot lagi mbak. Paling ntar malam ada mobil bus yang dari arah padang ke sungai penuh mbak"

"Makasih mas", dengan enggan Erfly menyerahkan ongkos angkot dan melangkah turun.

Erfly menuju rumah kecil yang diberitahu supir angkot sebagai pos petugas pendakian gunung tujuh.

"Permisi... "

"Yah...",seorang lelaki dengan tinggi 165cm, rambut dikuncir, memakai kaos hitam oblong, dan celana gunung keluar dari arah rumah.

"Erfly...", Erfly mengulurkan tangan kanannya, disambut ramah oleh lelaki setengah baya itu."Untung...! Biasa dipanggil kang Untung", balasnya ramah.

"Saya kalau mau kegunung tujuh berapa jam ya kang...?"

"Kalau santai mah 3 jam neng, biasanya kalau turun bisa lebih cepat"

Kak Untung menyisir pandangannya kesekeliling, "Neng sendiri...?", tanya kang Untung bingung.

"Iya kang, rencananya mau ke Aroma Peco"

"Kejauhan atuh mah nyasarnya neng", kang Untung tertawa renyah.

"Jadi kalau saya mau ke gunung, langsung saja kang...?", ucap Erfly mengalihkan pembicaraan.

Kang Untung masuk kedalam rumah dan kembali dengan buku coklat,"Isi dulu neng, buat pendataan, ntar pulang lapor lagi kesini",kang Untung menjelaskan. Dengan cepat Erfly mengikuti perintah kang Untung. Menuliskan nama, jenis kelamin, alamat, no HP.

Setelah selesai Erfly kembali menyerahkan buku tersebut kepada kang Untung. Kang Untung membaca sekilas biodata Erfly, "Atuh mah neng gelis Kupu-kupu ntek bersayap atuh", kang Untung nyeletuk setelah membaca nama lengkap Erfly. ("Aduh ini gadis manis Kupu-kupu tidak bersayap ya")

Erfly hanya tersenyum tidak membalas lelucon kang Untung. "Hati-hati atuh neng naiknya,pelan-pelan saja atuh mah kata grup band kotak", kang Untung kembali berkelakar. Erfly kembali hanya tersenyum, kemudian pamit mulai memasuki hutan.

***

Setelah dua jam perjalanan, Erfly mulai merasa lelah, dia memutuskan untuk mendekati sungai untuk minum. Sialnya kakinya malah menginjak batu yang licin sebagai pijakan, Erfly kehilangan keseimbangan, Erfly spontan berteriak dan memejamkan matanya, badannya langsung roboh.

Sebuah tangan dengan sigap menarik tubuhnya hingga terduduk dibatu besar tepat dibelakang Erfly sebelumnya. Erfly membalikkan badan melihat siapa dewa penolongnya.

"Kamu...?", ucap Erfly dan Cakya hampir bersamaan.

***

Cakya mendekati sungai dan langsung minum dibantu kedua tangannya, kemudian Cakya mengeluarkan botol dari saku celananya, mengisi dengan air kemudian menyerahkan kepada Erfly. "Terima kasih", Erfly tanpa basa basi meminum air pemberian Cakya.

Cakya duduk disamping Erfly, dia merangkul kedua lututnya. Matanya nanar menatap lurus kedepan menembus pepohonan nan rindang.

"Kamu sendiri...?", Erfly buka suara. Hanya anggukan kepala perlahan Cakya yang menjadi jawaban. "Tadinya Erfly mau ke Aroma Peco, malah ketiduran di angkot, jadi nyasar kesini", Erfly menjelaskan mengapa dia sampai digunung, walaupun Cakya tidak pernah bertanya.

Cakya beranjak dari posisi duduknya melanjutkan setengah perjalanannya, disusul Erfly yang tidak lagi berani buka suara karena tidak ada respon dari Cakya.

***

Setelah perjalanan yang melelahkan akhirnya mereka sampai ketujuan. Danau terhampar luas dikelilingi pepohonan. Airnya begitu jernih, serta air terjun yang langsung menuju kaki gunung.

Danau gunung tujuh merupakan danau tertinggi di Asia Tenggara, terbentuk akibat letusan gunung api yang membentuk kawah yang diisi oleh air hujan.

"Rendam dulu kakinya, biar g'ak kram", Cakya memberi perintah kepada Erfly. Kemudian mendahului Erfly merendam kakinya di air danau yang dinginnya langsung menusuk menembus tulang.

"Cakya sendiri...?", Erfly mencoba membuka topik pembicaraan.

"Gunung seperti rumah kedua Cakya, kalau lagi pusing Cakya kesini", Cakya menjawab lirih.

Erfly menelan kembali pertanyaan yang ingin melewati tenggorokannya, karena Cakya sudah mengeluarkan gitar yang menjadi sahabat setianya.

Kali ini Cakya bukan hanya memetik gitarnya saja, tapi bernyanyi kecil mengikuti irama gitarnya. Lagu Ari Laso yang berjudul Hampa.

'Entah dimana dirimu berada

Hampa terasa hidupku tanpa cintamu

Apakah disana kau merindukan aku

Seperti diriku yang slalu merindukanmu

Selalu merindukanmu'

Sepenggal lagu yang membuat lelaki dihadapan nya saat ini terlihat kian rapuh, seolah kaca yang kalau disentuh akan langsung hancur berkeping-keping. Jantung Erfly kembali berdetak lebih cepat dari biasanya, dia segera merogoh kantong celananya mencari obat yang biasa diminum saat kambuh.

Cakya menghentikan permainan gitarnya, mengambilkan air untuk Erfly meminum obatnya.