webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
251 Chs

Ko Alfa kenapa bisa disini...?

Ibu Cakya membuatkan kopi untuk suaminya, ayah Cakya duduk dikursi sambil menonton berita di televisi.

"Papa g'ak kerja...? ", Cakya bertanya pelan, nyaris tidak tertangkap oleh gendang telinga ayah dan ibunya.

"Papa udah mengundurkan diri", ayah Cakya menjawab santai, tanpa mengalihkan matanya dari televisi.

Cakya tidak menjawab, hanya mengerutkan kening. Sebagai jawaban kalau dia bingung dan meminta penjelasan.

"Papa ditawari jadi kepala dinas, tapi... Papa tolak", ayah Cakya bicara lagi.

"Kok bisa...? ", kali ini ibu Cakya yang penasaran.

"Selalu ada harga dari makanan gratis yang disuguhkan oleh pejabat", ayah Cakya bicara santai. Dengan perlahan menyeruput kopinya sebelum melanjutkan ceritanya, "Dia minta papa mencabut laporan tentang anaknya, agar bisa bebas bersyarat atau minimal tahanan kota", ayah Cakya menjelaskan.

"Memangnya papa melaporkan anaknya pak Wiratama kepolisi...?", ibu Cakya bertanya bingung.

"Setelah kasus pelecehan yang dilakukan Candra, dia langsung masuk sel. Dikira pak Wiratama, kita yang mengajukan laporan. Orang papa g'ak tau apa-apa juga", ayah Cakya bicara malas.

***

Hampir 5 jam Devi masih belum keluar dari ruang operasi. Pak Lukman menunggu dengan frustrasi diluar ruang operasi, sedangkan Ardi lebih memilih untuk merokok di kantin depan rumah sakit, sambil menunggu kabar tentang Devi.

Akhirnya pintu ruang operasi terbuka, Devi masih terbaring tidak sadarkan diri. "Pindahkan keruang ICU, lakukan observasi selama 24 jam. Kalau dalam 24 jam dia belum sadarkan diri, kita harus lakukan operasi tahap 2, diperkirakan ada syaraf yang rusak", dokter muda itu memberi arahan kepada dokter Firman.

Pak Lukman langsung menghampiri mereka, disusul Ardi yang berlari dari arah parkiran. "Bagaimana Devi...?", pak Lukman bertanya cemas.

"Masa kritis Devi sudah lewat, kita hanya perlu mengawasi pemulihan Devi", pemuda itu bicara santai, berusaha menenangkan keluarga pasien. "Maaf, kalau saya boleh tau anda siapa...?", pemuda itu kembali bertanya.

"Ini pak Jendral Lukman, pimpinan Devi", Ardi mencoba menjelaskan.

"Hari ini, saya hanya seorang ayah dokter", pak Lukman bicara pelan.

"Ternyata Devi punya ayah yang luar biasa, tidak heran Devi anak yang kuat pak, dia berjuang dengan baik dan keras", pemuda itu memuji pak Lukman.

"Terima kasih dokter, saya anggap ini pujian", pak Lukman merendah.

"Kalau begitu saya permisi, masih ada pasien saya yang menunggu. Kalau ada apa-apa jangan sangkan dokter Firman", pemuda itu tertawa renyah sebelum pergi.

***

Erfly mengejar punggung seseorang yang dikenalnya saat berhasil memarkirkan motornya dengan sempurna.

"Ko Alfa kenapa bisa disini...? ", Erfly bertanya bingung saat berhasil menarik bahu orang yang dikejarnya.

" Kamu kok disini...? ", Alfa terkejut melihat Erfly muncul dirumah sakit tentara.

"Erfly yang tanya duluan ko", Erfly mulai sewot.

"Kamu sudah makan...? Temani koko makan siang, nanti koko ceritain", Alfa mendorong Erfly masuk kedalam mobil. Kemudian mereka menuju restoran terdekat dari rumah sakit.

"Siapa yang sakit dek...?", Alfa bertanya setelah menyeruput minumannya.

"Temen sekelas Erfly", Erfly menjawab malas. "Koko kenapa bisa dirumah sakit?", Erfly bertanya bingung.

"Tadi ada pasien darurat, dokter Firman minta bantuan koko karena tidak bisa menanganinya", Alfa menjelaskan.

Dengan santai dia kembali menyuapi makanan kedalam mulutnya, 5 jam diruang operasi cukup menguras pikiran dan tenaganya. Apalagi dia bekerja tidak dengan tim yang biasa, jadi harus ekstra tenaga untuk berusaha berkominikasi dengan mereka.

"Tidak disangka, penampilan aneh seperti ini. Ternyata koko cukup populer ya", Erfly mulai dengan sindirannya. Matanya menatap Alfa dari ujung kepala hingga ujung kaki, sekilas lihat, orang tidak akan percaya Alfa seorang dokter.

"Gini-gini Koko lulusan terbaik, bukan hanya satu, dua sekaligus", Alfa menyombongkan diri.

"Koko baru makan siang jam segini? ", Erfly bertanya bingung, saat melihat jam tangannya menunjukkan pukul 14.45 Wib.

"Mau bagaimana lagi, koko diruang operasi 5 jam, mana bisa makan siang tepat waktu", Alfa menjelaskan walaupun mulutnya penuh makanan.

***

"Ardi minta maaf Om, Ardi teledor menjaga Devi", Ardi bicara pelan, setelah Devi masuk keruang ICU.

Pak Lukman memberikan isyarat agar Ardi duduk disampingnya, kemudian pak Lukman menepuk bahu Ardi memberi semangat.

"Ini sudah resiko Devi, saat dia memutuskan terjun kedunia militer. Dia harus siap dengan malaikat pencabut nyawa membayangi tepat dibelakang. Jangan terlalu menyalahkan dirimu ", pak Lukman membesarkan hati bawahan kesayangannya, sekaligus tunangan dari putri sulungnya.

"Oh ya Om, bagaimana keadaan Putri...?", Ardi baru teringat gadis cantik berusia 18 tahun, yang hampir menjadi korban pelecehan seksual oleh sekelompok preman yang sedang mabuk.

"Dia anak yang kuat. Sudah berani sekolah dan aktivitas seperti biasa. Om sudah minta salah satu anggota untuk mengawasi dia", pak Lukman menjelaskan. Raut mukanya melunak, membayangkan senyum putri bungsunya.

"Apa sebaiknya Putri tidak diberitahu keadaan Devi saat ini...? ", Ardi memberi saran.

"Tidak perlu, dia sedang PTS, saya tidak mau itu akan merusak konsentrasi dan mengganggu pelajaran", pak Lukman bicara bijak.

***

"Bagaimana jantung kamu...? ", Alfa bertanya pelan.

"Sejauh ini baik-baik saja. Hanya sesekali berdebar cepat, setelah itu normal kembali", Erfly menjelaskan setelah mengingat - ingat kejadian beberapa hari belakangan.

"Syukurlah, sepertinya jantung itu cocok dengan kamu. Jadi... Kita tidak perlu mencari donor jantung lagi dalam waktu dekat", Alfa menjelaskan keadaan Erfly.

"Kamu beruntung dek, tidak semua orang bisa seperti kamu. Mendapat donor jantung dalam waktu singkat, dan tidak ada penolakan yang terjadi ditubuh kamu setelah pencangkokan jantung", Ardi kembali mengingatkan kepada Erfly seberapa pentingnya dia harus menjaga kondisi kesehatannya.

***

Setelah makan, Alfa mengantarkan Erfly kembali kerumah sakit. Saat diparkiran Erfly berpasan dengan pak Lukman.

"Pak Jendral ", Erfly membungkuk sungkan.

"Kamu kenal dokter Alfa...? ", pak Lukman bertanya bingung karena melihat Erfly keluar dari mobil Alfa.

"Kita besar bersama pak, rumah kita bersebelahan. Karena saya sering ditinggal keluar kota, saya sering menginap ditempat ko Alfa. Dia sudah seperti kakak saya sendiri. Maklum pak, dari kecil saya selalu sendirian ", Erfly menjelaskan panjang lebar.

"Kamu tidak punya saudara...?", pak Lukman bertanya kepo kali ini.

"Saya anak tunggal pak, sama kayak mama. Sedangkan papa hanya 2 bersaudara, ada diluar kota", Erfly bicara lagi. "Ngomong - ngomong, pak Jendral kok bisa kenal ko Alfa...?", Erfly bertanya bingung.

"Dia yang mengoperasi anak saya Devi", pak Lukman menjawab seadanya. "Oh ya, kamu mau menemui Cakya? Silakan kalau begitu ", pak Lukman berusaha menyudahi diskusinya, takut Erfly akan bertanya yang macam-macam.

"Kalau begitu Erfly permisi pak Jendral ", Erfly berlalu dari hadapan pak Lukman.

"Luar biasa ini anak, dia mampu mengontrol rasa kesepiannya sejak kecil dengan begitu baik", pak Lukman bergumam pelan.

***

Pak Lukman kembali keruangannya, disusul dengan Ardi dari belakang. Ardi meletakkan sebuah map kehadapan pak Lukman, dengan teliti pak Lukman memperhatikan setiap kertas yang ada di dalam map.

"Itu identitas yang menyerang Devi, mereka dalam pengajaran tim. Semua akses keluar sudah ditutup", Ardi melapor dengan tegas.

"Lanjutkan pencarian", pak Lukman memberikan perintah.

"Siap Jendral, laksanakan", Ardi berlalu keluar ruangan.

"Kamu tidak akan lolos dengan mudah kali ini. Kamu mencari lawan yang salah kali ini pak Wiratama ", pak Lukman bicara geram, tangan kanannya mengepal dengan keras menahan amarahnya.

***

Sinta menyerahkan map kehadapan pak Wiratama, pak Wiratama membuka map tersebut dan melihat informasi yang tertulis dikertas.

"Apa lagi kali ini...?", pak Wiratama bertanya pelan. Tangan kanannya memijit pelan keningnya yang mulai pening.

"Mereka menusuk seorang wanita, dan sekarang sedang berada di ICU rumah sakit DTK", Sinta bicara pelan, suaranya bergetar karena merasa takut.

"Lalu apa masalahnya...? ", pak Wiratama tidak mengerti.

"Dia anggota TNI, dan... dan... Merupakan putri sulung pak Jendral", Sinta menjawab dengan gemetar.

Pak Wiratama langsung kalap kali ini, dia langsung melayangkan tamparan ke pipi kanan Sinta. Saking kerasnya Sinta langsung tersungkur jatuh, kehilangan keseimbangan.